• logo nu online
Home Nasional Warta Sejarah Khutbah Taushiyah Kuluwung Ubudiyah Daerah Keislaman Syariah Obituari Risalah Doa Tokoh Tauhid Profil Hikmah Opini Wawancara PWNU Ngalogat Ekonomi Lainnya
Kamis, 25 April 2024

Hikmah

Kolom Buya Husein

Ambisi dan Politik Pencitraan

Ambisi dan Politik Pencitraan
(Ilustrasi: NUO).
(Ilustrasi: NUO).

Oleh: KH Husein Muhammad
Ibnu Athaillah menulis indah

 

إِدْفِنْ وُجُوْدَكَ فِى أَرْضِ الْخُمُوْلِ
فَمَا نَبَتَ مِمَّالَمْ يُدْفَنْ لَا يَتِمُّ نَتَائِجُهُ

 

Simpanlah eksistensimu
Di bawah tanah yang tak dikenal
Sebab sesuatu yang tumbuh
dari biji yang tak ditanam
tak berbuah matang

(Ibnu Athaillah Assakandari)

 

Dr. Zaki Mubarak, sarjana Tasawuf terkemuka dari Mesir, mengomentari puisi di atas :

 

“Syair Idfin itu amat memukau. Ia begitu indah. Aku tak pernah menemukan yang sepertinya di tempat lain. Di dalamnya tersimpan gejolak spiritualisme yang amat kuat. Sang penulis, agaknya, menemukan maknanya ketika ia melakukan permenungan dalam sunyi, bening dan dalam situasi ekstasi, lalu merasuki jiwanya, maka ia menjadi kata-kata indah nan abadi, sepanjang zaman”. (Zaky Mubarak, Al-Tashawwuf al-Islami fi al-Adab wa al-Akhlaq, hlm. 108).

 

Puisi tersebut bicara soal perlunya menjauhkan hasrat dan ambisi akan popularitas, kemasyhuran diri dan politik pencitraan. Arti puisi itu kira-kira begini : “Simpanlah hasratmu akan popularitas dan puja-puji, karena hasrat yang demikian tak akan membuat dirimu tumbuh dan berkembang sempurna”.

 

Hasrat akan kemasyhuran akan menyibukkan diri pada urusan-urusan yang tak berguna dan mengabaikan kerja-kerja yang bermanfaat bagi manusia. Cinta pada kemasyhuran mendorong orang untuk mengurusi dirinya sendiri dan tak peduli pada orang lain. Hasrat ini mungkin sekarang popular disebut “politik pencitraan”.

 

Sumber: IG Husein Muhammad


Hikmah Terbaru