• logo nu online
Home Nasional Warta Sejarah Khutbah Taushiyah Kuluwung Ubudiyah Daerah Keislaman Syariah Obituari Risalah Doa Tokoh Tauhid Profil Hikmah Opini Wawancara PWNU Ngalogat Ekonomi Lainnya
Selasa, 14 Mei 2024

Hikmah

Tips Agar Anak Senang dengan Al-Qur’an

Tips Agar Anak Senang dengan Al-Qur’an
KH Jazim Hamidi sedang menyimak hafalan Al-Qur'an santrinya. (Foto: Dok. Keluarga)
KH Jazim Hamidi sedang menyimak hafalan Al-Qur'an santrinya. (Foto: Dok. Keluarga)

Oleh Moch Ikmaluddin
Mengajarkan Al-Quran kepada anak menjadi keinginan setiap orang tua muslim. Tidak semua orang tua yang bisa mengaji, berkesempatan mengajari anak-anaknya. Apalagi bagi orang tua yang belum fasih atau tidak bisa membaca Al-Quran, tentu lebih sulit. Tapi pada dasarnya, semua orang tua senang kalau anak-anaknya bisa mengaji.

Di hari Senin yang mendung (07/12), di sebuah acara pengajian, pasangan KH Jazim Hamidi dan Nyai Fatimatuzzahroh, mau berbagi terkait hal itu kepada NU Online Jabar. Orang tua yang memiliki empat putri ini, saling membagi tips dan kiat. Salah satu putri mereka, Fatma Humaidah, meraih juara dua MTQ Depok XXI cabang satu juz dan tilawah. 

Menurut Kiai Jazim, istrinya yang lebih banyak mengajarkan Al-Qur’an kepada anak-anak.

“Ibunya anak-anak yang  lebih banyak mengajari anak-anak mengaji dari pada saya. Karena waktu saya banyak di luar rumah, untuk berdakwah dan kegiatan NU. Ibunya ini pula yang dengan telaten menggali potensi Fatma ini. Dan memang soal ngaji, Fatma sudah menunjukkan ketertarikan dengan Al-Qur’an sejak kecil.” 

Sekalipun memiliki pola mengajarkan Al-Quran, mereka tetap memberikan ruang kepada anak-anaknya untuk beraktivitas sebagaimana anak-anak di usianya. 

“Mereka tetap bermain, sepedahan, petak umpet. Pokonya permainan yang sifatnya fisik itu penting. Namun kami memberi aturan, dari ashar sampai isya’ adalah jam belajar.”

Masih menurut Jazim, waktu mengaji untuk putri-putrinya sama dengan teman-temanya di tempat tempat pengajiannya, Sahah Qur’an Indonesia. Biasanya setelah ashar. 

“Jadi, tidak ada waktu khsusus untuk anak-anak kami. Bakda ashar dan disambung setelah isya’. Itupun kalau mereka mau. Kalau tidak, tidak kita paksa.”

Jazim dan istrinya menerapkan pola yang mereka yakini sesuai dengan kondisi putri-putrinya dan anak-anak sebayanya, yaitu pertama, dimulai dari surat-surat pendek di Juz 30. Diajarkan makhraj yang benar, Ini kuncinya. Jadi tidak sekedar mengejar banyak hafalan, tapi sudah dibiasakan untuk fasih dan tartil. 

“Setelah hafal juz 30, lanjut ke surat-surat pilihan. Misalnya, Yasin, Al Mulk, Ar Rahman dan Al Waqi’ah,” tutur Rais Majelis Ilmi PC JQH Kota Depok ini.

Kedua, setelah hafal satu juz, dibiasakan untuk mengidentifikasi ayat-ayat yang redaksinya mirip. Misalnya di surat Al-Infithar ayat 13-14 

إِنَّ ٱلۡأَبۡرَارَ لَفِي نَعِيمٖ ١٣ وَإِنَّ ٱلۡفُجَّارَ لَفِي جَحِيمٖ ١٤  

“Ini butuh fokus agar terbiasa mengidentifikasi ayat-ayat yang mirip. Untuk menghindari loncat ayat,” imbuhnya. 

Sementara untuk melatih nagham, biasanya Nyai Zahroh mengajarkan dengan cara rengeng-rengeng  atau bersenandung. 

“Memang belum kita latih maqamat  atau langgam secara mendalam. Namun, ke depanya, akan kita ajarkan secara bertahap,” jelas Zahroh.
Ia menambahkan bahwa anak-anaknya ini memang senang ketika belajar. Jadi mudah ketika mengajarkan mengaji.

Lebih lanjut, Jazim membagi pengalamannya kepada para orang tua cara mengaarkan Al-Qur’an kepada anak-anaknya.

“Sejak kecil, bahkan sejak berada di dalam kandungan, orang tua agar membiasakan untuk memperdengarkan bacaan AlQur’an. Bisa dari audio murottal. Sukur-sukur langsung dari kedua orang tuanya. 

Yang penting, menurut Jazim, adalah memperdengarkan bacaan Al-Qur’an yang indah, yang menyentuh hati. Karena pada dasarnya semua orang suka keindahan. Ini merupakan fitrah manusia.

Nabi Muhammad, lanjutnya, senang sekali mendengarkan bacaan Al-Qur’an salah satu sahabatnya yang memiliki suara yang sangat indah, yaitu Abu Musa Al Asy’ari. Saking indahnya,  suaranya diibaratkan seperti suara serulingnya Nabi Daud. 

Di luar itu, Jazim mengingatkan, orang tua tidak perlu memaksa anak agar secepatnya bisa mengaji.

“Mengalir saja, sesuai perkembangan mereka,” ujar Jazim. 

Ia lalu mengisahkan KH Ali Maksum (Rais Am PBNU 1981-1984) ketika awal-awal bermukim di Pesantren Krapyak, Yogyakarta. Beliau membiarkan anak-anak santri untuk bermain. Namun setelah itu, Kiai Ali mengajak mereka untuk mengaji dengan iming-iming. Misalnya, siapa yang hafal doa qunut, akan diberi permen, dan sebagainya. 

“Cara seperti ini boleh, untuk memberi stimulus. Tapi tentunya tidak terus-terusan,” jelas Jazim.

Selain cara-cara tadi, Jazim juga menyarankan kepada para orang tua agar banyak mendoakan putra-putrinya 

“Intinya, orang tua harus memberi teladan. Tidak hanya menyuruh,” tegasnya.

Menurutnya, tidak ada salahnya orang tua atau sekolah mengikutsertakan anak untuk ikut Musabaqah Tilawatil Qur’an (MTQ ). Karena salah satu tujuannya  adalah untuk memacu anak-anak agar dekat dengan Al-Qur’an. 

“Tentunya diikutkan sesuai minat masing-masing. Ada yang bagus di tilawah, kaligrafi, tafsir, dan sebagainya.”

Ia mengaskan bahwa ikut MTQ ada batas waktunya. Jangan sampai sudah tua, motivasinya masih karena musabaqah. 

“Kalau sudah tua, saatnya dekat Al-Qur’an dengan penuh kesadaran. Kita ini butuh Al-Qur’an. Butuh syafaatnya,” tandasnya.

Bagi Nyai Zahroh, ada faktor lain dalam mengajarkan Al Qur’an kepada anak-anak. Yakni membiasakan untuk mengajak mereka ke majelis sima’an Al-Qur’an, lailatul ijtima’, dan dzikrul ghafilin. 

“Kita ceritakan ulama-ulama yang diberikan kelebihan karena Al-Qur’an. Kita juga sampaikan jerih-payah mereka dan hasil yang dicapainya. Dari situlah mereka akan semakin tertarik untuk menekuni Al-Qur’an,” jelas Zahroh.

Selain usurusan mengaji, Zahroh  memotivasi anak-anaknya untuk mandiri dan  percaya diri. Misalnya, berani untuk memimpin upacara, atau mewakili sekolah ikut olimpiade matematika. 

“Dalam keseharian juga biasanya mereka bantu-bantu saya untuk mengantarkan dagangan. Tujuannya agar anak-anak punya mental yang kuat, bukan semata untuk berdagang.”

Menurutnya, orang tua harus sabar dalam mendapingi perkembangan mengaji anak-anaknya. Jika orang tuanya bisa mengaji, bisa mengajari mereka secara langsung. Namun, bagi yang tidak mampu secara waktu dan ilmu, bisa minta tolong ke guru-guru ngaji yang memiliki kompetensi. 

Penulis adalah kontributor jabar.nu.or.id untuk Kota Depok.
 


Editor:

Hikmah Terbaru