Hikmah KOLOM NADIRSYAH HOSEN

Cahaya Al-Qur’an untuk Semua: Jalur Kasih Sayang Ilahi

Selasa, 14 Januari 2025 | 07:00 WIB

Cahaya Al-Qur’an untuk Semua: Jalur Kasih Sayang Ilahi

Al-Qur'an. (Ilustrasi: NU Online).

Ada pertanyaan yang kerap datang dalam ruang-ruang kehidupan, menggugah hati yang mencari makna: “Apakah mungkin seseorang yang hidupnya serba biasa bisa terkoneksi dengan kandungan dan makna Al-Qur’an?” Sebuah pertanyaan yang sederhana, namun menggugah hati.


Pertanyaan itu seolah menakar siapa yang layak menerima pancaran cahaya Al-Qur’an. Apakah hanya mereka yang berilmu tinggi, yang fasih berbahasa Arab, yang memahami kaidah tafsir, atau mereka yang memiliki keagungan dalam amal dan prestasi? Ataukah Al-Qur’an juga hadir bagi mereka yang hidupnya biasa saja, yang menjalani rutinitas sehari-hari tanpa gelar, tanpa sorotan, tanpa pujian?


Jawabannya gemilang dalam kesederhanaannya: Tentu saja, cahaya Al-Qur’an tidak pernah pilih kasih.


Al-Qur’an: Cahaya yang Menyapa Semua Hamba


Bukankah Al-Qur’an sendiri telah menyebut dirinya sebagai “Hudan linnaas”, petunjuk bagi seluruh manusia? Ia adalah lentera yang menerangi segala penjuru semesta, tanpa membedakan siapa yang memegangnya. Ia menyapa hati manusia dengan bahasa yang lebih dalam daripada sekadar lafaz: bahasa kasih sayang Ilahi, bahasa rahmat yang melingkupi segala sesuatu.


Dalam kitab-Nya, Allah tidak hanya berbicara kepada para nabi atau ulama. Ia juga berbicara kepada petani yang menanam benih, pedagang yang menimbang dagangan, dan ibu rumah tangga yang mendidik anak-anaknya. Firman-Nya mengalir dalam setiap sudut kehidupan, menembus hati yang terbuka, tanpa peduli gelar atau status.


Jalur Kasih Sayang Allah: Melampaui Pengetahuan


Mereka yang berilmu mungkin memahami kedalaman ayat-ayat Al-Qur’an melalui studi dan kajian. Namun, ada jalur lain yang tak kalah indah, jalur kasih sayang Allah. Jalur ini tidak membutuhkan pengetahuan formal, tetapi keikhlasan hati. Allah Maha Penyayang, dan kasih sayang-Nya melampaui batas logika manusia.


Seseorang yang hidupnya sederhana, yang mungkin tidak pernah memahami kaidah tafsir atau kosa kata Arab, tetap bisa merasakan sentuhan Al-Qur’an. Ketika ia membaca atau mendengar firman-Nya, hatinya bisa tersentuh. Firman Allah menyapa dalam bentuk ketenangan jiwa, air mata yang mengalir, atau semangat untuk berbuat baik.


Bukankah Rasulullah SAW pernah bersabda:


“Sebaik-baik kalian adalah yang belajar Al-Qur’an dan mengajarkannya.”


Namun, belajar Al-Qur’an bukan hanya soal mempelajari huruf dan maknanya, tetapi juga menyerap nilai-nilainya. Belajar Al-Qur’an bisa dimulai dari kerinduan untuk dekat dengan Allah, meski melalui langkah-langkah kecil.


Cahaya yang Merasuk dalam Kesederhanaan


Bayangkan seseorang yang bekerja sebagai tukang sapu di jalanan. Dalam keterbatasannya, ia mendengar lantunan ayat Al-Qur’an dari sebuah masjid. Hatinya tergerak, ia berhenti sejenak, mengangkat sapunya, dan berdoa dalam hati:


“Ya Allah, aku tidak tahu arti ayat ini, tetapi aku yakin firman-Mu indah. Dekatkanlah aku dengan-Mu melalui apa pun yang Engkau kehendaki.”


Doa itu adalah jalur kasih sayang. Dalam keikhlasannya, Allah bisa menurunkan hidayah yang tak disangka-sangka.


Atau bayangkan seorang ibu rumah tangga yang setiap hari sibuk memasak dan mengurus anak-anaknya. Saat mendengar anak-anaknya membaca Al-Fatihah, ia merasa hatinya tenang. Itu adalah momen ketika Al-Qur’an berbicara kepadanya, meski ia tidak memahaminya secara ilmiah.


Al-Qur’an: Lentera di Dalam Hati


Al-Qur’an tidak hanya berbicara dengan kata-kata, tetapi juga melalui kehidupan. Bagi sebagian orang, ia adalah cahaya yang memberi arti pada perjuangan mereka. Ketika seorang petani menanam benih dengan harapan, ia sebenarnya sedang menghidupkan makna ayat:


“Dan apakah kamu tidak memperhatikan bagaimana Allah menurunkan air dari langit, lalu dengannya Kami keluarkan buah-buahan yang beraneka macam warnanya?” (QS. Fathir: 27).


Bagi seorang ayah yang bekerja keras untuk keluarganya, Al-Qur’an mengingatkan:


“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu kebahagiaan negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bagianmu di dunia.” (QS. Al-Qashash: 77).


Bagi seorang ibu yang mendidik anak-anaknya, ia menghidupkan pesan Al-Qur’an:


“Wahai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka.” (QS. At-Tahrim: 6)


Pesan untuk Mereka yang Merasa Biasa


Jangan pernah merasa bahwa kehidupan yang biasa menghalangi cahaya Al-Qur’an masuk ke dalam hatimu. Sebab, Allah tidak memandang status, tetapi niat dan usaha.


Ketika engkau membaca Al-Qur’an meski terbata-bata, Allah mencatatnya sebagai kebaikan.
Ketika engkau mendengar Al-Qur’an dan merasakan damai, Allah sedang menurunkan rahmat.
Ketika engkau mengamalkan nilai-nilai Al-Qur’an meski tanpa menyadarinya, Allah sedang menuliskan pahala bagimu.


Penutup: Al-Qur’an untuk Setiap Hati


Al-Qur’an adalah surat cinta Allah kepada seluruh makhluk-Nya. Cahaya-Nya tidak pernah memilih-milih, tetapi hanya membutuhkan hati yang terbuka untuk menerima. Seseorang tidak perlu menjadi ulama atau ilmuwan untuk merasakan keindahannya. Ia hanya perlu hadir dengan niat tulus, karena di situlah Allah membuka jalan kasih sayang-Nya.


Dalam kesibukan, dalam kesederhanaan, bahkan dalam keterbatasan, Al-Qur’an selalu bisa ditemukan. Maka, jangan pernah merasa terlalu kecil untuk menerima cahaya-Nya, karena kasih sayang Allah meliputi seluruh hamba-Nya, tanpa kecuali.


KH Nadirsyah Hosen, Dosen di Melbourne Law School, the University of Melbourne Australia