• logo nu online
Home Nasional Warta Sejarah Khutbah Taushiyah Kuluwung Ubudiyah Daerah Keislaman Syariah Obituari Risalah Doa Tokoh Tauhid Profil Hikmah Opini Wawancara PWNU Ngalogat Ekonomi Lainnya
Kamis, 18 April 2024

Hikmah

Inilah Sosok Sahabat yang Mempunyai Selera Humor Tingkat Tinggi hingga Rasulullah SAW Selalu Tertawa Dibuatnya

Inilah Sosok Sahabat yang Mempunyai Selera Humor Tingkat Tinggi hingga Rasulullah SAW Selalu Tertawa Dibuatnya
(Ilustrasi: NUO).
(Ilustrasi: NUO).

Oleh: Hari Susanto
Seperti yang telah masyhur terdengar di telinga kita bahwa sosok Abu Nawas begitu dikagumi oleh umat Islam seluruh dunia khususnya di Indonesia, tidak lain karena bait-bait syairnya (Al I'tiraf) yang sering dikumandangkan di seluruh masjid atau musholla kaum muslimin pada waktu maghrib maupun subuh. Betapa populernya Abu Nawas akan kisah-kisah kehumorannya yang amat begitu cerdik nan menggelitik. Pasalnya tokoh sufi sekaligus penyair ulung nan jenaka yang bernama lengkap Abu Ali Al-Hasan bin Hani Al-Hakami ini adalah sosok filsuf muslim yang mempunyai kecerdasan dalam keahliannya mengolah bahasa entah itu sebuah kritikan, bait-bait syair, atau pun dalam kejeniusannya menaklukkan lawan-lawannya melalui gaya humornya yang di atas rata-rata.

 

Di antaranya adalah bait-bait syair rayuan yang ia tujukan  kepada Tuhan agar Tuhan berkehendak mengampuni segala dosa-dosa yang diperbuatnya seperti berikut ini:

 

“O... Tuhanku, hamba tiadalah pantas menjadi penghuni surga-Mu (Firdaus).
Namun, hamba juga tiada kuat menahan panas siksa api neraka.
Maka, perkenankanlah hamba untuk bertobat dan ampunilah dosa-dosa hamba.
Karena sesungguhnya Engkaulah Sang Maha Pengampun atas dosa-dosa besar.

(Syair Abu Nawas yang berjudul “Al I’tiraf”) 

 

Namun, pepatah mengatakan “bahwasanya di atas langit masih terdapat langit”. Selain Abu Nawas, terdapat pula sang maestro humoris yakni Nu'aiman bin Ibnu Amr bin Raf'ah. Nu'aiman adalah sosok yang termasuk sahabat Rasulullah Saw., ia juga adalah satu-satunya sahabat Rasulullah yang berhasil membuat beliau (Saw.) tertawa hingga beliau pun terlihat gigi gerahamnya. Sebab, Rasulullah Saw. yang  menurut beberapa sejarah mencatat bahwa beliau selalu tertawa dan  riang gembira apabila berada di dekat Nu’aiman.

 

Dikisahkan dalam syarah kitab Ihya ‘Ulumuddin karangan “Hujjatul Islam” Imam Al-Ghazali, Bahwa suatu ketika, Nu’aiman yang masih dalam keadaan sedikit mabuk tiba-tiba ia merasa perutnya keroncongan karena rasa lapar. Tanpa pikir panjang, Nu'aiman pun menghampiri penjual makanan yang kebetulan sedang melewati halaman depan masjid, kemudian ia pun segera memesan dua bungkus makanan tersebut. Sembari menunggu penjual menyiapkan makanan yang dipesannya, Nu'aiman bergegas masuk ke dalam masjid dan langsung mengajak Rasulullah Saw. untuk makan membersamai dirinya.

 

Rasulullah pun kemudian berdiri dan menuju ke arah Nu'aiman yang sudah memegang dua bungkus makanan. Mereka berdua pun duduk dan lantas menyantap makanan tersebut. Sesaat setelah makanan itu habis, Rasulullah Saw. hendak kembali ke dalam masjid namun beliau  dihadang oleh Nu'aiman. 

 

“Mau ke mana ya Rasul? Habis makan masa tidak bayar,” tutur Nu'aiman. 

 

Rasulullah pun dengan senyumnya balik bertanya, “Yang pesan makanan kamu kan?”.

 

“Betul ya Rasul,” jawabnya sambil berdehem.

 

Nu'aiman melanjutkan perkataannya, “Di mana-mana seorang raja itu mengayomi kepada rakyatnya, adalah penguasa harus melayani kepada warganya,  seorang bos harus mentraktir karyawannya, masa saya yang harus bayar ya Rasul?”

 

Rasulullah Saw. pun lantas merogoh kocek sambil memberikan sejumlah uang kepada sahabatnya yang jahil itu (Nu’aiman) dengan senyum yang agak terkekeh.

 

Bukan itu saja, kisah lain tentang Nu’aiman yang berhasil membuat Rasulullah Saw. tertawa adalah seperti berikut: 

 

Suatu hari tidak disengaja ketika Nu’aiman melihat seorang penjual madu yang kepanasan dan nampak sangat letih, tampak dari cara berjalannya saat berkeliling menjajakan madunya. Nu’aiman dengan segala kecerdikan akalnya memanggil si penjual madu tadi. Terjadilah dialog di antara keduanya, yang akhirnya Nu’aiman menyuruh penjual madu itu untuk mengantarkan madu ke kediaman Rasulullah Saw.

 

Sesaat sebelum si penjual madu itu melangkahkan kakinya menuju rumah Rasulullah, Nu’aiman berbisik dan memberi pesan kepada si penjual tersebut,

 

“Nanti kamu minta juga uangnya yaa…” Si penjual madu pun menganggukkan kepalanya sebagai tanda setuju dengan apa yang dikatakan oleh Nu’aiman. Lantas dia pun pergi menghadap Rasulullah Saw dengan membawa seguci madu, hadiah dari Nu’aiman. Tentu saja Rasulullah Saw sangat senang dan gembira karena mendapat sebuah hadiah madu dari sahabatnya (Nu’aiman).

 

Akan tetapi keriangan Rasulullah itu seketika menjelma sebuah keterkejutan ketika sang penjual madu menyampaikan beberapa kalimat.

 

“Ini madunya ya Rasulullah. Harganya .... dan belum dibayar,” kata penjual madu tersebut. Rasulullah pun tersenyum simpul dan tersadar bahwa dirinya telah dikelabui oleh sahabatnya yang amat jail itu (Nu’aiman). Sehingga mau tidak mau, beliau (Saw) harus membayar madu tersebut. Jadilah Rasulullah Saw. Mendapatkan hadiah madu yang luar biasa termasuk juga harganya.

 

Beberapa hari setelah kejadian itu, Rasulullah memanggil Nu’aiman. Beliau bertanya kepada sahabatnya itu mengapa melakukan hal demikian.

 

“Aku ingin sekali memberikan hadiah kesukaanmu yaitu madu yaa Rasulullah. Sementara aku tidak memiliki uang sama sekali atau apa-apa, terus kapan lagi aku akan dapat berbuat baik padamu,” jawab Nu’aiman dengan ringan. Rasulullah pun tersenyum tanpa berkata apa-apa sambil menepuk-nepuk bahu Nu’aiman.

 

Bukan Nu’aiman namanya jika belum membuat orang-orang di sekelilingnya dibuat kesal dan berkelakar dibuatnya, terutama terhadap Rasulullah yang selalu tertawa riang oleh tingkah laku humornya hingga Rasulullah pun begitu menyayangi dirinya (Nu’aiman). 

 

Penulis merupakan salah seorang Santri Alumni Ponpes Al-Ihsan Cibiru Hilir


Hikmah Terbaru