• logo nu online
Home Nasional Warta Sejarah Khutbah Taushiyah Kuluwung Ubudiyah Daerah Keislaman Syariah Obituari Risalah Doa Tokoh Tauhid Profil Hikmah Opini Wawancara PWNU Ngalogat Ekonomi Lainnya
Kamis, 25 April 2024

Syariah

Memahami Al-Qur'an dan As-Sunnah Melalui Rumus Algoritmanya

Memahami Al-Qur'an dan As-Sunnah Melalui Rumus Algoritmanya
(Ilustrasi: NUO).
(Ilustrasi: NUO).

Ada dua rujukan hukum tertinggi dalam agama Islam, yaitu Al-Qur'an dan As-Sunnah (Hadits Nabi). Namun demikian, untuk memahami isi Al Qur'an dan As-Sunnah nampak nya kita tidak bisa serampangan, apalagi dengan terjemahan.


Karena itulah, agar generasi muta'akhirin(umat akhir zaman) tidak salah kaprah memahami kandungan dalam Al-Quran dan Al Hadits, ulama salafus shalih dengan ilmunya yang luas memberi penafsiran (penjelasan) ayat ayat Al-Quran dan Al Hadits. Misalnya Al-Qur'an, mulai dari kelompok ulama mufasir bil ma'tsur (tafsir berdasarkan riwayat) dan juga kelompok ulama mufasir bil ar-ra'yi (tafsir berdasarkan ijtihad).


Apa tafsir hadits juga ada? Ya sudah barang tentu ada, namun dengan ketawadhuan ulama salaf as-shalih dinamai syarah, bukan tafsir. Misalnya syarah Shahih Bukhari salah satu yang fenomenal bernama Fathul Baari, karya Ibn Hajar Al asqalani. Juga Shahih Muslim, salah satu kitab syarah nya adalah Al Minhaj Fisyarhil Sahih Muslim ibn Al hijaj karya Imam Nawawi.


Semua yang saya sampaikan ini, adalah bukti bahwa, belajar ilmu agama itu tidak bisa serampangan begitu saja, perlu ada ilmu yang menjadi perangkat pendukung metode dan rumusan yang memang harus dikuasai oleh para pencari mutiara Al Qur'an dan As sunnah. Saya ambil sebagian contoh perangkat ilmu pendukung.
 

  • Ilmu Alat ; 1. Nahwu 2. Sharraf 3. Manthiq 4. Balaghah 5. Badi’ dll.
  • Ilmu Tafsir; 1. Ibnu Katsir 2. Attobari 3. Al-Jalalain 4. Khazin 5. Ibnu Abbas dll.
  • Mustholah dan Syarah Hadits; 1. Al-Minhaj Syarah Sohih Muslim 2. Fathul Bari Syarah Shohih Bukhari 3. Al-Mustadrak 4. Syarah Ibnu Majah 5. Syarah At-Turmudzi dll.
  • Kitab Rijal; seperti, Kanzul Umal, Taqributtahdzib, Tahdzibuttahdzib, Tahdzibul Kamal, Mizanul I’tidal, Kitabul Asanid dll.
  • Kitab Tarikh; seperti; Tarikh Damsyiq, Tarikh Iraq, Tarikh Mishr dll.


Itu baru sebagian. Hal tersebut pun bukan hanya ada dalam kitab induk saja, dalam kitab kitab tertentu juga, ada rumus Algoritma yang harus kita hafalkan. Saya contohkan, kitab Bughyatul Mustarsyidin karya Al allamah Sayyid `Abdur Rahman bin Muhammad bin Husain bin `Umar al-Masyhur. kitab ini merupakan ringkasan dari kumpulan fatwa para ulama’ Fiqih Syafi'iyyah.


Maka, untuk memudahkan identifikasi fatwa masing-masing imam yang ditulis dalam kitab ini, Sayyid Abdurrahman membuat rumus Algoritma yang mewakili para ulama tersebut. Berikut adalah rumus tersebut;
 

 
  • Imam Abdullah Bafaqih, ditulis ب,
  • Imam Abdullah bin Yahya, ditulis ي ,
  • Imam Alawy bin Tsaqaf bin Muhammad al-Jafri, ditulis ج ,
  • Imam Muhammad bin Abi Bakar al-Asykhari al- Yamani, ditulis ش ,
  • Imam Muhammad bin Sulaiman al-Kurdi al-Madany, ditulis ك.


Di samping itu, Sayyid Abdurrahman juga menuliskan فائدة (faidah) untuk menunjukkan bahawa fatwa yang dikeluarkan mempunyai beberapa faidah yang sangat baik nuntuk diketahui khalayak. 


Masih dalam kitab itu juga, ada tambahan catatan-catatan lain dalam sistematika penulisan kitabnya, misal ;


Jika dalam suatu masalah terdapat dua ulama atau lebih yang menyepakatinya maka ia tuliskan satu persatu siapa saja ulama’ yang menyepakati, sesuai dengan simbolnya masing-masing. Sedangkan jika ada salah satu ulama yang menambahkan pemahaman lain atau sedikit berbeda, maka, ia menuliskannya dengan kata  كذا فلان زاد atau كذلك خالف


Jika dalam suatu masalah terdapat qayyid (kaitan) atau khilaf (perbedaan), sedangkan imam yang memberi fatwa belum menyebutkannya, maka ia menambahkan simbol اھـ di akhir kalimat, lalu ia tambahkan keterangan qayyid atau khilaf dari tersebut dengan sebelumnya menyebut kata قلت agar pembaca mengetahui dari mana keterangan tambahan tersebut bermula.


Itulah gambaran rumitnya mencari dan memahami Ilmu Agama dengan secara utuh dan pasti. Tidak bisa, hanya karena sudah baca Hadits dengan terjemahnya dan baca Al Qur'an dengan terjemahnya tiba tiba memberi kesimpulan sendiri. Fatal ini namanya.


Jauh jauh hari, baginda Rasul sudah memberi ancama untuk orang seperti itu.


ﻣَﻦْ ﻓَﺴَّﺮَ ﺍْﻟﻘُﺮْﺁﻥَ ﺑِﺮَﺃْﻳِﻪِ ﻓَﻠْﻴَﺘَﺒَﻮَّﺃْ
ﻣَﻘْﻌَﺪَﻩُ ﻣِﻦَ ﺍﻟﻨَّﺎﺭ


“Barang Siapa yang menafsirkan Al Qur’an dengan menggunakan pendapatnya sendiri maka hendaknya dia menempati tempat duduknya dari api neraka” (HR. Ahmad, At Tirmidzi dan Ibnu Abi Syaibah) 


​​​​​​​Terkahir saya berpesan kepada pembaca yang budiman, ilmu itu tolak ukur kita beragama, jika ilmu yang kita temukan yang kita dapat dan yang kita amalkan dari orang yang benar, makan benar pula lah agama kita. Namu jika sebaliknya ? wallahu a'lam (hanya tuhan yang tahu).


 إِنَّ هَذَا الْعِلْمَ دِينٌ ، فَانْظُرُوا عَمَّنْ تَأْخُذُونَ دِينَكُمْ


“Sesungguhnya agama (Islam) ini adalah ilmu, maka perhatikanlah darimana kalian mengambil (ilmu) agama kalian.”[Abu Abdillah Muhammad bin Sa’id bin Ruslan Fadhlul ‘Ilmi Wa Adaabu Tholabihi Wa Thuruqu Tahshiilihi Wa Jam’ihi, hal.128]. Wallahu a'lam bil muradihi


Ilham Abdul Jabar, Penulis adalah Guru Kelas Mahasiswa Pondok Pesantren Al Hikmah Mugarsari


Syariah Terbaru