• logo nu online
Home Nasional Warta Sejarah Khutbah Taushiyah Kuluwung Ubudiyah Daerah Keislaman Syariah Obituari Risalah Doa Tokoh Tauhid Profil Hikmah Opini Wawancara PWNU Ngalogat Ekonomi Lainnya
Selasa, 16 April 2024

Hikmah

Islam Itu Iman dan Kejujuran

Islam Itu Iman dan Kejujuran
Foto: FB Zakky Mubarak Syamrakh
Foto: FB Zakky Mubarak Syamrakh

Oleh: Dr. KH. Zakky Mubarak, MA
Pada saat Nabi Muhammad SAW sedang menyampaikan pelajaran-pelajaran penting, berkaitan dengan petunjuk-petunjuk praktis yang sangat bermanfaat, tiba-tiba tampil salah seorang sahabatnya ke depan majelis itu. Sahabat yang satu ini tampak memiliki keberanian dan kecerdasan yang menonjol, ia langsung menyampaikan pertanyaan yang sangat singkat dan belum pernah ditanyakan oleh sahabat yang lain:

يَا رَسُوْلَ اللهِ قُلْ لِيْ فِى اْلإِسْلاَمِ قَوْلاً لاَ أَسْأَلُ عَنْهُ أَحَدًا غَيْرَكَ. (رواه مسلم)  

“Wahai Rasulullah ajarkanlah kepadaku suatu ucapan yang menggambarkan seluruh ajaran Islam, yang dengan ucapan itu aku tidak akan bertanya lagi kepada orang lain selain kepadamu”. (H.R. Muslim, No: 38).

Pertanyaan sahabat ini sangat diplomatis sekali, ia minta penjelasan dari Nabi, satu ucapan yang dapat mencakup atau menggambarkan seluruh ajaran Islam. Kalau kita yang ditanya, tentu akan sulit menjawabnya. Ajaran Islam kalau akan dijelaskan dari berbagai aspek dan bagian-bagiannya sangat luas sekali. Ia mencakup aqidah atau keyakinan dan kepercayaan dengan berbagai penjelasannya, mencakup syariah yang terdiri dari ibadah dan muamalah dengan berbagai macam bagian-bagiannya dan aspek akhlaq dengan berbagai bentuknya. Kalau kita mencoba untuk menjelaskannya, dengan sepuluh jilid bukupun tidak mungkin akan sempurna, karena sangat luas dan mendalam.

Nabi Muhammad SAW adalah salah seorang Nabi yang memiliki keistimewaan-keistimewaan yang menonjol. Salah satu keistimewaan itu adalah dalam hal kefasihan lisannya dan kemampuannya menyusun kalimat yang ringkas dengan cakupan makna yang luas dan mendalam. Rasul yang menjadi rahmat bagi alam semesta itu, adalah seorang yang senantiasa menyukai kemudahan dan menghindari kesulitan, terutama bagi umatnya. Ia sangat kasih terhadap kaum muslimin, memberikan perhatian yang penuh terhadap berbagai persoalan yang menimpa orang-orang mukmin. 

لَقَدۡ جَآءَكُمۡ رَسُولٞ مِّنۡ أَنفُسِكُمۡ عَزِيزٌ عَلَيۡهِ مَا عَنِتُّمۡ حَرِيصٌ عَلَيۡكُم بِٱلۡمُؤۡمِنِينَ رَءُوفٞ رَّحِيمٞ  

“Sesungguhnya telah datang kepadamu seorang Rasul dari kalanganmu sendiri, berat rasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan keimanan dan keselamatan bagimu, amat kasih lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin”. (Q.S. Al-Taubah, 09: 128).

Nabi segera menjawab pertanyaan sahabat tersebut di atas, dengan ungkapan yang sangat ringkas dan mudah dipahami, beliau menjelaskan : 

قُلْ آمَنْتُ بِاللهِ ثُمَّ اسْتَقِمْ (رواه مسلم)

“Katakanlah aku beriman kepada Allah, kemudian berlaku jujurlah kamu dalam imanmu”. (H.R. Muslim, No: 38).

Hadis yang teramat singkat, terdiri dari iman dan istiqamah atau berlaku jujur merupakan pondasi agama Islam. Ajaran Islam yang terdiri dari berbagai bagian-bagiannya pada dasarnya kembali kepada dua hal tersebut di atas. Kita bisa memperhatikan, semua rukun iman, rukun Islam dan ajaran-ajaran lain yang amat luas tidak mungkin dapat terwujud tanpa iman dan kejujuran.

Tanpa memiliki iman, seseorang tidak mungkin menjadi seorang muslim dan tanpa kejujuran seseorang tidak akan bisa melaksanakan ajaran-ajaran agama. Tanpa kejujuran seseorang akan seenaknya memutar balikkan kebenaran, tanpa dapat dipengaruhi oleh siapapun. Berkaitan dengan uraian ini, tepat apa yang disabdakan Nabi Muhammad SAW, berkali-kali : “Taqwa itu disini”, sambil mengisyaratkan pada dadanya, maksudnya bahwa taqwa seseorang itu terletak dalam dada atau kalbunya. Ketika ada seorang yang datang meminta fatwa kepada Nabi sekali lagi tidak menjawab dengan jawaban yang panjang lebar, tetapi beliau menyatakan : “Istafti qalbak”, “mintalah fatwa kepada hati sanubarimu sendiri”.

Dusta Yang Diperbolehkan

Meskipun seorang muslim harus senantiasa berlaku jujur dalam segala kegiatannya dan tidak boleh berdusta, namun dalam beberapa hadis nabi tercatat ada beberapa hal yang kita boleh berdusta, malah dusta dalam hal ini dianggap baik, diantaranya : (1) Dusta seorang suami kepada istri, atau istri kepada suaminya, dalam rangka menguatkan tali pernikahan dan menggairahkan kasih sayang. Misalnya, ketika seorang suami pernah merasa bosan kepada istrinya, atau istri kepada suaminya, ia tidak mengatakan : “Aku bosan padamu”. Tetapi mengatakan : “Aku sayang padamu”. (2) Dusta untuk mendamaikan orang-orang yang berselisih. (3) Dusta dalam siasat perang atau pertandingan. (4) Dusta dalam melindungi diri dari marabahaya. (5) Dusta dalam rangka akhlak (6) Dusta dalam melindungi seseorang dari tindakan jahat orang lain.

Beberapa hal yang diuraikan di atas, merupakan pengembangan pemahaman dari hadis Nabi SAW, antara lain : 

لَمْ أَسْمَعْ يُرَخَّصُ فِي شَيْءٍ مِمَّا يَقُولُ النَّاسُ كَذِبٌ إِلَّا فِي ثَلَاثٍ: الْحَرْبُ، وَالْإِصْلَاحُ بَيْنَ النَّاسِ، وَحَدِيثُ الرَّجُلِ امْرَأَتَهُ وَحَدِيثُ الْمَرْأَةِ زَوْجَهَا (رواه مسلم)

“Aku tidak melihat suatu keringanan dalam perkataan dusta, kecuali dalam tiga hal: (1) Dalam peperangan, (2) perdamaian (perbaikan) sesama manusia, dan (3) perkataan suami pada istrinya atau istri kepada suaminya (H.R. Muslim, No: 2605). 

Dalam sabdanya yang lain disebutkan : 

لَيْسَ الْكَذَّابُ الَّذِي يُصْلِحُ بَيْنَ النَّاسِ، وَيَقُولُ خَيْرًا وَيَنْمِي خَيْرًا (رواه مسلم)

“Bukanlah termasuk berdusta orang yang melakukannya dalam usaha mendamaikan sesama manusia (H.R. Muslim, No: 2605). 

Al-Qur’an dalam beberapa ayatnya, banyak mengisyaratkan mengenai pentingnya iman, kejujuran dan istiqamah, antara lain: 

إِنَّ ٱلَّذِينَ قَالُواْ رَبُّنَا ٱللَّهُ ثُمَّ ٱسۡتَقَٰمُواْ تَتَنَزَّلُ عَلَيۡهِمُ ٱلۡمَلَٰٓئِكَةُ أَلَّا تَخَافُواْ وَلَا تَحۡزَنُواْ وَأَبۡشِرُواْ بِٱلۡجَنَّةِ ٱلَّتِي كُنتُمۡ تُوعَدُونَ

“Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: “Tuhan kami ialah Allah” kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka dengan mengatakan: “Janganlah kamu merasa takut dan jangan bersedih hati dan gembirakanlah mereka dengan memperoleh surga yang telah dijanjikan Allah kepadamu”. (Q.S. Fushilat, 41 : 30).

Penulis merupakan salah seorang Rais Syuriyah PBNU


Hikmah Terbaru