• logo nu online
Home Nasional Warta Sejarah Khutbah Taushiyah Kuluwung Ubudiyah Daerah Keislaman Syariah Obituari Risalah Doa Tokoh Tauhid Profil Hikmah Opini Wawancara PWNU Ngalogat Ekonomi Lainnya
Kamis, 25 April 2024

Syariah

Fiqhus Shiyam (1): Pengertian Puasa Ramadhan dan Landasan Hukumnya

Fiqhus Shiyam (1): Pengertian Puasa Ramadhan dan Landasan Hukumnya
Pengertian Puasa Ramadhan dan Landasan Hukumnya (Ilustrasi/NU Online)
Pengertian Puasa Ramadhan dan Landasan Hukumnya (Ilustrasi/NU Online)

Oleh Dr. KH. Zakky Mubarak, MA
Pengertian Puasa
Secara etimologi, pengertian puasa, shaum atau shiyam, adalah “al-Imsaku ‘an al-Syai” (الإمساك عن الشيء) yaitu mengekang atau menahan diri dari sesuatu. Misalnya menahan diri dari makan, minum, bercampur dengan istri, berbicara dan sebagainya. 

Dalam pengertian selanjutnya al-shaum atau puasa adalah

ترك الطعام والشرب والنكاح والكلام

yaitu meninggalkan makan, minum, bercampur dengan isteri, dan meninggalkan perkataan. Berkata Sufyan bin Uyaynah:

 الصوم هو الصبر يصبر الإنسان على الطعام والشرب والنكاح 

Puasa adalah melatih kesabaran, manusia bersikap sabar (menahan diri) dari makan,minum, berhubungan seksual. kemudian ia membacakan ayat:

إنما يوفى الصابرون أجرهم بغير حساب .

(QS. al-zumar, 39: 10. Lisan al-Arab, 12/350) 

Arti seperti ini, misalnya disebutkan dalam al-Qur’an, bahwa Allah SWT, memerintahkan kepada Siti Maryam, ibunda Nabi Isa AS sebagai berikut:

فَكُلِي وَٱشۡرَبِي وَقَرِّي عَيۡناۖ فَإِمَّا تَرَيِنَّ مِنَ ٱلۡبَشَرِ أَحَدا فَقُولِيٓ إِنِّي نَذَرۡتُ لِلرَّحۡمَٰنِ صَوۡما فَلَنۡ أُكَلِّمَ ٱلۡيَوۡمَ إِنسِيّا 

“Maka makan, minum dan bersenang hatilah kamu. Jika kamu melihat seorang manusia, maka katakanlah: “Sesungguhnya aku telah bernadzar berpuasa untuk Tuhan Yang Maha Pemurah, maka aku tidak akan berbicara dengan seorang manusiapun pada hari ini”. (QS. Maryam, 19:26).

Maksud dari ayat itu menjelaskan, bahwa aku (Maryam) menahan diri dari berbicara pada hari ini sebagai nadzar terhadap Tuhan Yang Maha Pengasih. Arti seperti ini bisa dikembangkan lebih jauh, seperti menahan diri dari jenis makanan tertentu, menahan diri dari melakukan suatu pekerjaan dan sebagainya.

Menurut pengertian terminologis, atau pengertian secara istilah syara’, puasa adalah:

اْلإِمْسَاكُ عَنِ اْلأَكْلِ وَالشُّرْبِ وَغَشَيَانِ النِّسَاءِ مِنَ الْفَجْرِ إِلَى الْمَغْرِبِ إِحْتِسَاباً لِلَّهِ وَإِعْدَادًا لِلنَّفْسِ وَ تَهِـيِـيْئةً لَهاَ لِتَقْوَى اللهِ باِلْمُرَاقَبَةِ وَترْبِيَةِ اْلإِرَادَةِ 

“Menahan diri dari makan, minum dan bersenggama, mulai terbit fajar sampai terbenam matahari (Maghrib), karena mengharap keridhaan Allah dan menyiapkan diri untuk bertaqwa kepada Allah dengan jalan muraqabah (merasa selalu diperhatikan Allah) disertai mendidik kehendak dan keinginan,” (Rasyid Ridha, al-Manar, 1373 hal. 143).

Pengertian serupa dijelaskan dalam kitab Subul al-Salam:

الْإِمْسَاكُ عَنْ الْأَكْلِ وَالشُّرْبِ وَالْجِمَاعِ وَغَيْرِهِمَا مِمَّا وَرَدَ بِهِ الشَّرْعُ فِي النَّهَارِ عَلَى الْوَجْهِ الْمَشْرُوعِ وَيَتْبَعُ ذَلِكَ الْإِمْسَاكُ عَنْ اللَّغْوِ وَالرَّفَثِ وَغَيْرِهِمَا مِنْ الْكَلَامِ الْمُحَرَّمِ وَالْمَكْرُوهِ لِوُرُودِ الْأَحَادِيثِ بِالنَّهْيِ عَنْهَا فِي الصَّوْمِ زِيَادَةً عَلَى غَيْرِهِ فِي وَقْتٍ مَخْصُوصٍ بِشُرُوطٍ مَخْصُوصَةٍ.

“Menahan diri dari makan, minum, jima’ (bercampur dengan istri) dan lain-lain yang telah diperintahkan kepada kita untuk menahannya, sepanjang hari menurut cara yang disyariat-kan. Demikian pula diperintahkan menahan diri dari ucapan yang diharamkan atau dimakruhkan, karena ada hadis-hadis yang melarang hal itu, itu semua berdasarkan waktu dan syarat-syarat yang telah ditetapkan,” (Subul al-Salam II, hal. 206).

Pengertian puasa seperti yang disebutkan di atas, baik secara etimologis maupun terminologis, satu dan lainnya saling melengkapi. Berdasarkan uraian tersebut, menurut hemat penulis, puasa adalah:

“Meninggalkan makan, minum, bercampur dengan istri dan segala yang membatalkannya mulai dari terbit fajar sampai terbenam matahari, disertai niat dan keikhlasan karena Allah SWT, dengan ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan."

Landasan Hukumnya

Ibadah puasa Ramadhan diwajibkan berdasarkan ketetapan al-Qur’an, al-Sunnah dan ijma’ umat Islam. Firman Allah SWT.:

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ كُتِبَ عَلَيۡكُمُ ٱلصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى ٱلَّذِينَ مِن قَبۡلِكُمۡ لَعَلَّكُمۡ تَتَّقُونَ 

“Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atasmu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelummu agar kamu bertakwa”. (QS. al-Baqarah, 2:183).

Puasa Ramadhan merupakan salah satu dari rukun Islam yang lima, disyariatkan pada hari Senin tanggal 2 Sya’ban, tahun kedua Hijriyah. Nabi s.a.w., bersabda:

بُنِيَ الْإِسْلَامُ عَلَى خَمْسٍ شَهَادَةِ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًارَسُولُ اللَّهِ وَإِقَامِ الصَّلَاةِ وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ وَالْحَجِّ وَصَوْمِ رَمَضَانَ

“Islam itu ditegakkan atas lima azas yaitu: (1) Bersaksi bahwa sesungguhnya tidak ada Tuhan kecuali Allah, dan bersaksi bahwa sesungguhnya Nabi Muhammad adalah utusan Allah. (2) Mendirikan shalat. (3) Menunaikan zakat. (4) Berhaji ke Baitullah. (5) Berpuasa dalam bulan Ramadhan”. (Hadis Shahih, riwayat al-Bukhari: 7 dan Muslim: 19).

Dalam hadis yang lain Rasulullah s.a.w., bersabda:

مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

Dari Abu Hurairah ra, Nabi SAW, bersabda: "Siapa yang melaksanakan puasa Ramadhan dengan keimanan dan keikhlasan, maka diampuni dosanya yang telah berlalu”. (Hadis Shahih, riwayat al-Bukhari: 37 dan Muslim: 1266).

Dalam hadis yang lain Rasulullah SAW, bersabda:

كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ يُضَاعَفُ الْحَسَنَةُ عَشْرُ أَمْثَالِهَا إِلَى سَبْعمِائَة ضِعْفٍ قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ إِلَّا الصَّوْمَ فَإِنَّهُ لِي وَأَنَا أَجْزِي بِهِ يَدَعُ شَهْوَتَهُ وَطَعَامَهُ مِنْ أَجْلِي لِلصَّائِمِ فَرْحَتَانِ فَرْحَةٌ عِنْدَ فِطْرِهِ وَفَرْحَةٌ عِنْدَ لِقَاءِ رَبِّهِ وَلَخُلُوفُ فِيهِ أَطْيَبُ عِنْدَ اللَّهِ مِنْ رِيحِ الْمِسْكِ

“Amal setiap orang balasannya dilipat gandakan, setiap kebaikan dibalas dengan sepuluh kali lipat sampai tujuh ratus kali. Berfirman Allah SAW: “Kecuali puasa, karena sesungguhnya puasa itu adalah untuk-Ku dan Aku sendiri yang langsung membalasnya, karena ia (orang yang berpuasa) telah meninggalkan syahwat, makan, dan minumnya semata-mata untuk beribadah pada-Ku. Bagi orang yang berpuasa memperoleh dua kebahagiaan, (1) kebahagiaan ketika ia berbuka dan (2) kebahagiaan ketika ia berjumpa dengan Tuhannya. Sesungguhnya aroma mulut orang yang berpuasa di sisi Allah lebih harum dari parfum misk (kasturi)”. (Hadis Shahih, riwayat al-Bukhari: 6938 dan Muslim: 1945).

Editor: Muhammad Rizqy Fauzi

Sumber: https://www.facebook.com/zakkymubarak.syamrakh
 


Syariah Terbaru