Daerah

Hasni Furaidah: Guru Perempuan Harus Menguasai Teknologi

Kamis, 26 November 2020 | 07:00 WIB

Hasni Furaidah: Guru Perempuan Harus Menguasai Teknologi

Ketua PC Fatayat NU Kota Cimahi Hasni Furaidah. (Foto: NU Online Jabar/Ani Nuryanti)

imahi, NU Online Jabar
Sejak terbitnya Keputusan Presiden RI Nomor 78 Tahun 1994, tanggal 25 November diperingati sebagai Hari Guru Nasional. Tantangan yang dihadapi oleh guru saat ini, berbeda dari waktu sebelumnya. Kini guru dihadapkan dengan masa pandemi Covid-19. Pembelajaran dilakukan secara jarak jauh. Jika diklasifikasikan menurut jenis kelamin, dari total 1,4 juta guru SD, hampir satu juta di antaranya adalah perempuan. Pengalaman mengajar yang dihadapi oleh guru perempuan, tentu berbeda dengan guru laki-laki. 

Ketua PC Fatayat Cimahi, Hasni Furaidah, Rabu (25/11),  membagi pandangannya mengenai kesejahteraan dan kemampuan guru perempuan, khususnya dalam masa pandemi. 

Kondisi pendidikan saat ini, menurutnya, merupakan tantangan bagi semua pihak, baik bagi orang tua sebagai pembimbing belajar di rumah, maupun bagi guru yang setiap harinya harus mempersiapkan bahan ajar. 

“Tantangan ke depan saat mulai pembelajaran tatap muka juga cukup besar, karena anak-anak sudah mulai terbiasa belajar dari rumah.  Secara psikologis, mereka mungkin belum siap,” ujar Hasni. 

Di Cimahi sendiri, menurutnya, kesejahteraan guru sudah mulai diperhatikan. Guru-guru di sekolah negeri mulai diberi bantuan oleh pemerintah daerah. Sementara guru-guru di sekolah swasta, salah satunya Nurul Aulia Cimahi tempat ia bertugas, sudah merancang anggaran untuk sarana prasarana yang nantinya akan berkorelasi dengan tunjangan untuk guru. 

Ia juga menanggapi tingginya jumlah guru perempuan dibandingkan dengan laki-laki. Banyaknya perempuan yang menjadi guru, tidak terlepas dari norma sosial yang menempatkan perempuan sebagai sosok yang keibuan dan bisa mengasuh. Hal itu salah satu kemampuan yang harus dimiliki guru. 

Namun ia menyayangkan, jika perempuan saat ini banyak diarahkan menjadi guru. Gaji guru secara nominal itu kecil. Banyak orang mengarahkan atau menganggap perempuan lebih baik menjadi guru, karena dianggap bukan pencari rejeki yang utama. Jadi dianggap tidak akan masalah jika mempunyai gaji bulanan yang tidak mencukupi.

“Seperti halnya guru laki-laki, saya berharap kesejahteraan guru selalu diperhatikan oleh pemerintah, sesuai dengan kualitas ajar guru tersebut, tanpa melihat gender,” ujarnya.

Salah satu kebijakan pemerintah yang memperhatikan guru perempuan bisa dilihat dari adanya cuti haid dan melahirkan. Sekolah tempatnya mengajar, lanjut Hasni, sudah menerapkan peraturan tersebut dengan memberikan cuti melahirkan, dan memberi keringanan kepada karyawan dan guru perempuan yang sedang dalam masa menyusui.

“Keringanan tersebut berupa pemberian setengah hari kerja selama 3 bulan,” ujar Hasni.

Selain kewajiban sebagai guru seperti menguasai pedagogi, kepribadian dan profesional, menurut Hasni, guru perempuan juga harus bisa mengasah kemampuannya dalam bidang tekhnologi. Apalagi dalam masa pandemi saat ini. 

“Perempuan, khususnya guru dan sebagai ibu, tidak boleh menyerah saat merasa dirinya gaptek. Guru perempuan harus banyak belajar mengenai teknologi. Berusaha mencari segala sesuatu di internet, menggunakan aplikasi yang tersedia,” ajak Hasni. “Khususnya kader fatayat yang masih dalam masa produktif, tidak boleh berhenti belajar dan mengikuti perkembangan zaman, supaya bisa menjadi pribadi yang lebih maju,” tutupnya.

Pewarta: Ani Nuryanti
Editor: Iip Yahya