
Presiden RI dan Wapres Ri 2024-2029, Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka. (Foto: NU Online).
Eko Setiobudi
Kolomnis
Setelah resmi dilakukan pelantikan oleh MPR RI, Prabowo-Gibran secara resmi menyandang jabatan baru yakni Presiden dan Wakil Presiden RI periode 2024-2029. Pengumuman para pembantunya pun dilakukan kemudian. Sejumlah nama lama dalam Kabinet Presiden Jokowi-Amin kembali menduduki jabatan Menteri dalam Kabinet Prabowo-Gibran. Tak terkecuali adalah di bidang ekonomi. Sebut saja Airlangga Hartarto, Sri Mulyani, Sauhasil Nazara, Bahlil Lahadalia, Agus Gumiwang, Erick Tohir dan masih banyak yang lainnya.
Ke depan, di bawah tim ekonomi Prabowo-Gibran, tantangan ekonomi Indonesia dipastikan akan cukup berat. Ketidakpastian global, perubahan perilaku ekonomi, kondisi perang yang belum ada tanda-tanda mereda baik antara Rusia-Ukraina, maupun konflik Timur Tengah, perubahan teknologi dengan dominasi kecerdasan buatan (AI), dan lain sebagainya.
Sebagai sebuah pijakan, untuk melihat tantangan ekonomi Indonesia ke depan, kitab isa melihatnya dari sisi asumsi APBN 2025 sebagai pijakan fiskal dan moneter yang menjadi frame kebijakan pemerintah di bidang ekonomi.
APBN 2025, menargetkan angka pertumbuhan ekonomi sebesar 5,2%, inflasi diperkirakan sebesar 2,5%, nilai tukar rupiah sebesar Rp16.000/USD dan suku bunga SBN 10 tahun sebesar 7,0%. tingkat pengangguran terbuka sebesar 4,5-5,0%, tingkat kemiskinan 7,0-8,0%, tingkat kemiskinan ekstrem 0%, Gini Rasio 0,379-0,382, dan Indeks Modal Manusia 0,56. Sementara, Indikator Pembangunan berupa Nilai Tukar Petani ditargetkan sebesar 115-120 serta Nilai Tukar Nelayan sebesar 105-108.
Spirit asumsi APBN 2025 antara lain dengan menjaga daya beli masyarakat, meningkatkan pendapatan masyarakat, menciptakan lapangan kerja, meningkatkan kualitas belanja pemerintah, memperkuat dan memperluas hilirisasi, memperdalam insentif fiskal untuk mendorong investasi, serta mempercepat transformasi ekonomi untuk produktivitas, daya saing, dan penguatan industri strategis nasional.
Asumsi-asumsi APBN 2025 tersebut, memiliki tantangan jangka pendek bagi pemerintah khususnya tim ekonomi, yang harus segera dicarikan solusinya karena dapat berdampak lebih jauh bagi perekonomian nasional. Tantangan jangka pendek tersebut diantaranya adalah (1) deflasi yang terjadi dalam beberapa bulan terakhir, (2) angka PHK yang memiliki trend meningkat, (3) pelemahan nilai tukar rupiah.
Pertama, deflasi. Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan Indonesia mengalami deflasi mulai Mei 2024 dengan angka 0,03 %. Angka ini kemudian turun menjadi 0,08 % di bulan Juni, 0,18 % di Juli, 0,03 % di Agustus, dan 0,12 % di September. Perbandingan dengan bulan sebelumnya, Januari mencatat inflasi sebesar 0,04 %, inflasi 0,37 % pada Februari, 0,52 % pada Maret, dan 0,24 % pada April. Angka deflasi ini menunjukkan kondisi terburuk yang terjadi di Indonesia sejak 1999. Indonesia terakhir kali mengalami deflasi berturut-turut selama pandemi Covid-19. Adapun penyumbang deflasi secara beruntun adalah sektor makanan, minuman, dan tembakau, dimana kelompok ini mencatat deflasi 0,59% per September. Selain itu, BPS mencatat hampir semua provinsi di Indonesia mengalami deflasi. Hanya 14 provinsi yang malah terjadi inflasi secara bulanan.
Baca Juga
Dua Sisi Mata Pisau Kaum Santri
Faktor penyebab deflasi lebih banyak di sebabkan oleh kelas menengah dalam mencari pekerjaan, serta kelas menengah yang mengurangi belanja karena kekhawatiran akan kondisi ekonomi yang memburuk. Hal ini menggambarkan penurunan daya beli masyarakat secara umum. Secara jangka panjang deflasi akan berdampak pada peningkatan pengangguran, peningkatan kemiskinan, serta penurunan angka kesejahteraan masyarakat.
Sebagai salah satu gambaran data mengenai penurunan daya beli masyarakat adalah penurunan angka penjualan sepeda motor sebagaimana yang disampaikan oleh Asosiasi Industri Sepeda Motor Indonesia (AISI), dimana pada periode September 2024, dimana sebesar 528.715 unit. Angka ini menurut 7,8 % jika dibandingkan penjualan bulan Agustus 2024 yakni sebesar 573.886 unit. Penurunan ini sekaligus menjadi angka penjualan terkecil selama 3 bulan terakhir.
Deflasi secara beruntun dalam 5 (lima) bulan terakhir harus menjadi alarm bagi pemerintah baru, di bawah Prabowo-Gibran. Fakta bahwa kontribusi konsumsi sektor rumah tangga terhadap PDB dalam semester pertama tahun 2024 menyumbang sekitar 54,93% terdhadap PDB, maka jika daya beli masyarakat terus menurun ini menjadi ancaman nyata bagi perekonomian nasional. Oleh sebab itu, hal ini harus menjadi perhatian serius pemerintahan baru di bawah Prabowo-Gibran.
Kedua, trend PHK. Menurut data kementerian Ketenagakerjaan RI, jumlah pemutusan hubungan kerja (PHK) sampai dengan Agustus 2024 mencapai 45.969. Dengan daerah tertinggi berturut-turut adalah Jawa Tengah, Banten, dan Jawa Barat, dan umumnya menerpa sektor manufaktur atau industri pengolahan. Bahkan banyak kalangan memprediksi sampai dengan akhir tahun 2024, angka PHK diperkirakan bisa menembus angka 70.000.
Pelemahan ekonomi global, khususnya di Tiongkok dan Amerika Serikat (AS) menjadi alasan kuat adanya PHK yang berdampak pada industri-industri manufaktur di Indonesia, karena dua negara tersebut selama ini masih menjadi primadona bagi ekspor hasil produk industri manufaktur dalam negeri.
Selain itu, membanjirnya produk-produk impor dari Tiongkok dengan harga murah juga menjadi alasan penutupan industri manufaktur dalam negeri. Tingginya biaya ekonomi, mulai dari suku bunga investasi dalam negeri yang cukup tinggi, tingkat upah pekerja yang naik dari tahun ke tahun, biaya logistik yang masih tinggi serta kondisi pelemahan daya beli masyatakat manjadi faktor-faktor dalam negeri yang membuat semakin sulit industri manufaktur untuk bertahan di tengah-tengah membanjirnya barang import. Alhasil penutupan dan PHK menjadi pilihan pahit yang harus dilakukan.
Ketiga, melemahnya nilai tukar rupiah. Bukan rahasia lagi, bahwa nilai tular rupiah terhadap USD pada tahun 2024 ini cukup mengkhawatirkan. Bahkan dalam beberapa bulan angka nilai tukar rupiah terhadap USD menembus diatas Rp 16.000,-.
Jika dilihat data nilai tukar secara bulanan, pelemahan rupiah terparah terjadi pada bulan Maret tahun 2024 yakni sekitar Rp 16.475/USD artinya melemah sebesar 2,56% dan Januari yang melemah sebesar 2,47%. Kondisi ini tentunya sangat mengkhawatirkan karena akan memiliki efek domino yang panjang. Kondisi global dianggap sebagai faktor pemicu pelemahan nilai tukar, mulai dari kondisi perang, kebijakan Bank Sentral AS the Fed yang sedang membuat kebijakan ketat untuk menekan inflasi di AS, serta pelemahan ekonomi global yang juga dianggap sebagai biang keladi melemahnya rupiah terhadap USD.
Secara dalam negeri, masih tingginya impor khususnya produk bahan pangan dasar juga berkontribusi terhadap pelemahan nilai tukar. Sebut saja beragam kebutuhan pangan dasar yang sampai saat ini masih impor, mulai dari impor beras, garam, gula, daging, bawang dan lain sebagainya.
Tiga tantangan tersebut diatas harus segera dicarikan solusi oleh tim ekonomi pemerintahan Prabowo-Gibran. Asumsi-asumsi yang ada dalam APBN 2025 memang cukup baik dan menjanjikan, namum fakta di lapangan bisa jadi berubah dan bergerak dinamis. Mitigasi resiko ekonomi harus segera dilakukan untuk meminimalisir resiko dan dampak yang lebih besar. Kondisi perekonomian global memang sedang tidak baik-baik saja, namun itu tidak cukup untuk menjadi alasan bahwa masalah ekonomi dalam negeri tidak diatasi.
Menggunakan instrumen fiscal melalui kebijakan alokasi APBN tentu menjadi pilihan utama untuk menyelesaikan masalah-masalah tersebut diatas. Baik dalam funsgi fiscal sebagai jaring pengaman sosial, maupun sebagai proporsi keadilan melalui subsidi dan keberlanjutan pembangunan. Hal ini juga sejalan dengan teori fiscal policy Bent Hansen, dimana model ekonomi makro yang didasarkan dan ditempatkan pada optimalisasi dan untuk menganalisis bagaimana kebijakan fiscal dapat digunakan untuk mengamankan lapangan kerja, menjaga nilai tukar serta membantu focus pada kebijakan ekonomi yang berkelanjutan.
Kebijakan hilirisasi yang digalakkan oleh pemerintahan Jokowi layak untuk dilanjutkan. Namun yang tidak kalah penting untuk jangka pendek adalah peran serta aktif pemerintah untuk mendorong investasi berkualitas pada sektor padat karya. Ini penting, untuk menjaga daya beli, penjaga pendapatan, mengurangi angka pengangguran. Serta fokus kebijakan fiskal dengan dukungan anggaran besar dalam APBN pada sektor pertanian, perkebunan, perikanan dan kelautan, yang nyata-nyata memiliki sejarah “emas” pada masa lalu, dimana sektor ini mampu menjadi penopang utama kesejahteraan masyarakat.
Dan melalui tim ekonomi dalam pemerintahan Prabowo-Gibran sudah selayaknya, sector tersebut kembali dijadikan focus dan perhatian utama. Pasalnya sumber daya dalam sektor ini masih cukup besar dan belum tergarap secara optimal, jika dibandingkan dengan sector migas dan pertambangan. Dan fokus pada sektor pertanian, perkebunan, perikanan dan kelautan, dalam jangka pendek, dapat berkontribusi mengurangi impor produk pangan, yang tentunya akan berdampak pada nilai tukar, pengurangan pengangguran dan menjaga daya beli masyarakat.
Terakhir, yang tidak kalah penting, ditengah penurunan daya beli dan pendapatan masyarakat, pemerintah perlu berhati-hati dalam mengambil kebijakan yang berdampak secara langsung dengan konsumsi rumah tangga. Kajian secara mendalam, studi banding, studi komparatif dan sosialisasi perlu ditekankan sebelum kebijakan tersebut diambil. Contoh kebijakan ini seperti kenaikan harga pertalite, kenaikan TDL dan rencana kenaikan PPN menjadi 12 %.
Dr Eko Setiobudi, SE, ME, Dosen Ekonomi yang juga Ketua Tanfidziyah Ranting NU Desa Limusnunggal, Kecamatan Cileungsi, Kabupaten Bogor.
Terpopuler
1
Pelunasan Haji Khusus 2025 Memasuki Hari Keempat, Kuota Terisi Hampir 50%, Masih Dibuka hingga 7 Februari
2
LAZISNU Depok Resmi Jadi Percontohan dalam Program Koin Digital NU
3
3 Peristiwa Penting di Bulan Syaban, Bulan Pengampunan dan Rekapitulasi Amal
4
IPNU-IPPNU Kabupaten Tasikmalaya Gelar Diklat Aswaja, Perkuat Pemahaman Keaswajaan Pelajar NU
5
Hasil Bahtsul Masail Kubro Putri se-Jabar di Pesantren Sunanulhuda 2025 terkait Hukum Sungkem dan Mushofahah kepada Guru, Download di Sini
6
Menjaga Warisan Gus Dur: Alisa Wahid dan Tantangan Toleransi di Indonesia
Terkini
Lihat Semua