NADIRSYAH HOSEN
Kolomnis
Kalau kita berpergian (musafir) yang jarak perjalanannya minimal 83 km, kita diperbolehkan meng-qashar shalat atau membatalkan puasa kita. Soalnya sudah diantisipasi para musafir yang menempuh jarak tempuh tersebut akan mengalami berbagai masyaqqah (kesulitan). Itu sebabnya diberi keringanan (rukhshah).
Shalat Dzuhur-Ashar yang tadinya masing-masing 4 rakaat, bisa digabung dan dipendekkan menjadi 2-2 rakaat Islam itu mudah dan tidak menghendaki kita mengalami kesulitan, bukan?
Tapi masalahnya Nabi sendiri tidak pernah menetapkan jarak yang pasti untuk melakukan qashar dalam perjalanan. Itu penjelasan ulama saja yang mencoba menghitung jarak tempuh yang dilakukan Nabi saat beliau qashar shalat. Makanya Imam Dawud az-Zhahiri pernah bilang asalkan sudah pindah kelurahan, ya boleh qashar shalat.
Ada lagi yang membahas berapa lama sih jadi musafir yang shalatnya boleh diqashar? Umumnya bilang kira-kira ya 3 hari. Soalnya setelah settle dalam 3 hari, kesulitan-kesulitan di perjalanan sudah bisa diatasi. Tapi ada satu riwayat dari Ibn Umar bahwa beliau shalat qashar selama 6 bulan dalam satu ekspedisi ke Azerbaijan karena terhalang salju saat mau kembali ke Madinah.
Gimana kalau kita naik keteta cepat whoosh dari Jalarta ke Bandung. Masihkah kita boleh qashar shalat? Dari segi jarak (150 km) sudah memenuhi syarat. Tapi kan kondisinya nyaman dan perjalanannya singkat. Gak mengalami masyaqqah seperti jaman Nabi yang harus naik unta kepanasan berhari-hari di gurun. Gimana dong?
“Para para” ulama membuat satu kaidah bahwa hukum itu terikat dengan illat-nya, bukan dengan hikmahnya (kok jadi banyak para-nya).
Baik ada kesulitan di perjalanan ataupun tidak, sebagai musafir kita bisa qashar. Illat (alasan) hukumnnya itu safar. Masalah hikmah dari aturan itu bersifat individual kasuistis. Tidak bisa jadi patokan hukum. Kalau hikmah yang dijadikan ukuran entar siapapun yang mengalami masyaqqah di hidupnya entah kecapekan abis olahraga atau galau kekasihnya sedingin salju, meski bukan musafir, kok enak banget tiba-tiba bisa qashar Di sinilah pentingnya memahami antara illat dan hikmah.
Tapi soal apa illat dan hikmah mencintaimu sih bakal panjang bahasannya, sayang.
KH Nadirsyah Hosen, Dosen di Melbourne Law School, the University of Melbourne Australia
Terpopuler
1
Barak Militer Vs Pesantren
2
Jejak Perjuangan KH Muhammad asal Garut: Dari Membangun Pesantren hingga Menjaga NU
3
Jelang HUT ke-79, Kodam III/Siliwangi Gelar Ziarah ke TMP Cikutra Bandung
4
Ketua Pergunu Jabar Minta Gubernur Dedi Mulyadi Perhatikan Rekomendasi KPAI
5
Ansor Kuningan Dorong Ketahanan Pangan Lewat Gerakan Kader Tani
6
Berangkat ke Semarang, Sejumlah Tim Instruktur PCNU Kota Bekasi Ikuti Upgrading Nasional PD-PKPNU
Terkini
Lihat Semua