Hikmah KOLOM BUYA HUSEIN

Fiqih Kebahagiaan

Sabtu, 16 Desember 2023 | 10:00 WIB

Fiqih Kebahagiaan

Fiqih Kebahagiaan

Melihat Kiai Ulil bicara tentang Fikih Peradaban di Banjar, Tasik, aku ingat peristiwa bersejarah. Hasil Bahtsul Masail dalam Musyawarah Nasional (Munas) Alim Ulama dan Konferensi Nahdlatul Ulama (NU) di Pondok Pesantren Miftahul Huda Al Azhar Citangkolo, Kota Banjar, Jawa Barat. 27.02.2019 menetapkan : "warga non-Muslim tidak tidak boleh disebut kafir". 


Nah aku ingat. Dalam acara Pra Munas tersebut aku diminta bicara tentang Fikih Kebahagiaan, bersama Kiai Ulil Absar Abdallah. 


Dalam forum itu aku mengatakan:


Mungkin tidak ada kosa kata di dunia ini yang maknanya paling sulit didefinisikan selain kata Kebahagiaan. Apakah kebahagiaan itu? Setiap orang niscaya akan menjawab berbeda۔beda, sesuai dengan apa yang dirasakan sebagai kenikmatan atau kesenangan.


Ada sebuah dialog yang menarik antara Socrates (S) dengan muridnya Plato (P) tentang kebahagiaan.


P : Apakah yang membuat anda merasa bahagia?. 
S : "menemukan kebijaksanaan".  
P : Kapankah aku memeroleh kebijaksanaan itu ?. 
S : "jika pujian orang terhadapmu tak membuatmu gembira dan cacian orang terhadapmu tak membuatmu bersedih hati". 
P: Bagaimana aku akan bisa menemukannya?. 
S : "jika kamu punya empat telinga, dua telingamu untuk mendengarkan ilmu pengetahuan yang mendalam/ kebijaksanaan dan dua telingamu yang lain untuk menyimpan celoteh yang tak jelas (buruk) orang-orang yang tak paham (al-Juhhal٘-bodoh).".


Lalu aku juga menyampaikan pandangan  Budha Gautama: 


"Faktor utama yang membuat orang awet sehat dan bahagia adalah tidak menangisi masa lalu, tidak mencemaskan hari esok, menyusuri perjalanan hidup hari-harinya dengan selalu belajar untuk menjadi bijak dan selalu berfikir positif".


KH Husein Muhammad, salah seorang Mustasyar PBNU