Nabi Muhammad Saw adalah nabi terakhir yang diutus oleh Allah Swt untuk menyempurnakan akhlak umat manusia. Sebagai Rasulullah, Nabi Muhammad diutus oleh Allah berasal dari manusia sebagaimana manusia lainnya, bukan dari makhluk lain. Tidak ada pembeda dan keistimewaan tersendiri.
لَقَدْ جَاءَكُمْ رَسُولٌ مِنْ أَنْفُسِكُمْ عَزِيزٌ عَلَيْهِ مَا عَنِتُّمْ حَرِيصٌ عَلَيْكُمْ بِالْمُؤْمِنِينَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ
Artinya: "Sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin." (QS At-Taubah: 128).
Dari ayat di atas, Allah swt memperkenalkan dan menerangkan kedudukan Nabi Muhammad. Telah datang Rasul, utusan yang berasal dari manusia, bukan dari makhluk lain. Utusan Allah dari golongan manusia menunjukkan bahwa Muhammad bukanlah manusia sembarangan. Beliau adalah manusia pilihan yang luar biasa.
Namun sebagaimana manusia lainnya Nabi Muhammad juga mempunyai garis hidup yang berliku, jatuh bangun dalam memperjuangkan cita-citanya. Garis-garis besar tersebut menjadi penuntun Rasulullah dalam setiap aktivitas kehidupannya. Termasuk ketika beliau belum diangkat menjadi Nabi dan Rasul yang terus-menerus mencari dan merenungi jalan kebenaran.
Salah seorang mustasyar PBNU, KH Zakky Mubarak dalam bukunya Riyadhul Mu’min (2022) mengungkapkan sebuah riwayat bahwa sayyidina Ali bin Abi Thalib pernah bertanya tentang garis-garis besar dari jalan hidup Rasulullah saw, beliau menjawab:
"Ma’rifat kepada Allah adalah modalku, akal adalah pangkal agamaku, cinta adalah dasar semua langkahku, kerinduan kepada Allah adalah kendaraanku, zikir kepada Allah adalah teman pendampingku, kemantapan hati adalah perbendaharaanku, kesedihan adalah teman karibku, ilmu adalah senjataku, sabar adalah pakaian kebesaranku, ridha Allah adalah hasil keuntunganku." (Al-Qodhi Iyadh dalam kitab al-Syifa bita’rifi huquq al-Mushtofa).
Itulah garis besar dari jalan hidup Rasulullah saw yang mengantarkannya kepada kesuksesan yang maksimal dalam kehidupan duniawi dan ukhrawi. Siapa saja yang mengikuti jalan itu pasti akan meraih kebahagiaan dalam segala kehidupannya, baik pada masa kini maupun pada masa mendatang.
Dalam sabdanya yang lain Rasulullah saw bersabda, "Puncaknya akal setelah iman kepada Allah adalah mencintai pada semua manusia, berbuat kebajikan kepada setiap orang yang berbuat baik atau yang jahatnya (kepada yang jahat maksudnya melarang supaya ia tidak melakukankejahatan tadi). Sesungguhnya ahli kebaikan di dunia adalah ahli kebaikan di akhirat dan sesungguhnya ahli kejahatan di dunia adalah juga ahli kejahatan di akhirat." (HR Baihaqi).
Sebagai manusia biasa, lalu apa keistimewaan Nabi Muhammad Saw dengan manusia lainnya? pertanyaan tersebut terjawab oleh QS At-Taubah tadi di atas.
Pertama, azizun ‘alaih ma’anittum (berat terasa olehnya penderitaanmu). Karena sepanjang hayatnya, terutama yang dipikirkan oleh Nabi Muhammad adalah umatnya. Ia sama sekali tidak menginginkan umatnya menderita di hari kemudian.
Bahkan, beberapa riwayat menyebutkan ketika Malaikat Izrail mendatangi Nabi Muhammad untuk mencabut nyawanya. Tentu saja perintah Allah tersebut terasa berat bagi Izrail untuk mencabut manusia yang paling dicintai Allah. Di dalam obrolan sebelum mencabut nyawa Sang Nabi, Izrail memberikan kabar gembira tentang kesempurnaan dan kenikmatan surga bagi Rasulullah.
Bukan malah bergembira, Nabi Muhammad justru teramat sedih dan menderita sehingga membuat Izrail bertanya-tanya. Nabi Muhammad berkata, "Lalu, bagaimana dengan umatku?" Pertanyaan tersebut menunjukkan bahwa Nabi tidak akan pernah membiarkan umatnya menderita meski merekalah yang membuat sengsara dirinya sendiri. Kondisi ini membuat berat terasa oleh Nabi Muhammad atas penderitaan umatnya.
Kedua, harishun ‘alaikum (sangat menginginkan keimanan dan keselamatan bagimu). Ini merupakan ungkapan cinta, kasih sayang sekaligus harapan Nabi Muhammad saw kepada umatnya.
Ketiga, bil mu’minina raufur rahim (amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang Mukmin). Beliau memiliki rasa kasih sayang teramat mendalam pada kaum beriman.
Tiga sifat itu kemudian menjadi penopang keberhasilan dakwah Nabi Muhammad. Akhlak mulia, cinta, dan kasih sayang yang mewujud dalam penjelasan ayat di atas adalah fondasi dakwah Nabi dengan mengedepankan akhlaqul karimah karena karena tersimpan harapan besar Nabi kepada umatnya.
Nabi Muhammad juga senantiasa mengajarkan umatnya agar tidak malas dan berpangku tangan agar memperoleh kesuksesan. Dalam sebuah Riwayat, Rasulullah saw pernah didatangi seorang sahabatnya yang sangat miskin untuk meminta bantuan bagi keluarganya di rumah. Nabi sebetulnya bisa membantu orang itu dengan memberi uang atau makanan, tetapi beliau tidak melakukan hal itu. Ia ingin mendidik umatnya agar jangan menjadi seorang yang lemah dan menggantungkan dirinya kepada belas kasihan orang.
Kemudian Nabi menyuruh orang itu agar mengambil apa yang dia miliki dirumah untuk dijual dan dijadikan modal, meskipun jumlahnya kecil. Sahabat itu hari berikutnya datang kepada Nabi dengan membawa satu mangkok tua dan kemudian dijual pada sahabat lain. Hasilnya kemudian dijadikan modal.
Hasil penjualan mangkok itu tidak banyak, kira-kira hanya mencapai dua dirham. Nabi saw menyerahkan satu dirham untuk membeli makanan bagi keluarganya di rumah dan satu lagi dibelikan kampak untuk membuat kayu bakar. Sahabat itu kemudian bekerja dengan alat yang dibelinya dan memperoleh penghasilan setiap harinya. Ia akhirnya dapat berdiri sendiri dan tidak tergantung kepada orang lain.
Islam melarang keras umatnya menjadi orang-orang lemah, meminta-minta, menampakkan kemiskinan dan kehinaan. Manusia muslim diperintahkan agar senantiasa bekerja keras, sehingga menjadi umat yang kuat dan menjadi teladan bagi umat lain.
"Kami bersama Nabi saw, ketika itu jumlah kami ada sembila orang, atau delapan orang, atau tujuh orang. Maka Nabi bersabda: Tidakkah kalian membaiat kepada Rasulullah? Waktu itu kami berada di masa baiat kepada Rasulullah saw Kami menjawab: Kami telah membaiatmu wahai Rasulullah. Kemudian Nabi bersabda lagi: Tidakkah kalian berbaiat kepada Rasulullah? Kami menjawab: Kami telah berbaiat kepadamu wahai Rasulullah. Kemudian Nabi bertanya lagi: Tidakkah kalian berbaiat kepada Rasulullah? Auf bin Malik mengatakan: Maka kami bentangkan tangan kami dan kami berkata: Kami telah membaiatmu wahai Rasulullah, maka berbaiat apalagi? Maka Nabi menjawab: “Hendaklah engkau berbaiat padaku agar menyembah Allah dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun. Berbaiat untuk melaksanakan shalat lima waktu, dan mentaati, kemudian beliau mengisyaratkan dengan kalimat yang ringan: Dan janganlah kalian meminta sesuatupun kepada orang lain." (HR Muslim).
Setelah peristiwa itu, kata Auf bin Malik, "Setiap orang dari sahabat Nabi selalu bekerja sendiri secara sungguh-sungguh dan tidak pernah meminta bantuan orang lain, kecuali sangat terpaksa. Sehingga kami jumpai ada seorang sahabat yang jatuh cambuk kendaraanya, ia tidak minta bantuan orang lain untuk mengambilnya, kecauli dia sendiri yang mengambilnya."
Sumber: NU Online
Terpopuler
1
Saat Kata Menjadi Senjata: Renungan Komunikasi atas Ucapan Gus Miftah
2
Susunan Kepanitiaan Kongres JATMAN 2024: Ali Masykur Musa Ditunjuk sebagai Ketua Pelaksana
3
Kerja Sama NU dan ATR/BPN Percepat Sertifikasi Tanah Wakaf di Jawa Barat
4
Sungai Cikaso Meluap Akibat Tingginya Intensitas Hujan, Ratusan Rumah Terendam hingga Sejumlah Kendaraan Terbawa Arus
5
Khutbah Jumat: Cemas Amal Ibadah Tidak Diterima
6
NU Depok Peduli Kembali Bergerak, Siapkan Bantuan untuk Korban Bencana Alam
Terkini
Lihat Semua