• logo nu online
Home Nasional Warta Sejarah Khutbah Taushiyah Kuluwung Ubudiyah Daerah Keislaman Syariah Obituari Risalah Doa Tokoh Tauhid Profil Hikmah Opini Wawancara PWNU Ngalogat Ekonomi Lainnya
Jumat, 26 April 2024

Hikmah

Kolom KH Zakky Mubarak

Profil Pengumpat dan Pencaci

Profil Pengumpat dan Pencaci
(Ilustrasi/NUO)
(Ilustrasi/NUO)

Oleh Dr. KH Zakky Mubarak, MA
Dalam kehidupan masyarakat yang kita semua ikut berkiprah di dalamnya, dijumpai berbagai watak dan tabiat manusia, dari watak dan tabiat yang paling baik sampai yang paling buruk. Tabiat dan watak biasanya terbentuk oleh lingkungan dimana orang itu tinggal, selain pembawaan alam yang ada pada dirinya. Lingkungan seseorang, baik keluarga, teman bergaul ataupun masyarakat sekolah, memberikan pengaruh yang dominan  terhadap pembetukan watak manusia. Tepatlah seperti apa yang diisyaratkan Rasulullah Saw: 

كُلُّ مَوْلُودٍ يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ (رواه البخاري)

“Setiap orang dilahirkan dalam keadaan fitrah (suci). Kedua orangtuanyalah (termasuk lingkungan) yang membentuk orang itu menjadi seorang Yahudi, Nasrani atau Majusi”. (HR. Bukhari, No: 1296).
 
Bila dikembangkan pemahamannya secara luas, dari apa yang diisyaratkan Nabi tersebut, maka jelas betul, bahwa baik atau buruknya seseorang akan ditentukan keadaan lingkungannya, keadaan keluarga, masyarakat dan lingkungan sekolah. Lingkungan dan tempat bergaul serta sekolah akan membentuk seorang manusia, mungkin ia menjadi seorang tokoh agama, tokoh masyarakat, pemimpin negara, atau mungkin menjadi penjahat besar atau teroris. 
 
Mengingat betapa pentingnya lingkungan dan teman bergaul yang baik, maka Nabi s.a.w. sering mewasiatkan kepada setiap orang yang ingin memperoleh keselamatan, agar mencari teman bergaul dan lingkungan yang baik. Sebelum kita menetapkan rumah tempat tinggal, maka selidikilah dulu lingkungan tetangganya. Demikian pula pada saat kita akan menentukan sekolah bagi anak-anak kita  dan teman bergaulnya, hendaknya dipilih sekolah dan teman bergaul yang baik.
 
Sebagian anggota masyarakat ada kelompok orang yang gemar mencaci dan memaki orang lain. Kelompok ini selalu melontarkan perkataan yang tidak baik, menebarkan fitnah dan gemar membuat kekacauan. Menghadapi kelompok ini, kita diarahkan agar tidak terpengaruh dengan cemoohan dan cacian mereka. Sebaliknya harus berusaha menampakkan pada mereka, bahwa kita adalah kelompok manusia yang merasa tidak takut atau berkecil hati dengan cercaan dan ejekan mereka. Setiap orang muslim harus berusaha menyadarkan kekeliruan-kekeliruan yang dilakukan oleh kelompok ini, sehingga sikap seperti itu dapat dihilangkan, atau dapat diperkecil jumlahnya.
 
Manusia muslim dibekali persiapan yang cukup matang dalam menghadapi kelompok pencaci maki dengan bersikap sabar dan berlapang dada. Kita harus menyadari bahwa keanekaragaman manusia itu akan terus menghiasi kehidupan dunia. Termasuk adanya kelompok yang tercela itu. Seorang sahabat Rasulullah s.a.w. mengisyaratkan dalam salah satu hadisnya, sebagaimana yang diriwayatkan oleh ‘Uqbah bin Amir al-Anshary. Katanya: “ketika turun ayat al-Qur’an yang memerintahkan untuk bersedekah, maka kami para sahabat Nabi SAW. memikul apa yang akan kami sedekahkan itu di atas punggung kami. Di antara kami ada yang membawa sedekah yang sebanyak-banyaknya. Dikatakan oleh orang-orang munafik (kelompok pencaci): “itu tidak ikhlas, ia hanya ingin dipuji dengan sedekahnya yang banyak itu”.
 
Hadis itu selanjutnya menjelaskan: 

لَمَّا أُمِرْنَا بِالصَّدَقَةِ كُنَّا نَتَحَامَلُ، فَجَاءَ أَبُو عَقِيلٍ بِنِصْفِ صَاعٍ، وَجَاءَ إِنْسَانٌ بِأَكْثَرَ مِنْهُ، فَقَالَ المُنَافِقُونَ: إِنَّ اللَّهَ لَغَنِيٌّ عَنْ صَدَقَةِ هَذَا، (رواه البخاري ومسلم)

“Adapula di antara kami yang bersedekah sedikit, karena kemampuannya terbatas, lalu datanglah Abu Aqil dengan mengeluarkan sedekah setengah sha’, kemudianlah datanglah orang lain mengeluarkan sedekah yang lebih banyak dari itu, dikatakan juga oleh orang munafik: “Allah tidak butuh dengan sedekah yang sedikit itu”. (H.R Bukhari, No: 4668, Muslim, No: 1018).

Sikap orang munafik yang gemar mencaci maki dan mencela itu dikecam oleh al-Qur’an:

ٱلَّذِينَ يَلۡمِزُونَ ٱلۡمُطَّوِّعِينَ مِنَ ٱلۡمُؤۡمِنِينَ فِي ٱلصَّدَقَٰتِ وَٱلَّذِينَ لَا يَجِدُونَ إِلَّا جُهۡدَهُمۡ فَيَسۡخَرُونَ مِنۡهُمۡ سَخِرَ ٱللَّهُ مِنۡهُمۡ وَلَهُمۡ عَذَابٌ أَلِيمٌ  

“(Orang-orang munafik itu) yaitu orang-orang yang mencela orang-orang mukmin yang memberi sedekah dengan sukarela dan (mencela) orang-orang yang tidak memperoleh (untuk disedekahkan) selain sekedar kesanggupannya, maka orang-orang munafik itu menghina mereka. Allah akan membalas penghinaan mereka itu, dan untuk mereka azab yang pedih”. (QS. Al-Taubah, 9: 79).
 
Bila kita memperhatikan hadis tersebut, maka sebagian anggota masyarakat ada yang mempunyai kegemaran mengumpat orang lain, karena memang dasarnya bersikap demikian, maka apapun yang dikerjakan orang lain akan dicelanya. Ada orang yang berbuat baik dengan menginfakkan harta sebanyak-banyaknya, karena memang ia mampu, orang tersebut dicela dengan dikatakan mencari pujian orang lain. Ada pula orang miskin yang kemampuannya terbatas, maka ia pun berinfak dengan yang kecil pula. Orang itu pun dicacinya, karena sedikit bersedekah.
 
Mengenai keengganan kelompok pencaci maki, untuk meninggalkan kebiasaan buruknya, keadaan mereka digambarkan dalam al-Qur’an:

ٱسۡتَغۡفِرۡ لَهُمۡ أَوۡ لَا تَسۡتَغۡفِرۡ لَهُمۡ إِن تَسۡتَغۡفِرۡ لَهُمۡ سَبۡعِينَ مَرَّةٗ فَلَن يَغۡفِرَ ٱللَّهُ لَهُمۡۚ ذَٰلِكَ بِأَنَّهُمۡ كَفَرُواْ بِٱللَّهِ وَرَسُولِهِۦۗ وَٱللَّهُ لَا يَهۡدِي ٱلۡقَوۡمَ ٱلۡفَٰسِقِينَ  

 “Kamu memohonkan ampun bagi mereka atau tidak kamu mohonkan ampun bagi mereka (adalah sama saja). Kendatipun kamu memohonkan ampun bagi mereka tujuh puluh kali, namun Allah sekali-kali tidak akan memberi ampunan kepada mereka. Yang demikian itu adalah karena mereka kafir kepada Allah dan Rasul-Nya. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada kaum yang fasik”. (QS. Al-Taubah, 9: 80).

Penulis adalah salah seorang Rais Syuriyah PBNU


Hikmah Terbaru