• logo nu online
Home Nasional Warta Sejarah Khutbah Taushiyah Kuluwung Ubudiyah Daerah Keislaman Syariah Obituari Risalah Doa Tokoh Tauhid Profil Hikmah Opini Wawancara PWNU Ngalogat Ekonomi Lainnya
Sabtu, 4 Mei 2024

Hikmah

Meneladani Tutur Kata Nabi Muhammad SAW

Meneladani Tutur Kata Nabi Muhammad SAW
Ilustrasi (NU Online)
Ilustrasi (NU Online)

Oleh KH Ahmad Zuhri Adnan

Salah satu akhlak Rasulullah yang harus kita teladani adalah caranya berbicara dan menjaga lisan. Cara beliau bertutur kata sangatlah beradab, santun, bahasanya tersusun indah dan mudah dipahami. Setiap perkataan Rasulullah SAW mengandung kebenaran. Beberapa hadits menggambarkan cara bicara Rasulullah

Pertama, Rasulullah berbicara jawami’ al-kalim atau ungkapan yang singkat tetapi luas maknanya. Berbicara dengan perinci, tidak lebih dan tidak kurang. Abu Hurairah ra meriwayatkan bahwa ia mendengar Rasulullah SaW bersabda: 

بُعِثْتُ بِجَوَامِعِ الْكَلِمِ…

“Aku diutus dengan jawami’ al-kalim (ucapan singkat tetapi sarat makna)... (HR. Bukhari, kitab at-Ta’bir)

Kedua,  Rasulullah memerintahkan kita untuk tidak berbicara kecuali yang bermanfaat. Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda, 

مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ، فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ

“Siapa yang beriman  kepada Allah dan Hari Akhir, maka hendaklah dia berkata baik atau diam.” (HR. Bukhari no. 6018)

Ibnu Hajar dalam kitab Al-Fath menjelaskan  bahwa perkataan baik adalah perkataan yang tergolong wajib atau sunnah untuk diucapkan. Karenanya segala perkataan yang berorientasi padanya pada hal wajib atau sunnah termasuk dalam kategori perkataan baik., dan perkataan yang tidak termasuk dalam kategori tersebut berarti tergolong perkataan jelek atau yang mengarah pada kejelekan. 

Ketiga, Rasulullah jika berbicara mengulangi ucapan tiga kali agar bisa dipahami secara paripurna. Ini sesuai dengan penuturan Anas bin Mali Ra., “Rasulullah SAW suka mengulang kata-kata yang diucapkannya sebanyak tiga kali agar dapat dipahami.” (HR. Tirmidzi)

Lisan merupakan anggota badan manusia yang cukup kecil jika dibandingkan dengan anggota badan yang lain, namun lisan dapat menyebabkan pemiliknya ditetapkan sebagai penduduk surga juga dapat menyebabkan pemiliknya dilemparkan ke dalam api neraka. Oleh karena itu menjaga lisan menjadi salah satu bukti kadar keimanan seseorang.  Selain itu lisan adalah salah satu kunci agar individu dapat selamat di dunia dan di akhirat. Dalam HR Al-Bukhori Rasulullah SAW bersabda:

سَلامةُ الإنسانِ في حِفْظِ الِلسانِ

"Keselamatan manusia tergantung pada kemampuannya menjaga lisan." .

Menjaga lisan bukanlah pada dimensi verbal an sich tapi juga pada bahasa tulis termasuk berbahasa di dunia virtual dan medsos. Saat ini ada kondisi  yang mengkhawatirkan di dunia virtual warganet Indonesia. Budaya dan akhlak mulia tak lagi diusung oleh kita bangsa Indonesia yang telah lama dikenal sebagai bangsa yang ramah. Data menunjukkan, Microsoft mengumumkan tingkat kesopanan pengguna internet sepanjang 2020. Dalam laporan berjudul 'Digital Civility Index (DCI)', Indonesia berada di urutan ke-29 dari 32 negara untuk tingkat kesopanan netizen se-Asia Tenggara. Tersopan pertama adalah Singapura lanjut Malaysia dan Filipina. Ini merupakan pukulan bagi kita semua untuk sama-sama berjuang membenahi akhlak anak bangsa. 

Mengenai pentingnya bertutur kata yang baik, Al-Qur’an telah menggambarkan kepada kita semua bahwa ada 9 macam perkataan dalam Al-Qur’an yang dapat dijadikan panduan dalam bertutur kata, yakni:

Pertama, qaulan ma‘rûfan (perkataan yang baik). Menurut Prof. Dr. M. Quraish Shihab, qaulan ma‘rûfan berarti perkataan baik yang sesuai dengan norma dan nilai yang berlaku di masyarakat. Selain itu, qaulan ma’rufan berarti pula perkataan yang pantas dengan status sosial yang berlainan, tidak menyinggung perasaan, serta pembicaraan yang mendatangkan kemaslahatan. Dalam (QS. An-Nisa’ Ayat 5 Al-Quran menyebutkan 

 وَقُوْلُوْا لَهُمْ قَوْلًا مَّعْرُوْفًا

Kedua, qaulan sadîdan (perkataan yang tegas dan benar). Qaulan sadîdan adalah perkataan yang benar, tegas, jujur, lurus, to the point, tidak berbelit-belit dan tidak bertele-tele. Yakni suatu pembicaraan, ucapan, atau perkataan yang benar, baik dari segi substansi (materi, isi, pesan) maupun redaksi (tata bahasa).

فَلْيَتَّقُوا اللّٰهَ وَلْيَقُوْلُوْا قَوْلًا سَدِيْدًا

….. Oleh sebab itu, hendaklah mereka bertakwa kepada Allah, dan hendaklah mereka berbicara dengan tutur kata yang benar. (QS. An-Nisa' Ayat 9)

Ketiga, qaulan layyinan (perkataan yang lemah lembut). Qaulan layyinan adalah penyampaian pesan yang lemah lembut dengan suara yang enak didengar, lunak, tidak memvonis, memanggilnya dengan panggilan yang disukai, penuh keramahan, sehingga dapat menyentuh hati. Ibnu Katsir dalam Tafsir Ibnu Katsir menjelaskan, bahwa yang dimaksud layina ialah kata kata sindiran, bukan dengan kata kata terus terang atau lugas, apalagi kasar.

فَقُولَا لَهُۥ قَوْلًا لَّيِّنًا لَّعَلَّهُۥ يَتَذَكَّرُ أَوْ يَخْشَىٰ
 

“Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya (Firaun)  dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan ia ingat atau takut"” (QS: Thaha Ayat 44)

Keempat, qaulan maisûran (perkataan yang mudah). Qaulan maisûran berarti berkata dengan mudah atau gampang. Yakni mudah dicerna dan mudah dimengerti oleh orang lain. Perkataan ini juga mengandung empati kepada lawan bicaranya, menyenangkan, memberikan harapan , dan memotivasi orang lain untuk mendapatkan kebaikan. Allh berfirman

وَاِمَّا تُعْرِضَنَّ عَنْهُمُ ابْتِغَاۤءَ رَحْمَةٍ مِّنْ رَّبِّكَ تَرْجُوْهَا فَقُلْ لَّهُمْ قَوْلًا مَّيْسُوْرًا

“Dan jika engkau berpaling dari mereka untuk memperoleh rahmat dari Tuhanmu yang engkau harapkan, maka katakanlah kepada mereka ucapan yang lemah lembut” (Al-Isra:28)

Kelima, qaulan balîghan (perkataan yang membekas pada jiwa). Qaulan balîghan adalah perkataan yang efektif, tepat sasaran, komunikatif, mudah dimengerti, langsung ke pokok masalah, dan tidak berbelit-belit. Agar komunikasi tepat sasaran, gaya bicara dan pesan yang disampaikan hendaklah disesuaikan dengan kadar akal seseorang atau khalayak dan menggunakan bahasa yang mengesankan kepada jiwa mereka. Allah berfirman:

 أُولَٰئِكَ الَّذِينَ يَعْلَمُ اللَّهُ مَا فِي قُلُوبِهِمْ فَأَعْرِضْ عَنْهُمْ وَعِظْهُمْ وَقُلْ لَهُمْ فِي أَنْفُسِهِمْ قَوْلًا بَلِيغًا

“Mereka itu adalah orang-orang yang Allah mengetahui apa yang di dalam hati mereka. Karena itu berpalinglah kamu dari mereka, dan berilah mereka pelajaran, dan katakanlah kepada mereka perkataan yang berbekas pada jiwa mereka” (Annisa: 63)

Keenam, qaulan karîman (perkataan yang mulia). Qaulan karîman adalah perkataan yang mulia, dibarengi dengan rasa hormat dan mengagungkan, enak didengar, lemah-lembut, dan bertata krama. Dalam konteks QS Al-Isra’: 23, perkataan yang mulia wajib dilakukan saat berbicara dengan kedua orang tua. Kita dilarang membentak mereka atau mengucapkan kata-kata yang sekiranya menyakiti hati mereka. Qaulan karîman harus digunakan khususnya saat berkomunikasi dengan kedua orang tua atau orang yang harus kita hormati. 

وَقُلْ لَّهُمَا قَوۡلًا كَرِيۡمًا‏

“….ucapkanlah kepada keduanya perkataan yang baik”

Ketujuh, qaulan tsaqîlan (perkataan yang penuh makna). Qaulan tsaqîlan yakni perkataan yang berbobot dan penuh makna, memiliki nilai yang dalam, memerlukan perenungan untuk memahaminya, dan bertahan lama. Dengan demikian qaulan tsaqîlan juga berarti kata-kata yang syarat makna dari seorang ahli hikmah, sufi, ataupun filosof. Qaulan tsaqîlan biasanya memuat sebuah konsep pemikiran yang mendalam baik secara intelektual maupun spiritual.

اِنَّا سَنُلۡقِىۡ عَلَيۡكَ قَوۡلًا ثَقِيۡلًا‏

“Sesungguhnya Kami akan menurunkan perkataan yang berat kepadamu.” (Almuzzammil:5)

Kedelapan, ahsanu qaulan (perkataan yang terbaik). Ahsanu qaulan adalah menyampaikan perkataan dengan pilihan kata terbaik. Allah berfirman dalam QS Fushshilat ayat 33:

وَمَنۡ اَحۡسَنُ قَوۡلًا مِّمَّنۡ دَعَاۤ اِلَى اللّٰهِ وَعَمِلَ صَالِحًا وَّقَالَ اِنَّنِىۡ مِنَ الۡمُسۡلِمِيۡنَ

“Dan siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah dan mengerjakan kebajikan dan berkata, Sungguh, aku termasuk orang-orang Muslim (yang berserah diri)?” (QS Fushshilat: 33).

Kesembilan, qaulan ‘adhîman (perkataan yang mengandung dosa besar). Berbeda dengan 8 qaulan sebelumnya, qaulan ‘adhîman ini merupakan ujaran yang mengandung penentangan yang nyata terhadap perintah Allah dan Rasul-Nya. Termasuk jenis qaulan ‘adhîman adalah setiap ujaran kebencian yang mengandung permusuhan dan penipuan. Perkataan jenis ini mudah sekali dijumpai di era internet. Media sosial telah banyak digunakan untuk menumpahkan fitnah, caci maki, dan menyebarkan perkataan kotor yang menjauhkan manusia dari jalan Allah. Allah berfirman

اَفَاَ صْفٰٮكُمْ رَبُّكُمْ بِا لْبَـنِيْنَ وَ اتَّخَذَ مِنَ الْمَلٰٓئِكَةِ اِنَا ثًا ۗ اِنَّكُمْ لَتَقُوْلُوْنَ قَوْلًا عَظِيْمًا

"Maka apakah pantas Tuhan memilihkan anak laki-laki untukmu dan Dia mengambil anak perempuan dari malaikat? Sungguh, kamu benar-benar mengucapkan kata yang besar (dosanya)."

Demikianlah, lisan Rasulullah menjadi teladan bagi kita untuk berkata yang santun lagi bijak. Quran pun memberi standar bagi hambanya dalam bertutur kata. Dari sembilan jenis tuturan hanya satu yang dilarang yaitu qaulan adziman atau ujaran kebencian.

Penulis adalah Ketua Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama (LDNU) Kabupaten Cirebon/Pengasuh Pondok Pesantren Ketitang Cirebon
 


Hikmah Terbaru