Raja Teh Kudu Bisa Ngapung, Nerus Bumi, dan Napak Sancang: Filosofi Kepemimpinan yang Harus Dipilih
Senin, 11 November 2024 | 07:28 WIB
Dua tahun terakhir (2023 dan 2024) telah membawa perubahan besar dalam cara kita memandang dan mengkonsumsi informasi, terutama dalam dunia politik. Tak ada sudut yang luput dari pandangan mata kita. Mulai dari dalam rumah, kita disuguhi berbagai alat peraga kampanye (APK), seperti kalender, stiker, bahkan hingga korek api yang bertebaran di sana-sini. Saat keluar rumah, hampir setiap belokan jalan atau tikungan sudut kota dipenuhi spanduk, baliho, dan reklame kandidat calon pemimpin. Bahkan, alat peraga kampanye ini kini merambah dunia digital, lewat layar handphone kita. Setiap hari, calon pemimpin berlomba untuk menarik perhatian publik melalui media sosial, yang menurut survei Katadata Insight Center (KIC), kini menjadi sumber informasi utama bagi sekitar 72% hingga 76% responden lebih banyak dibandingkan dengan media televisi atau berita daring.
Melihat fenomena ini, kita tidak bisa mengabaikan fakta bahwa setiap kandidat pemimpin, baik itu calon Bupati, Gubernur, atau pejabat lainnya, sangat berusaha untuk memperoleh dukungan rakyat. Mereka berlomba menampilkan visi, janji, dan wajah mereka melalui berbagai platform, baik offline maupun online. Namun, di balik hiruk-pikuk kampanye ini, ada sebuah nilai penting yang harus kita renungkan tentang bagaimana seorang pemimpin yang sesungguhnya harus memimpin dan mewujudkan cita-cita masyarakat.
Baca Juga
Anomali Neraca Perdagangan Indonesia
Saya teringat pada perjalanan saya menuju Bandung beberapa waktu yang lalu. Sepanjang perjalanan, dari Singaparna menuju Bandung, saya menyaksikan begitu banyak APK yang dipasang di setiap belokan jalan, dari calon Bupati, Wakil Bupati, hingga Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Barat. APK ini seolah menggambarkan bagaimana para calon pemimpin ingin dikenal oleh masyarakat, ingin meraih perhatian mereka. Namun, di balik sekumpulan APK itu, saya teringat pada suatu falsafah Sunda yang sangat bijaksana, yang bisa menjadi panduan bagi kita dalam memilih pemimpin yang tidak hanya pandai berjanji, tetapi juga memiliki kualitas sejati sebagai pemimpin. Siapa yang akan menjadi Raja Sunda, pemimpin tatar sunda disetiap daerahnya? Calon mana yang akan kita jadikan untuk daerah kita?. Falsafah tersebut dikenal dengan nama Tritangtu.
Tritangtu adalah konsep kepemimpinan dalam budaya Sunda yang sangat dalam dan penuh makna. Tritangtu terdiri dari tiga elemen yang harus saling berkolaborasi: Ratu (Pemimpin), Resi (Ulama), dan Rama (Peradaban atau Rakyat). Ketiga elemen ini memiliki peran penting dalam menciptakan kepemimpinan yang berkeadilan, penuh kebijaksanaan, dan mampu membawa masyarakat menuju kemakmuran.
Ratu: Pemimpin dengan Cita-cita Tinggi
Pertama-tama, kita memiliki Ratu, yang mewakili seorang pemimpin yang harus memiliki cita-cita tinggi dan visi yang jelas untuk kemakmuran rakyat. Ratu adalah simbol dari seorang pemimpin yang mampu melihat jauh ke depan, merencanakan masa depan yang lebih baik, dan bekerja keras untuk mewujudkan visi tersebut. Dalam pepatah Sunda, kita sering mendengar ungkapan "Raja teh kudu bisa ngapung", yang berarti seorang pemimpin harus memiliki kemampuan untuk memandang jauh ke depan, bahkan hingga melampaui batas pandangannya sendiri.
Visi ini harus menjadi landasan utama seorang pemimpin, bukan hanya untuk memenangkan pemilu atau mendapatkan jabatan, tetapi untuk membawa rakyat kepada kehidupan yang lebih baik, adil, dan sejahtera. Pemimpin seperti ini akan fokus pada pembangunan jangka panjang yang berkelanjutan, bukan sekadar pencapaian sesaat.
Resi: Pemimpin yang Bijaksana dan Empati
Selanjutnya, kita memiliki Resi, yang menggambarkan sosok seorang pemimpin yang bijaksana dan mampu menyelami perasaan dan kebutuhan rakyatnya. Seorang Resi adalah pemimpin yang tidak hanya mendengarkan, tetapi juga merasakan apa yang dirasakan oleh rakyatnya. Dalam pepatah Sunda, ada ungkapan "raja teh kudu bisa nerus bumi", yang menunjukkan pentingnya empati dalam kepemimpinan. Pemimpin yang bijaksana akan selalu berpihak pada kepentingan rakyatnya, memahami kebutuhan mereka, dan memberikan solusi yang sesuai dengan kondisi yang ada.
Seorang pemimpin yang memiliki sifat Resi akan selalu mendekatkan diri kepada rakyatnya, menjalin komunikasi yang baik, dan memastikan bahwa setiap keputusan yang diambil memperhatikan kesejahteraan rakyat, bukan hanya kelompok tertentu atau kepentingan sesaat.
Rama: Pemimpin yang Mengayomi dan Menjaga Peradaban
Akhirnya, kita memiliki Rama, yang menggambarkan pemimpin yang mampu menjaga tatanan sosial dan peradaban dalam masyarakat. Seorang Rama adalah pemimpin yang tidak hanya memikirkan kemakmuran ekonomi, tetapi juga kesejahteraan sosial, moralitas, dan keadilan bagi semua lapisan masyarakat. Dalam pepatah Sunda, "raja teh kudu bisa napak sancang", seorang pemimpin harus mampu menjaga keharmonisan dan menyeimbangkan berbagai kepentingan dalam masyarakat.
Pemimpin yang memiliki kualitas Rama tidak akan membedakan rakyat berdasarkan suku, agama, atau latar belakang. Mereka akan mengayomi setiap individu, tanpa memandang status sosial atau kekayaan. Pemimpin seperti ini memastikan bahwa tidak ada yang tertinggal dalam perjalanan pembangunan dan setiap suara rakyat didengar.
Menghubungkannya dengan Realitas Politik Saat Ini
Kembali ke kenyataan politik kita saat ini, di mana calon-calon pemimpin berlomba-lomba untuk mendapatkan perhatian melalui APK yang tersebar di seluruh penjuru kota dan dunia maya, konsep Tritangtu memberikan kita pedoman penting dalam memilih pemimpin yang sesungguhnya. Kampanye yang menggempur media sosial dan berbagai saluran komunikasi hanya salah satu bagian dari gambaran yang lebih besar. Namun, kualitas kepemimpinan yang sebenarnya seperti yang diajarkan dalam konsep Tritangtu—harus menjadi tolok ukur utama bagi pemilih.
Seorang pemimpin yang ideal adalah mereka yang memiliki Ratu dalam dirinya, yang memiliki cita-cita besar untuk kemakmuran rakyat. Mereka harus memiliki Resi, yaitu kebijaksanaan dan empati yang mendalam untuk memahami dan menyelami kebutuhan rakyatnya. Dan yang tak kalah penting, mereka harus memiliki Rama, yaitu kemampuan untuk menjaga tatanan sosial yang adil dan mengayomi seluruh lapisan masyarakat.
Seperti pepatah Sunda yang mengatakan "raja teh kudu bisa ngapung, raja teh kudu bisa nerus bumi, raja teh kudu bisa napak sancang", seorang pemimpin sejati adalah yang mampu membawa rakyatnya terbang tinggi dengan cita-cita besar, menyelami dan memahami hati rakyat, serta mengayomi dan menjaga kesejahteraan mereka tanpa terkecuali.
Dengan demikian, dalam memilih calon pemimpin di tengah hiruk-pikuk kampanye politik ini, mari kita tetap mengingat nilai-nilai luhur dalam budaya kita dan dalam ajaran agama kita, sehingga pemimpin yang terpilih adalah mereka yang mampu memimpin dengan hati, dengan kebijaksanaan, dan dengan keadilan untuk seluruh rakyat. Sebagai penutup, mohon maaf jika ada rasa diksi dan pemaknaan yang kurang tepat silahkan bisa dikomentar.
Ahmad Arip Puad Rifai, Sekretaris GP Ansor Kabupaten Tasikmalaya