• logo nu online
Home Nasional Warta Sejarah Khutbah Taushiyah Kuluwung Ubudiyah Daerah Keislaman Syariah Obituari Risalah Doa Tokoh Tauhid Profil Hikmah Opini Wawancara PWNU Ngalogat Ekonomi Lainnya
Jumat, 3 Mei 2024

Hikmah

Teladan Nabi Ibrahim AS (2): Sang Khalilullah yang Hanif

Teladan Nabi Ibrahim AS (2): Sang Khalilullah yang Hanif
Ilustrasi NU Online
Ilustrasi NU Online

Oleh Rudi Sirojudin Abas

Jika kita mendengar dan mengucap kata Khalilullah, maka yang teringat dan tergambar pasti merujuk pada sosok Nabi Ibrahim AS. Dalam Al-Quran Allah sebut Ibrahim AS sebagai Khalilan (kesayangan-Nya). Hal ini dapat kita lihat sebagaimana dalam firman Allah SWT berikut:

وَمَنْ اَحْسَنُ دِيْنًا مِّمَّنْ اَسْلَمَ وَجْهَهٗ لِلّٰهِ وَهُوَ مُحْسِنٌ وَّاتَّبَعَ مِلَّةَ اِبْرٰهِيْمَ حَنِيْفًا ۗوَاتَّخَذَ اللّٰهُ اِبْرٰهِيْمَ خَلِيْلًا.

Artinya: “Dan siapakah yang lebih baik agamanya daripada orang yang dengan ikhlas berserah diri kepada Allah, sedang dia mengerjakan kebaikan, dan mengikuti agama Ibrahim yang lurus? Dan Allah telah memilih Ibrahim menjadi kesayangan(-Nya).” (QS. an-Nisa [4]: 125).

 

 

Lantas apa sebab hingga Allah SWT memilih Nabi Ibrahim AS sebagai nabi kesayangan-Nya dan menjadikan ia sebagai Khalil (orang yang dicintai-Nya)?

Dari sekian banyak kisah Nabi Ibrahim AS yang ada dalam Al-Quran, ia tercatat sebagai sosok pribadi yang hanif (lurus), santun, penyayang, cerdik, demokratis, visioner, dan toleran. Nabi Ibrahim AS lurus dalam berkeyakinan. Santun dalam berdakwah. Penyayang kepada umatnya. Cerdik dalam berdebat. Mempunyai pandangan jauh ke depan. Serta toleran dalam keberagaman.

Nabi Ibrahim AS merupakan seorang yang hanif. Lurus dalam berkeyakinan. Ia tak seperti masyarakat pada zamannya yang banyak menyembah berhala, bintang, bulan, dan matahari. Di saat kaumnya menyembah berhala, bintang, bulan, dan matahari, justru ia sendiri yang menyatakan bahwa dirinya benar-benar seorang yang lurus dalam berkeyakinan dan berlepas diri dari menyembah kepada selain Allah. Pengakuan Nabi Ibrahim sebagai seorang yang hanif dan berlepas dari kemusyrikan kaumnya, tercatat dalam QS. al-An’am sebagaimana berikut:

قَالَ يٰقَوْمِ اِنِّيْ بَرِيْۤءٌ مِّمَّا تُشْرِكُوْنَ. اِنِّيْ وَجَّهْتُ وَجْهِيَ لِلَّذِيْ فَطَرَ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضَ حَنِيْفًا وَّمَآ اَنَا۠ مِنَ الْمُشْرِكِيْنَۚ.

Artinya: “…Wahai kaumku! Sungguh, aku berlepas diri dari apa yang kamu persekutukan. Aku hadapkan wajahku kepada (Allah) yang menciptakan langit dan bumi dengan penuh kepasrahan (mengikuti) agama yang benar, dan aku bukanlah termasuk orang-orang musyrik.” (QS.al-An’am [6]: 78-79).

Kemudian, Allah SWT pun mempertegas melalui firman-Nya bahwa Ibrahim AS memang benar-benar seorang yang lurus dalam berkeyakinan.

Allah SWT berfirman: 

اِنَّ اِبْرٰهِيْمَ كَانَ اُمَّةً قَانِتًا لِّلّٰهِ حَنِيْفًاۗ وَلَمْ يَكُ مِنَ الْمُشْرِكِيْنَۙ شَاكِرًا لِّاَنْعُمِهِ ۖاجْتَبٰىهُ وَهَدٰىهُ اِلٰى صِرَاطٍ مُّسْتَقِيْمٍ.

Artinya: “Sungguh, Ibrahim adalah seorang imam (yang dapat dijadikan teladan), patuh kepada Allah dan hanif. Dan dia bukanlah termasuk orang musyrik (yang mempersekutukan Allah), dia mensyukuri nikmat-nikmat-Nya. Allah telah memilihnya dan menunjukinya ke jalan yang lurus.” (QS. an-Nahl [16]: 120-121).

Juga dalam QS. ali-Imran ayat 67 Allah SWT berfirman:

مَاكَانَ اِبْرٰهِيْمُ يَهُوْدِيًّا وَّلَا نَصْرَانِيًّا وَّلٰكِنْ كَانَ حَنِيْفًا مُّسْلِمًاۗ وَمَا كَانَ مِنَ الْمُشْرِكِيْنَ.

Artinya: “Ibrahim bukanlah seorang Yahudi dan bukan (pula) seorang Nasrani, tetapi dia adalah seorang yang lurus, Muslim dan dia tidaklah termasuk orang-orang musyrik.” (QS. ali-Imran [3]: 67).

Sementara, pada ayat yang lain, Allah pun memerintahkan kepada Nabi Muhammad dan umat Islam agar mengikuti agama Ibrahim yang lurus. Perintah ini Allah ungkapkan disaat Nabi Muhammad SAW berdakwah dihadapan orang Ahli Kitab (Nasrani dan Yahudi). Pada fase dakwah Nabi SAW, umat Nasrani dan Yahudi mengklaim bahwa Nabi Ibrahim merupakan penganut agama Nasrani dan Yahudi. Namun, seketika itu Allah SWT mengcounter bahwa ucapan mereka (Nasrani dan Yahudi) tidak benar adanya. Menurut Allah, yang paling layak mengklaim pengikut agama Ibrahim adalah Nabi Muhammad SAW dan umat Islam sendiri. Bukan Yahudi dan Nasrani. 

Berkenaan dengan hal tersebut, Allah SWT berfirman:

وَقَالُوْا كُوْنُوْا هُوْدًا اَوْ نَصٰرٰى تَهْتَدُوْا ۗ قُلْ بَلْ مِلَّةَ اِبْرٰهٖمَ حَنِيْفًا ۗوَمَا كَانَ مِنَ الْمُشْرِكِيْنَ. قُوْلُوْٓا اٰمَنَّا بِاللّٰهِ وَمَآ اُنْزِلَ اِلَيْنَا وَمَآ اُنْزِلَ اِلٰٓى اِبْرٰهٖمَ وَاِسْمٰعِيْلَ وَاِسْحٰقَ وَيَعْقُوْبَ وَالْاَسْبَاطِ وَمَآ اُوْتِيَ مُوْسٰى وَعِيْسٰى وَمَآ اُوْتِيَ النَّبِيُّوْنَ مِنْ رَّبِّهِمْۚ لَا نُفَرِّقُ بَيْنَ اَحَدٍ مِّنْهُمْۖ وَنَحْنُ لَهٗ مُسْلِمُوْنَ.

Artinya: “Dan mereka (Yahudi dan Nasrani) berkata, “Jadilah kamu (penganut) Yahudi atau Nasrani, niscaya kamu mendapat petunjuk.” Katakanlah, “(Tidak!) Tetapi (kami mengikuti) agama Ibrahim yang lurus dan dia tidak termasuk golongan orang yang mempersekutukan Tuhan. Katakanlah, “Kami beriman kepada Allah dan kepada apa yang diturunkan kepada kami, dan kepada apa yang diturunkan kepada Ibrahim, Ismail, Ishak, Yakub dan anak cucunya, dan kepada apa yang diberikan kepada Musa dan Isa serta kepada apa yang diberikan kepada nabi-nabi dari Tuhan mereka. Kami tidak membeda-bedakan seorang pun di antara mereka, dan kami berserah diri kepada-Nya.” (QS. al-Baqarah [2]: 135-136).

Allah SWT pun berfirman kepada Nabi Muhammad SAW untuk tetap mengikuti agama Ibrahim yang lurus. 

قُلْ صَدَقَ اللّٰهُ ۗ فَاتَّبِعُوْا مِلَّةَ اِبْرٰهِيْمَ حَنِيْفًاۗ وَمَا كَانَ مِنَ الْمُشْرِكِيْنَ.

Artinya: “Katakanlah (Muhammad), “Benarlah (segala yang difirmankan) Allah.” Maka ikutilah agama Ibrahim yang lurus, dan dia tidaklah termasuk orang musyrik.” (QS. ali-Imran [3]: 95).

قُلْ اِنَّنِيْ هَدٰىنِيْ رَبِّيْٓ اِلٰى صِرَاطٍ مُّسْتَقِيْمٍ ەۚ دِيْنًا قِيَمًا مِّلَّةَ اِبْرٰهِيْمَ حَنِيْفًاۚ وَمَا كَانَ مِنَ الْمُشْرِكِيْنَ.

Artinya: “Katakanlah (Muhammad), “Sesungguhnya Tuhanku telah memberiku petunjuk ke jalan yang lurus, agama yang benar, agama Ibrahim yang lurus. Dia (Ibrahim) tidak termasuk orang-orang musyrik.” (QS. al-An’am [6]: 161).

Sementara pada ayat yang lain, Allah SWT menekankan kepada Nabi Muhammad SAW untuk berlepas diri dari umatnya jika umatnya sendiri masih ragu akan kebenaran agama Islam yang hanif dan jika mereka masih bergelimang dalam kemusyrikan. 

Allah SWT berfirman:

قُلْ يٰٓاَيُّهَا النَّاسُ اِنْ كُنْتُمْ فِيْ شَكٍّ مِّنْ دِيْنِيْ فَلَآ اَعْبُدُ الَّذِيْنَ تَعْبُدُوْنَ مِنْ دُوْنِ اللّٰهِ وَلٰكِنْ اَعْبُدُ اللّٰهَ الَّذِيْ يَتَوَفّٰىكُمْ ۖ وَاُمِرْتُ اَنْ اَكُوْنَ مِنَ الْمُؤْمِنِيْنَ. وَاَنْ اَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّيْنِ حَنِيْفًاۚ وَلَا تَكُوْنَنَّ مِنَ الْمُشْرِكِيْنَ.

Artinya: “Katakanlah (Muhammad), “Wahai manusia! Jika kamu masih dalam keragu-raguan tentang agamaku, maka (ketahuilah) aku tidak menyembah yang kamu sembah selain Allah, tetapi aku menyembah Allah yang akan mematikan kamu dan aku telah diperintah agar termasuk orang yang beriman. Dan (aku telah diperintah), “Hadapkanlah wajahmu kepada agama dengan tulus dan ikhlas dan jangan sekali-kali engkau termasuk orang yang musyrik.” (QS. Yunus [10]: 104-105).  

Alhasil, agama yang lurus adalah agama Nabi Ibrahim Khalilullah. Yaitu agama lurus yang jauh dari kemusyrikan. Jauh dari kebatilan. Sehingga dengan demikian, seseorang yang mengikuti agama Ibrahim, berarti ia telah memilih agama yang fitrah (suci).

Fitrah adalah suatu keadaan di mana Allah telah menciptakan manusia menurut  keadaannya itu, yaitu tunduk kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, lagi bijaksana, Yang Maha Esa itu tiada sekutu bagi-Nya. (Kitab Al-Mu’jam al-Mufahras li Ma’ani Al-Quranul Azim: Wahbah Zuhaili dkk, Darul Fikr Damaskus, 1416 H).
(Bersambung).

Wallahu’alam

Penulis adalah peneliti kelahiran Garut 
 


 


Hikmah Terbaru