• logo nu online
Home Nasional Warta Sejarah Khutbah Taushiyah Kuluwung Ubudiyah Daerah Keislaman Syariah Obituari Risalah Doa Tokoh Tauhid Profil Hikmah Opini Wawancara PWNU Ngalogat Ekonomi Lainnya
Sabtu, 20 April 2024

Ngalogat

Cerita Saya Jadi Wartawan NU Online

Cerita Saya Jadi Wartawan NU Online
18 tahun NU Online
18 tahun NU Online

Oleh Muhammad Salim 

Menginjak usia ke-18 NU Online, saya jadi teringat pertama kali menjadi wartawam di situs resmi PBNU itu. Pertama berkenalan dengan NU Online diawali saat Konferensi Wiliayah (Konferwil) PWNU Jawa Barat 2016 silam. 

Waktu itu saya menjadi panitia lokal. Pada satu malam yang cukup dingin, sebelum Konferwil NU Jabar dimulai, saya bertemu sahabat-sahabat PMII dari berbagai daerah dan tingkatan kepengurusan yang ikut andil mengawal kegiatan tersebut. Malam itulah saya ditakdirkan bertemu dengan salah seorang Redaktur NU Online Abdullah Alawi, yang akrab disapa Abah. 

Saya dan dia saling menyimpan nomor HP satu sama lain. Kemudian saya pun mengantar Abah dan sahabat-sahabat PMII untuk mengisi tempat yang sudah disediakan bagi pengawal kiai-kiai dari daerahnya masing-masing.

Selesai Konferwil, saya dan Abah jarang sekali berkomunikasi. Namun setahun kemudian, tepatnya 10 hari setelah saya menikah, pada malam rabu, 21 Maret 2017, Abah tiba-tiba mengirim pesan melalui WatshApp. Isinya meminta saya untuk berangkat ke Jakarta, ikut dalam kegiatan NU Online bekerja sama dengan Badan Nasional Pencegahan Terorisme (BNPT) di Hotel Millenium, Jakarta.

“Lim, bisa berangkat ke Jakarta besok?” tanya Abah.

“Siap, Bah, ada acara apa?” tanyaku.

“Kamu siap jadi kontributor Garut ya?“ tanyanya lagi.

“Iya,” jawab saya tanpa berpikir panjang. 

Saya menjawab seperti itu dengan harapan bisa menambah pengalaman dan pembelajaran, khususnya untuk mengembangkan kompetensi saya secara pribadi. Padahal sebetulnya
cukup berat juga karena harus meninggalkan istri yang baru 10 hari saya nikahi.

Selang beberapa bulan setelah kegiatan itu, kebetulan di Pesantren Fauzan ada kegiatan haul yang dihadiri Menpora waktu itu, Imam Nahrowi. Pada kegiatan itu, saya terbersit menulis beritanya.

Saya konsultasi sama Abah.

“Bah, kumaha cara ngadamel beritana?” tanya saya. 

“Baca aja berita orang lain, entar diedit sesuai dengan kenyataan,” jawab Abah.

Dari pengalaman tersebut, walaupun saya tidak pernah ikut pelatihan jurnalistik dan didampingi langsung Abah, jiwa menulis saya mulai terbangun, terutama untuk menuliskan segala hal tentang ulama-ulama daerah dan karyanya yang sangat jarang terekspos media.

Dari pemikiran itu, saya memutuskan untuk konsen dalam dunia kepenulisan agar suatu saat, media ini bisa menjadi saksi bahwa ulama-ulama daerah Jawa Barat kualitasnya tidak kalah dengan daerah lain, bahkan ulama dunia. Saya bertekad menulis mereka. 

Dari situ, saya berkesimpulan, menulis itu gampang jika kita memulainya dengan menulis, bukan dipikirkan dan dibayangkan. Saya akan merasa sulit jika saya terus memikirkannya. Kemudian istiqamah menjalaninya.

Mudah-mudahan NU Online semakin jaya, menjadi mercusuar media keislaman dunia sebagai panutan Islam moderat dan rahmatan lil’alamin.

Penulis adalah wartawan NU Online dari Garut, santri Pondok Pesantren Fauzan
 


Ngalogat Terbaru