• logo nu online
Home Nasional Warta Sejarah Khutbah Taushiyah Kuluwung Ubudiyah Daerah Keislaman Syariah Obituari Risalah Doa Tokoh Tauhid Profil Hikmah Opini Wawancara PWNU Ngalogat Ekonomi Lainnya
Sabtu, 11 Mei 2024

Hikmah

Kolom KH Zakky Mubarak

Menyusuri Perjalanan Panjang

Menyusuri Perjalanan Panjang
Ilustrasi: NUO
Ilustrasi: NUO

Oleh: KH. Zakky Mubarak
Kalau pada suatu saat kita mengadakan perenungan terhadap alam semesta, memperhatikan peristiwa-peristiwa yang menakjubkan, semuanya merupakan pelajaran yang amat berharga bagi kita sebagai manusia yang mempergunakan akalnya. Pada awal bulan maulid misalnya, atau bulan-bulan hijriah yang lain, sore hari setelah maghrib kita melihat bulan sabit kecil nampak di ufuk sebelah barat.

Cahaya bulan itu redup, melengkung bagaikan tandan yang tua, hari-hari berikutnya bulan itu semakin membesar dan cahanya semakin benderang. Pada tanggal lima belasnya, bulan itu terbit di sebelah timur, persis waktu maghrib ia menampakkan dirinya bulat utuh dengan sinarnya yang amat cemerlang menghalau kegelapan malam. Orang menyebut bulan pada tanggal lima belas itu dengan sebutan “bulan purnama”.

Esok harinya, tanggal enam belas, tujuh belas dan seterusnya, purnama yang indah itu sedikit demi sedikit semakin mengecil dan cahanya semakin redup kembali. Pada tanggal dua puluh tujuh, ia tampak bagaikan sabit kembali sebagaimana pada tanggal-tanggal permulaan, kemudian ia menghilang dari pandangan dan pengamatan mata kita. 

Peristiwa perkembangan dan perubahan bulan itu sebenarnya adalah merupakan perumpamaan bagi kita umat manusia. Kita semua dulunya tidak ada, kemudian dengan perantaraan ayah dan ibu, mulai timbul benih berupa embrio dalam rahim. Embrio itu pada permulaannya terjadinya amat kecil. Diawali dari menyatunya seperma dan sel telur, tak dapat dilihat dengan mata biasa kemudian berkembang dari satu sel menjadi dua sel, empat sel, delapan sel, enam belas sel, tiga puluh dua sel, dan seterusnya sampai menjadi bayi yang sempurna,kemudian lahir, beranjak memasuki masa balita dan seterusnya menjadi manusia dewasa.

هُوَ ٱلَّذِي خَلَقَكُم مِّن نَّفۡسٖ وَٰحِدَةٖ وَجَعَلَ مِنۡهَا زَوۡجَهَا لِيَسۡكُنَ إِلَيۡهَاۖ فَلَمَّا تَغَشَّىٰهَا حَمَلَتۡ حَمۡلًا خَفِيفٗا فَمَرَّتۡ بِهِۦۖ فَلَمَّآ أَثۡقَلَت دَّعَوَا ٱللَّهَ رَبَّهُمَا لَئِنۡ ءَاتَيۡتَنَا صَٰلِحٗا لَّنَكُونَنَّ مِنَ ٱلشَّٰكِرِينَ  

“Dialah yang menciptakanmu dari diri yang satu dan dari padanya, Dia menciptakan isterinya, agar dia merasa senang kepadanya. Maka setelah dicampurinya, isterinya itu mengandung kandungan yang ringan, dan teruslah dia merasa ringan (beberapa waktu). Kemudian tatkala dia merasa berat, keduanya (suami-isteri) bermohon kepada Allah, Tuhannya seraya berkata: "Sesungguhnya jika Engkau memberi kami anak yang saleh, tentulah kami teramasuk orang-orang yang bersyukur". (QS Al-A’raf, 7 : 189).

Setelah manusia mencapai dewasa melalui perjalanan panjangnya, seperti perkembangan bulan sabit yang semakin besar dan semakin benderang, ia pun mencapai usia purnama, sekitar usia tiga puluh tahun. Setelah mencapai usia purnama, manusiapun sebagaimana bulan mengalami surut kembali. Tahun demi tahun semakin surut, cahaya diwajahnya semakin pudar, kesehatannya semakin terganggu, kekuatannya semakin berkurang, kulitnya semakin keriput, rambutnya mulai beruban, satu demi satu sampai memasuki usia empat puluh tahun.

Usia empat puluh merupakan usia yang tergolong gawat, ia merupakan tikungan tajam yang banyak mencelakakan manusia, jika tidak berhati-hati. Dalam usia itu banyak orang yang tadinya baik terpeleset, yang mulanya tidak baik menjadi baik, adapula yang baik dari mulanya dan selamat sukses melewati usia itu. Demikian pentingnya kita harus memperhatikan usia tersebut, sehingga al-Qur’an menyebutkannya secara gamblang.

وَوَصَّيۡنَا ٱلۡإِنسَٰنَ بِوَٰلِدَيۡهِ إِحۡسَٰنًاۖ حَمَلَتۡهُ أُمُّهُۥ كُرۡهٗا وَوَضَعَتۡهُ كُرۡهٗاۖ وَحَمۡلُهُۥ وَفِصَٰلُهُۥ ثَلَٰثُونَ شَهۡرًاۚ حَتَّىٰٓ إِذَا بَلَغَ أَشُدَّهُۥ وَبَلَغَ أَرۡبَعِينَ سَنَةٗ قَالَ رَبِّ أَوۡزِعۡنِيٓ أَنۡ أَشۡكُرَ نِعۡمَتَكَ ٱلَّتِيٓ أَنۡعَمۡتَ عَلَيَّ وَعَلَىٰ وَٰلِدَيَّ وَأَنۡ أَعۡمَلَ صَٰلِحٗا تَرۡضَىٰهُ وَأَصۡلِحۡ لِي فِي ذُرِّيَّتِيٓۖ إِنِّي تُبۡتُ إِلَيۡكَ وَإِنِّي مِنَ ٱلۡمُسۡلِمِينَ  

“Kami wasiatkan kepada manusia agar berbuat baik kepada kedua orang tuanya. Sehingga apa bila ia telah dewasa dan usianya memasuki empat puluh tahun ia berdo’a : “Wahai Tuhanku arahkanlah aku agar mensyukuri nikmat-Mu yang teleh Engkau karuniakan kepadaku dan kepada kedua orang tuaku dan agar aku dapat beramal shalih yang Kau ridhai. Berikanlah kebaikan kepadaku dan keturunanku. Sesungguhnya aku bertaubat kepada-Mu dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri”. (QS. Al-Ahqaf, 46 : 15).

Ayat tersebut mengarahkan kita agar memperhatikan usia dewasa yang dilanjutkan dengan usia empat puluh tahun dan seterusnya. Usia tersebut merupakan persimpangan jalan yang sering membingungkan.

Langkah-langkah yang terpuji untuk menghadapi hal tersebut, sebagaimana yang disebutkan ayat di atas adalah: (1) Memperbanyak Syukur kepada Allah SWT atas segala karunia dan nikmat-Nya yang dilimpahkan kepada kita, orang tua kita, dan para pendahulu kita. (2) Memperbanyak amal saleh dalam berbagai segi kehidupan dan berbagai aktivitas. (3) Membentuk generasi penerus yang bertaqwa. (4) Memperbanyak taubat kepada Allah s.w.t. atas segala dosa dan kesalahan yang kita lakukan.  (5) Meningkatkan tawakkal kita kepada Allah s.w.t. dan ketaatan kepada-Nya.

Penulis merupakan salah seorang Rais Syuriah PBNU


Hikmah Terbaru