• logo nu online
Home Nasional Warta Sejarah Khutbah Taushiyah Kuluwung Ubudiyah Daerah Keislaman Syariah Obituari Risalah Doa Tokoh Tauhid Profil Hikmah Opini Wawancara PWNU Ngalogat Ekonomi Lainnya
Minggu, 5 Mei 2024

Hikmah

Pesan dan Teladan Rasulullah SAW dalam Melindungi Wanita (Bagian 1) 

Pesan dan Teladan Rasulullah SAW dalam Melindungi Wanita (Bagian 1) 
Ilustrasi (NU Online)
Ilustrasi (NU Online)

Oleh Ustadz M. Tatam

Data statistik menunjukkan sedikitnya ada dua pertiga wanita di dunia yang mengalami kekerasan rumah tangga dalam hidupnya. Fakta itu didukung oleh sebanyak empat juta perempuan di Jerman dan empat juta perempuan di Amerika Serikat. Ini terjadi karena stigma bahwa wanita sebagai makhluk lemah masih melekat kuat.  

Namun, sadarkah kita bahwa di balik anggapan kelemahannya, wanita menyimpan beragam kekuatan. Tidak semua kelemahannya adalah buruk. Justru kelemahannya itu boleh jadi adalah kekuatannya. 

Memang benar, secara fisik, wanita tak sekuat pria. Dalam hal ini, siapa pun  tak bisa menyalahkan karena memang demikian kodrat wanita. Namun, coba perhatikan kelemahan hati dan emosionalnya. Perhatikan pula kelembutan hati dan perasaannya. Justru kelemahan ini menjadi sisi baik dan kelebihan wanita. Boleh jadi, semakin lemah lembut wanita, semakin hebat pula seorang wanita. Rasulullah saw. pun mengapresiasi kelemahan wanita yang satu ini. 

Karena kodrat wanita yang lemah, Nabi juga menekankan pentingnya melindungi mereka dari segala bentuk kekerasan, baik kekerasan fisik maupun psikis. Dalam berbagai kesempatan,  beliau memperlihatkan kasih sayang dan perhatiannya kepada mereka.   

Beliau selalu berpesan kepada para sahabat: 

اسْتَوْصُوا بِالنِّسَاءِ خَيْرًا فَإِنَّما هُنَّ عَوَانٌ عِنْدَكُمْ 

“Berpesanlah kalian kepada para wanita dengan kebaikan kepada. Karena mereka adalah tawanan di sisi kalian.” (HR. al-Bukhari dan Muslim).  

Melalui hadis tersebut, beliau mengumpamakan perempuan sebagai “tawanan” dalam arti kepemimpinan mereka berada di tangan laki-laki. Keputusan berpisah atau bercerai ada di tangan suami, atas pertimbangan laki-laki diposisikan sebagai pemimpin dan perempuan ditempatkan sebagai pihak yang dipimpin. Itu sebabnya pada situasi tententu, perempuan tidak memiliki kekuasaan apa-apa, sementara laki-laki, khususnya suami dituntut lebih bijak serta penuh perhatian menghadapi kelemahan perempuan yang satu ini.   

Dalam kesempatan lain, Rasulullah saw. mengumpamakan para wanita ibarat kaca sebagai pertanda kelemahan yang harus diperlakukan secara hati-hati dan lemah lembut. Anas ibn Malik meriwayatkan, Ummu Sulaim terlihat membawa barang bawaan sementara Anjisyah, budak Rasulullah saw. dituntunnya. Nabi saw. bersabda:

يَا أَنْجَشَةَ رُوَيْدَكَ سَوْقَكَ بِالْقَوَارِيرِ

“Wahai Anjisyah, hati-hatilah kendalimu atas para kaca (wanita).” (HR. al-Bukhari dan Muslim) Maksudnya, berlemah-lembutlah terhadap wanita. 

Kemudian, besarnya perhatian Rasulullah saw. terhadap wanita dan keluarga juga terlihat jelas dalam hadis yang satu ini. 

خَيْرُكُمْ خَيْرُكُمْ لأَهْلِهِ وَأَنَا خَيْرُكُمْ لأَهْلِي 

“Yang terbaik di antara kalian adalah yang terbaik terhadap keluarga. Dan aku adalah yang terbaik kepada keluarga,” (HR. at-Tirmidzi, Ibnu Majah, dll). 

Namun demikian, Rasulullah saw. mengingatkan bahwa adakalanya kedudukan wanita juga menyamai kedudukan pria. Kedudukan itu tidak akan berkurang selamanya hanya karena mereka sebagai wanita, sebagaimana yang diutarakan dalam hadisnya:

إِنَّ النِّسَاءَ شَقَائِقُ الرِّجَالِ

“Wanita itu saudara kandung pria,” (HR. at-Tirmidzi, Abu Dawud, dan Ahmad).

Ibn Atsir pernah berkomentar, yang dimaksud “saudara kandung” adalah kesamaan kemiripan mereka dengan pria. Dengan kata lain, wanita adalah partner pria. Bahkan, Rasulullah saw. sendiri melarang membenci wanita meskipun mereka memiliki perangai yang kurang terpuji. Hal ini sejalan dengan sabdanya: 

لاَ يَفْرَكْ مُؤْمِنٌ مُؤْمِنَةً إِنْ كَرِهَ مِنْهَا خُلُقًا رَضِىَ مِنْهَا آخَرَ

“Janganlah marah seorang pria mukmin kepada seorang wanita mukmin. Jika tidak menyukai satu perangainya, maka sukailah perangai lainnya,” (HR. Muslim, Ahmad, dll). 

Pastinya, Rasulullah saw. melontarkan makna itu bersumber dari firman Allah swt., yang menyatakan, “Maka bergaullah dengan mereka secara patut. Kemudian, bila kamu tidak menyukai mereka, bersabarlah karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.” (Q.S. al-Nisâ [4]: 19). 

Menariknya, pesan-pesan Rasulullah saw. untuk menyayangi dan melindungi wanita bukan sekadar wacana, melainkan dipraktikkan dalam kehidupan nyata. Kata-kata itu bukan cuma menyenangkan perasaan wanita atau kata-kata tanpa makna, melainkan diaplikasikan setiap hari dan setiap saat, baik di rumahnya maupun di rumah para sahabat.  

Karenanya, kita menentang pendapat dunia yang menganggap bahwa perlakuan hidup Rasulullah saw. melukai dan memberatkan para wanita, baik kepada para istrinya, para istri kaum muslimin, maupun istri orang-orang musyrik. Dalam hal ini, kiranya perlu kita menampilkan perlakuan-perlakuan Rasulullah saw. guna mengungkap sejauh mana kasih sayangnya terhadap mereka. 

اسْتَأْذَنَ أَبُو بَكْرٍ رَحْمَةُ اللَّهِ عَلَيْهِ عَلَى النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- فَسَمِعَ صَوْتَ عَائِشَةَ عَالِيًا فَلَمَّا دَخَلَ تَنَاوَلَهَا لِيَلْطِمَهَا وَقَالَ لاَ أَرَاكِ تَرْفَعِينَ صَوْتَكِ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فَجَعَلَ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- يَحْجُزُهُ وَخَرَجَ أَبُو بَكْرٍ مُغْضَبًا فَقَالَ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- حِينَ خَرَجَ أَبُو بَكْرٍ ، كَيْفَ رَأَيْتِنِى أَنْقَذْتُكِ مِنَ الرَّجُلِ . قَالَ فَمَكَثَ أَبُو بَكْرٍ أَيَّامًا ثُمَّ اسْتَأْذَنَ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فَوَجَدَهُمَا قَدِ اصْطَلَحَا فَقَالَ لَهُمَا أَدْخِلاَنِى فِى سِلْمِكُمَا كَمَا أَدْخَلْتُمَانِى فِى حَرْبِكُمَا. فَقَالَ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- قَدْ فَعَلْنَا قَدْ فَعَلْنَا 

“Pada suatu ketika, Abu Bakar meminta izin untuk datang ke rumah Nabi saw. Namun setiba di rumahnya, ia mendengar suara tinggi ‘Aisyah. Setelah masuk, ia langsung meraih ‘Aisyah untukmenamparnya, sambil berkata ‘Aku telah mendengarmu membentak Rasulullah saw.’ Namun, niatnya segera dihalangi Nabi saw. Abu Bakar pun akhirnya pulang dalam keadaan kesal. Setelah mertuanya itu pulang, beliau bertanya kepada ‘Aisyah, ‘Bagaimana menurutmu tentangku yang telah menyelamatkanmu dari pria itu?’ Selama beberapa hari, Abu  Bakar pun tak bicara, sampai kembali meminta izin mendatangi Rasulullah saw. dan mendapati keduanya sudah  kembali rukun. Beliau berkata kepada keduanya, ‘Bawalah aku dalam kedamaian kalian berdua sebagaimana kalian membawaku dalam pertengkaran kalian.’ Rasulullah saw. menjawab, ‘Sudah, kami sudah melakukannya,’” (HR. Abu Dawud, Ahmad, dan al-Nasai). 

Di sini terlihat bahwa kasih sayang Rasulullah saw. melebihi kasih sayang seorang ayah. Ayah ‘Aisyah yang hendak menghukum kesalahannya, segera dihalangi Rasulullah saw. Hal ini tak mungkin terjadi jika bukan kasih sayang dan kearifannya terhadap kelemahan wanita. Aisyah tak mungkin diberi hukuman seperti yang akan dilakukan ayahnya. Wallahu ‘alam.  

Penulis adalah Nahdliyin, tinggal di Cianjur


Hikmah Terbaru