Selamat Datang Bulan Rajab, Bulan Disimpannya Cahaya Kenabian Muhammad pada Rahim Aminah
Rabu, 1 Januari 2025 | 19:11 WIB
Bulan Rajab menjadi salah satu bulan yang sangat istimewa dalam penanggalan hijriyah. Bulan ini termasuk dalam deretan empat bulan suci yang dimuliakan dalam Islam, yaitu Dzulqa’dah, Dzulhijjah, Muharram, dan Rajab (asyhurul hurum). Keistimewaan Rajab tercermin dari berbagai peristiwa penting yang tercatat dalam sejarah Islam.
Dalam keempat bulan suci tersebut, terdapat kisah-kisah luar biasa yang diabadikan dalam lembaran sejarah Islam. Bulan Rajab tidak luput dari keagungan peristiwa-peristiwa yang menghiasi catatan kehidupan Rasulullah saw. Menurut para sejarawan Muslim, salah satu peristiwa besar dalam bulan Rajab adalah dimulainya cahaya kenabian (nur nubuwah), Rasulullah Muhammad Saw, yang disimpan dalam rahim ibunda tercinta, Siti Aminah pada tanggal 10 Rajab.
Allahuyarham KH Maimun Zubair pernah mengatakan bahwa, “Berpuasalah pada tanggal 1 sampai 10 Rajab, kalau gak mampu 10 hari ya ambil tanggal 1 atau tanggal 10-nya. Karena pada malam tanggal 10 bulan Rajab tersebut hari diturunkannya Nur Muhammad Saw pada rahim Sayyidah Aminah.”
Salah satu catatan Syekh Yusuf bin Isma’il an-Nabhani dalam kitabnya, Al-Anwârul Muḥamadiyah (yang disarikan dari kitab Mawâhibul Laddûniyah), menjelaskan bahwa ketika hendak menitipkan Nabi Muhammad dalam rahim Siti Aminah pada malam Jumat di bulan Rajab, Allah swt memerintahkan Malaikat Ridwan (malaikat penjaga pintu surga) untuk membuka pintu Surga Firdaus sebagai bentuk penghormatan.
Saat itu pula, terdengar seruan malaikat yang menggema di langit dan bumi:
“Perhatian, sesungguhnya cahaya suci yang sejatinya adalah Nabi Muhammad, pada malam ini sudah berada dalam rahim Aminah. Muhammad adalah sosok yang mempunyai akhlak mulia yang sempurna dan diutus sebagai pembawa kabar gembira sekaligus peringatan.” (Yusuf bin Isma’il an-Nabhani, Al-Anwârul Muḥamadiyah, [Beirut: Darul Kutub al-Ilmiyah, 1997], h. 15).
Para ulama sendiri berselisih pendapat terkait kapan janin Nabi Muhammad mulai dikandung oleh Aminah. Namun jika merujuk pendapat ulama yang mengatakan Nabi lahir pada bulan Rabi’ul Awwal, maka jelas Nabi berada dalam kandungan ibunya selama sembilan bulan, dimulai dari Rajab. Menurut Syekh Az-Zurqani dalam Syarah Mawâhibul Laddûniyah, pendapat ini sahih. (Az-Zurqani, Syarah Al-Mawahibul Ladduniyah, [Maktabah Syamilah Online], juz I, h. 257).
Dalam hadits Ibnu Ishaq dijelaskan, Siti Aminah pernah menceritakan kisah saat dirinya sedang mengandung janin Nabi Muhammad. Ada suara tanpa rupa yang berkata padanya, “Sungguh engkau sedang mengandung seorang pemimpin umat.”
Lantas Aminah menimpali, “Aku tidak merasa bahwa diriku sedang hamil, juga tidak merasakan berat sebagaimana yang dirasakan oleh wanita hamil pada umumnya. Hanya saja, aku merasa janggal karena aku tidak mengalami datang bulan (salah satu ciri-ciri wanita hamil).” (Yusuf bin Isma’il an-Nabhani, h. 15).
Cahaya Kenabian Muhammad dari Nabi Adam as
Cahaya kenabian Nabi Muhammad Saw sebelum disimpan di rahim Aminah sudah Allah turunkan dan disimpan pada Nabi Adam as, lalu terus berpindah-pindah hingga terakhir pada wanita suci Sayyidah Aminah.
Dikisahkan, begitu Allah swt menciptakan Siti Hawa untuk menjadi pendamping Nabi Adam, keduanya pun menjalin hubungan hingga memiliki beberapa keturunan. Berkaitan dengan nur Muhammad, Nabi Adam sudah berwasiat kepada anaknya agar tidak sembarangan memberikan nur tersebut kecuali pada wanita suci.
Hingga kemudian nur itu berpindah kepada Nabi Syits, salah satu putra Adam. Syits pun berwasiat kepada putranya agar nur tidak diberikan kepada wanita sembarangan. Wasiat ini terus terjaga dari satu generasi ke generasi berikutnya, hingga nur tersebut sampai ke Abdul Muthalib dan turun ke anaknya, Abdullah. Selama itu pula, Allah swt menjaga nasab Nabi Muhammad agar tetap suci, sehingga tidak ada satu pun nenek moyang Nabi yang melakukan hubungan di luar pernikahan yang sah.
Banyak hadits yang menegaskan terjaganya nasab Nabi Muhammad sejak Nabi Adam. Salah satunya adalah sabda Nabi berikut:
خَرَجْتُ مِنْ نِكَاحٍ وَلَمْ أَخْرُجْ مِنْ سِفَاحٍ مِنْ لَدُنْ آدَمَ إِلَى أَنْ وَلَدَنِي أَبِي وَأُمِّي، لَمْ يُصِبْنِي مِنْ سِفَاحِ الْجَاهِلِيَّةِ شَيْءٌ
Artinya: “Aku lahir dari nikah dan aku tidak dilahirkan dari luar nikah sejak dari Adam hingga sampai aku dilahirkan oleh kedua orang tuaku, dan aku tidak menyentuh dari pernikahan orang-orang jahiliyah pada apapun.” (HR ath-Thabrani) (Ahmad bin Muhammad al-Qastalani, Mawâhibul Laddûniyah, [Bairut: Al-Maktab al-Islami, 2004], juz I, h. 85).
Terpopuler
1
Khutbah Jumat Singkat: Meraih Hidup yang Lebih Bermakna dengan Syukur dan Tafakur
2
Pergunu Jabar Gelar Seleksi Beasiswa S1 hingga S3 bagi Santri, Guru, dan Kader NU, Berikut Jadwalnya
3
Pelatih Timnas U-23 Panggil 30 Pemain Ikuti TC di Jakarta Jelang Asean Mandiri Cup 2025, Ini Daftarnya
4
Bangkitkan Semangat Wirausaha, Talk Show di Cirebon Ajak Perempuan Muda Jadi Pelaku Ekonomi Mandiri
5
Jamaah Haji Gelombang I Mulai Pulang ke Tanah Air, Gelombang II Lanjutkan Ibadah di Madinah
6
MA KHAS Kempek Jalani Visitasi Adiwiyata, Komitmen Nyata Wujudkan Sekolah Ramah Lingkungan
Terkini
Lihat Semua