• logo nu online
Home Nasional Warta Sejarah Khutbah Taushiyah Kuluwung Ubudiyah Daerah Keislaman Syariah Obituari Risalah Doa Tokoh Tauhid Profil Hikmah Opini Wawancara PWNU Ngalogat Ekonomi Lainnya
Minggu, 5 Mei 2024

Opini

Metode Mencintai Nabi SAW (2)

Metode Mencintai Nabi SAW (2)
Ilustrasi: NUO
Ilustrasi: NUO

Oleh: Atin Suhartini
Dalam sebuah syair arab disebutkan,

Muhammadun basyarun walaisakal basyari, wa yaqutun hajarun walaisakal hajari”.

Muhammad itu manusia (sifat manusiawi nabi seperti makan, minum, tidur dll) tapi Muhammad bukan manusia biasa (beliau manusia sempurna), dan muhammad diibaratkan sebuah batu intan yaqut sedangkan manusai biasa diibaratkan batu kerikil biasa. Kita manusia biasa tetapi dengan mencintai Nabi Saw kita menjadi terbawa mulia.

Dalam Al-Qur’an surah Al-Ahzab:21 juga disebutkan bahwa di dalam diri Nabi Muhammad Saw itu terdapat uswatun hasanah/suri tauladan yang baik bagi manusia. Allah Swt telah menciptakan Nabi Saw sebagai contoh terbaik untuk dijadikan role model kita dalam kehidupan. Dan jelas sekali Nabi Saw adalah manusia yang diibaratkan batu intan yaqut karena beliau satu-satunya manusia yang disucikan murni tanpa pernah melakukan dosa. Semasa kecil nabi mengalami dibelah dadanya oleh dua malaikat untuk dibersihkan hatinya dan diisi penuh dengan hikmah.

Metode mencintai Nabi SAW dapat dilakukan dengan banyak cara. Mulai dari menghafal syair tarikhnya, membaca sirah nabawi, membaca salawat, mengikuti sunnah-sunnahnya, bahkan menuliskan artikel tentang kemuliaan kanjeng nabi adalah bentuk ekspresi dalam mencintai Nabi SAW. saya sendiri memulainya dengan menghafal syair tarikh begitu pula dengan teman-teman mengaji saya sewaktu kami kecil.

Meneladani Nabi SAW dalam Perspektif Iqbal
Meneladani kehidupan nabi saw adalah ekspresi mencintai nabi saw, sebagaimana yang telah dianjurkan Al-Qur’an. Allah Swt mengutus kanjeng Nabi Saw untuk memperbaiki akhlak manusia, maka Allah Swt menjadikan nabi sebagai suri tauladan sempurna untuk manusia. Pada ngaji filsafat edisi manusia super, pak Faiz menyebutkan dalam teorinya Iqbal yaitu “khudi”/atau ego, Iqbal menyebutkan bahwa puncak dari ego adalah menjadi insan kamil. Dan teladan paling sempurna dari istilah Insan kamil menurut Iqbal adalah Nabi Muhammada SAW.

Pada ngaji filsafat pak Faiz mengatakan dari tiga asumsi yang mencetuskan teori khudinya Iqbal adalah pertama potensi manusia  yang tidak akan habis jika direalisasikna dengan aksi, kedua manusia sebagai khalifah, dan ketiga adalah kesadaran sebagai manusia. Khudi juga berarti eksistensi diri, yang menyadari tugasnya sebagai manusia menjadi khalifah di bumi sebagaimana perintah Allah swt. 

Taraf tertinggi yang dicapai oleh khudi adalah insan kamil (perfect man) dan figurnya adalah Nabi Muhammad Saw. nabi saw menggunakan seluruh hidupnya untuk menjalankan dan menegakkan kemansiaan, dengan penuh semangat dan kreatifitas. Nabi Saw sebagai mukmin sejati yang di dalam dirinya terdapat kekuatan, wawasan, perbuatan, dan kebijaksanaan. Setelah Nabi Saw melakukan perjalanan isra mi’raj ke “langit” dan memperoleh pengalaman spiritual yang setinggi-tingginya, tidak lantas membuat Nabi Saw terlena. Nabi Saw tetap kembali ke dunia ke tengah-tengah kehidupan ummatnya. Itulah insan kamil

Iqbal sebagaimana kita ketahui ia adalah seorang filsuf muslim, selain itu ia juga seorang pengacara, penyair, dan sufi. Ia telah meneladani Nabi Saw dengan menggali potensi dirinya, mencapai spiritualitas tertingginya dan kembali menjalankan tugas khalifahnya di bumi (baca: menjadi manfaat bagi orang di sekitarnya). 

Pertanyaannya, bagaimana kita membentuk diri kita sebagai insan kamil?. Sebagaimana yang disebutkan sebelumnya bahwa khudi berarti eksistensitas diri. Kita tidak perlu menjadi Nabi Saw ataupun menjadi Iqbal. Tetapi kita bisa menjadi insan kamil dengan potensi-potensi yang ada dalam diri kita masing-masing.
Untuk menjadi insan kamil kita perlu membentuk khudi/ego atau bisa dibilang semacam identitas diri. Menggali potensi yang ada dalam diri kita dan tekuni potensi itu sampai kita menjadi expert di dalamnya. Kemudian setelah itu kembalilah dan laksanakan tugasmu sebagai khalifah. Menjadi manfaatlah bagi orang sekitarmu melalui potensimu. Mempunyai keputusan atas diri dan mempunyai tindakan. Itulah insan kamil
Penggalan akhir puisi dari Iqbal yang berjudul “Harapan kepada pemuda” saya tuliskan sebagai akhir dari tulisan ini, juga sebagai sedikit gambaran insan kamil sebagai metode bentuk cinta kepada Nabi Saw:

Tegaklah, dan pikullah amanat ini atas pundakmu
Hembuslah panas nafasmu di atas kebun ini
Agas harum-harum narwastu meliputi segala
Dan janganlah dipilih hidup ini bagai nyanyian ombak
Hanya berbunyi ketika terhempas di pantai
Tetapi jadilah kamu air-bah, mengubah dunia dengan amalmu.
Kipaskan sayapmu di seluruh ufuk
Sinarilah zaman dengan nur imanmu
Kirimkan cahaya dengan kuat yakinmu
Patrikan segala dengan nama Muhammad

Penulis adalah mahasiswa magister aqidah filsafat islam UIN Sunan Kalijaga dan anggota literasi masjid Jendral Sudirman Yogyakarta


Opini Terbaru