• logo nu online
Home Nasional Warta Sejarah Khutbah Taushiyah Kuluwung Ubudiyah Daerah Keislaman Syariah Obituari Risalah Doa Tokoh Tauhid Profil Hikmah Opini Wawancara PWNU Ngalogat Ekonomi Lainnya
Rabu, 24 April 2024

Hikmah

KOLOM BUYA HUSEIN

Dua Sufi Besar Saling Menghormati

Dua Sufi Besar Saling Menghormati
Dua Sufi Besar Saling Menghormati. (Ilustrasi: NUO).
Dua Sufi Besar Saling Menghormati. (Ilustrasi: NUO).

Syeikh Shadr al-Din al-Qunawi (w. 674  H), adalah tokoh besar dalam dunia tasawuf. Ia murid utama sekaligus anak tiri al-Syeikh al-Akbar (guru terbesar): Muhyiddin Ibn Arabi. Dialah salah satu tokoh penting yang menyebarkan ajaran-ajaran Ibn Arabi. Ia seangkatan dengan Maulana Jalal al-Din Rumi. Pada mulanya dia tidak menyukai Maulana Jalal al-Din Rumi.


Tetapi pada akhirnya menjadi sahabat yang baik. Keduanya saling belajar dan menghormati, dan keduanya menjadi sumber rujukan para ulama dalam dunia sufisme. 


Ada cerita menarik tentang persahabatan dua sufi besar ini. Suatu hari, Syeikh Shadr al-Din al-Qunawi memberikan pengajian di hadapan para ulama besar di rumahnya. Tiba-tiba Maulana Rumi datang. Syeikh al-Qunawi berdiri menyambutnya. Para ulama lain mengikutinya. Maulana kemudian duduk di pojok paling belakang. Ia tidak mau melangkahi, dan mengambil tempat kosong di tengah-tengah para ulama itu.


Syeikh al Qunawi menggelarkan sajadah untuk Maulana dan meminta dengan sungguh-sungguh agar Maulana mau duduk di atas sajadah itu.


Maulana menjawab : “Tidak. Aku tidak patut duduk di atas sajadah itu. Bagaimana aku harus menjawab peristiwa ini di hadapan Allah kelak”. “Jika begitu, duduklah di atasnya bersamaku, engkau di separuh sajadah ini dan aku separuh yang lain”. Maulana tetap menolak.


Syeikh Qunawai menjawab : “Jika sajadah ini tidak patut diduduki Maulana, maka ia juga tidak patut aku duduki”. Syeikh Qunawi lalu melipat sajadah itu dan meletakkkannya di tempat lain.


Ada lagi cerita menarik tentang persahabatan dua orang besar ini. Abd al-Rahman al-Jami menceritakan: “Suatu hari Jama’ah shalat meminta Maulana menjadi Imam di sebuah masjid. Maulana menolak, karena ia tahu di situ ada Syeikh al-Qunawi. Maulana mengatakan : ”Kita para “abdal” (para santri) duduk di tempat kita sampai dan berdiri di situ. Yang patut menjadi Imam Shalat adalah sang sufi mumpuni, sambil tangannya menunjuk Syeikh Qunawi”.


Keduanya saling mengajukan yang lain untuk menjadi Imam. Akhirnya al-Syeikh berdiri di depan, menjadi Imam. Maulana mengatakan kepada para jama’ah : “Man Shalla Khalfa Imam Taqiyy fa Ka Annama Shalla Khalfa Nabiyyin” (Siapa yang shalat di belakang seorang Imam yang amat saleh, maka dia seperti shalat di belakang Nabi).


Manakala Maulana menjelang pulang, Husam al-Din, murid utama Maulana, bertanya kepada Maulana : “Siapakah yang akan memimpin shalat Jenazahmu, kelak?”. Maulana menjawab : “Syeikh Shadr al-Din”.


KH Husein Muhammad, salah seorang Mustasyar PBNU


Hikmah Terbaru