Hikmah

Keutamaan dan Substansi Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW

Rabu, 11 September 2024 | 13:00 WIB

Keutamaan dan Substansi Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW

Maulid Nabi Muhammad SAW. (Ilustrasi: Freepik/AM)

Bandung, NU Online Jabar
Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW menjadi momen yang selalu dinantikan oleh umat Islam di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Berdasarkan riwayat yang paling populer, Nabi Muhammad SAW lahir di Makkah pada hari Senin, 12 Rabiul Awal tahun Gajah. 


Malam kelahiran beliau sering digambarkan sebagai malam yang dipenuhi cahaya, simbol anugerah besar yang diberikan kepada umat manusia dan alam semesta.


Di Indonesia, peringatan bulan kelahiran Nabi Muhammad SAW dirayakan dengan berbagai tradisi keislaman. Umat Islam di berbagai daerah menggelar acara seperti tabligh akbar, memperbanyak bacaan sholawat, mengadakan perlombaan keagamaan, serta kegiatan positif lainnya. Tradisi ini tidak hanya bertujuan untuk merayakan kelahiran Nabi, tetapi juga untuk meneladani sifat dan akhlak mulia Rasulullah SAW.


Menurut pandangan Sayyid Muhammad bin Alwi Al-Maliki dalam kitabnya Mafahim Yajib an Tushahhah, peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW merupakan tradisi yang baik dan harus dilestarikan. 


Dalam pandangannya yang diungkapkan pada halaman 316 kitab tersebut, Sayyid Muhammad menegaskan bahwa peringatan Maulid Nabi bukanlah bagian dari masalah ibadah yang sering diperdebatkan keabsahannya. Sebaliknya, ia menilai peringatan ini sebagai praktik yang membawa kebaikan dan nilai positif bagi umat Islam.


Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW menjadi kesempatan bagi umat Islam untuk merenungkan dan mengingat kembali perjuangan serta keteladanan Nabi Muhammad SAW. Ini juga menjadi momen penting untuk mempererat tali silaturahmi dan memperkuat ukhuwah Islamiyah di tengah masyarakat. Oleh karena itu, peringatan ini terus dilaksanakan dengan penuh hikmah dan semangat untuk meneladani akhlak mulia Rasulullah SAW.
 

Peringatan Maulid Nabi dikategorikan sebagai tradisi yang baik, karena substansi peringatan Maulid Nabi Muhammad ﷺ memiliki banyak manfaat dan kebaikan bagi masyarakat, seperti meneladani prilaku Nabi, pembacaan ayat-ayat Al Qur’an, dzikir, tahlil, kalimat thayyibah dan pembacaan sejarah dan perjuangan Nabi Muhammad ﷺ.


Imam al-Suyuthi dari kalangan ulama Syafi’iyyah juga mengatakan, Maulid Nabi merupakan kegiatan positif yang mendatangkan pahala. Ia menganjurkan pada bulan Rabiul Awal umat Islam meluapkan kegembiraan dan rasa syukur dengan cara memperingati kelahiran Rasulullah, berkumpul, membagikan makanan, dan beberapa ibadah lain.
 

هُوَ مِنَ الْبِدَعِ الْحَسَنَةِ الَّتِيْ يُثَابُ عَلَيْهَا صَاحِبُهَا لِمَا فِيْهِ مِنْ تَعْظِيْمِ قَدْرِ النَّبِيِّ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ وَإِظْهَارِ الْفَرَحِ وَالْاِسْتِبْشَارِ بِمَوْلِدِهِ الشَّرِيْفِ   

 
“Perayaan maulid termasuk bid’ah yang baik, pelakunya mendapat pahala. Sebab di dalamnya terdapat sisi mengagungkan derajat Nabi Saw dan menampakan kegembiraan dengan waktu dilahirkannya Rasulullah Saw”.


Bulan Rabiul Awal tergolong mulia karena di dalamnya terdapat sejarah kelahiran manusia paling mulia di muka bumi. Kenapa Rasulullah tak dilahirkan di bulan Muharram, Rajab, Ramadhan, atau bulan-bulan yang dimuliakan syariat?


Sayyid Muhammad ibn Alawi Al Maliki dalam kitabnya adz-Dzakhâir al-Muhammadiyyah menjelaskan, Nabi Muhammad tidak mulia karena sebab masa atau waktu. Namun justru masa atau waktu itulah yang menjadi mulia sebab Nabi Muhammad lahir. Artinya, Nabi-lah yang mengangkat derajat bulan tersebut, bukan sebaliknya.  


Adapun ekspresi kebahagiaan atas kelahiran Nabi Muhammad saw yang dilakukan secara berlebihan, yaitu dengan melakukan perbuatan yang hukumnya makruh atau khilâful aula, maka menurut al-Hafidh Ibnu Hajar al-'Asqalani hendaknya dihindari. Apalagi memperingati maulid Nabi dengan perbuatan-perbuatan yang haram atau dengan kemaksiatan, maka harus benar-benar dihindari. Ia menjelaskan:

 
 وما كان حراما أو مكروها فيمنع وكذا ما كان خلاف الأولى انتهى 

 
Artinya: “Perbuatan yang haram atau makruh, maka (dalam peringatan maulid nabi) hendaknya dicegah. Demikian pula perbuatan yang khilâful aula atau yang tidak sesuai dengan keutamaan.” (Jalaluddin as-Suyuthi, al-Hawi lil Fatawi, juz I, halaman 282).