• logo nu online
Home Nasional Warta Sejarah Khutbah Taushiyah Kuluwung Ubudiyah Daerah Keislaman Syariah Obituari Risalah Doa Tokoh Tauhid Profil Hikmah Opini Wawancara PWNU Ngalogat Ekonomi Lainnya
Minggu, 28 April 2024

Hikmah

Kolom Buya Husein

Perempuan di Antara Dua Kutub yang Berdegup

Perempuan di Antara Dua Kutub yang Berdegup
(Ilustrasi: NUO).
(Ilustrasi: NUO).

Oleh: KH Husein Muhammad
Dalam webinar yang diselenggarakan Fakultas Ilmu Agama Universitas Islam Wahid Hasyim, Semarang dan CRMS, aku menyampaikan prolog begini:

Judul di atas mengesankan adanya sebuah pertarungan antara dua kutub pemikiran yang ekstrim, kiri dan kanan, atau antara pandangan konservatif dan progresif dalam merespon isu-isu perempuan. Ini memang realitas yang tengah di hadapi masyarakat muslim di banyak tempat dewasa ini. Akan tetapi ia dapat juga dipahami sebagai sebuah kondisi yang tidak jelas mengenai hak-hak perempuan dalam masyarakat dan bangsa muslim dewasa ini. Pandangan-pandangan keagamaan mereka terhadap isu-isu ini memperlihatkan wajah ambiguitas. Mereka tampak gamang dalam menghadapi realitas sosial baru.

Modernitas yang telah mengepung mereka menjadikan mereka tidak bisa lari untuk menghindarkan diri. Meski begitu  pikiran-pikiran mereka masih dipenuhi dengan terma-terma dan produk-produk intelektual klasik khas abad pertengahan di Timur tengah.

Referensi-referensi keagamaan mereka masih belum beranjak dari Kutub al-Turats atau "Kitab Kuning", sebuah istilah yang populer dalam komunitas Pesantren di Indonesia. Sebagian mereka, memandang referensi-referensi ini adalah sumber par excellent, lengkap, mewadahi dan menjawab setiap kasus atau isu sepanjang sejarah. Fatwa-fatwa atau pendapat-pendapat hukum yang termuat di dalamnya dianggap sebagai hokum Tuhan yang baku. Demikian juga konsensus (ijma') di kalangan para ahli fiqh Islam tidak bisa dilanggar.

Sampai hari ini pusat-pusat pendidikan Islam di berbagai negara berpenduduk mayoritas muslim, termasuk Indonesia, baik yang tradisional maupun yang modern, tetap mengkaji teks-teks Islam klasik tersebut dengan penuh semangat sambil mengarahkan atau mewajibkan peserta pendidikan dan mahasiswanya mengamalkan isinya dengan semangat keimanan dan keagamaan yang tinggi. Cara-cara yang digunakan dalam menjelaskan teks-teks tersebut secara umum juga masih mengacu pada sistem lama, satu arah, monolog dan doktriner. 

Keadaan mengambang dan ambigu tersebut sungguh membingungkan kita sekaligus memberi harapan, di satu sisi, tetapi ia juga menyimpan bahaya yang terpendam pada sisi yang lain. Status yang tidak jelas ini dapat menjadi ancaman yang serius bagi masa depan  perempuan. Gempuran-gempuran yang terus dilancarkan kelompok-kelompok konsevatif radikal pasca reformasi ini mengancam eksistensi dan kemerdekaan perempuan. Mereka mengupload besar-besaran isu-isu lama dalam nuansa Arabia abad pertengahan, terkait itu ini.

\Tegasnya, mereka, kaum perempuan, berada dalam posisi di antara dua kutub yang berdetak-detak. Pandangan keagamaan patriarkhis masih terus membayangi mereka hari-hari mereka. 
Lalu harus bagaimana?. Apakah sikap dan pandangan Islam begitu, mendiskriminasi perempuan? 

Sumber: FB Husein Muhammad


Hikmah Terbaru