A Deni Muharamdani
Kontributor
Sebagaimana disebutkan dalam Shohihain, Rasulullah begitu serius menyiapkan ibadah di 10 malam terakhir di bulan Ramadhan, beliau mengencangkan baju, membangunkan keluarga, beri'tikaf, salah satunya guna mendapatkan Lailatul Qadar.
Menurut aturan teknis fiqih Syafi'i (juga fiqh madzhab lainnya), i'tikaf hanya dapat dikerjakan di mesjid, sesuai dengan definisinya, yakni:
اللبث في المسجد والانقطاع إلى الله فيه
"Tinggal di mesjid untuk menjalin hubungan erat antara dirinya dengan Allah ta'ala".
Definisi di atas dengan sendirinya mengekseklusi mereka yang tidak boleh masuk dan diam di mesjid, seperti wanita haid dan nifas, juga mengeluarkan mereka yang sedang sibuk dengan tugas di malam hari, seperti sopir, satpam, patroli, atau yang sedang sakit.
Lantas, masihkah mereka memiliki kesempatan meraih Lailatul Qadar, padahal di saat yang sama mereka tidak berada di masjid? Yang perlu telaah pertama kali adalah makna ayat ke-3 surat Al-Qodr, yang berbunyi:
لَیۡلَةُ ٱلۡقَدۡرِ خَیۡرࣱ مِّنۡ أَلۡفِ شَهۡرࣲ
Baca Juga
Luka Seribu Malam
Pada ayat ini tersimpan lafadz yang tak terkatakan yang akan melengkapi makna ayat, atau dalam istilah ushul fiqih dinamakan dalalah iqtidlo.
Imam Al-Baghowi, Ibnu Katsir, Imam At-Thobari, dan banyak mufassir lainnya menafsirkan ayat "Lailatul Qadar lebih baik baik dari seribu bulan" dengan amal saleh, sehingga maknanya menjadi: "Amal sholeh di malam Lailatul Qadar lebih baik dari seribu bulan".
قال البغوي: قال المفسرون: ليلة القدر خير من ألف شهر، معناه: عمل صالح في ليلة القدر، خير من عمل ألف شهر، ليس فيها ليلة القدر". (معالم التنزيل: ٨/ ٤٩١)
Tafsir ini diperkuat dengan atsar dari Anas bin Malik, sebagaimana dikutip Imam Suyuti dalam Dzurrul Mantsur: "beramal di malam Lailatul Qadar, baik sedekah, shalat, zakat, nilainya lebih baik dari seribu bulan". Sedangkan amal saleh sendiri memiliki banyak varian, mulai shalat, zakat, sedekah, i'tikaf, berdoa, dzikir, dan tilawah. Dengan demikian, siapapun orangnya, seperti apapun keadaannya, semua berkesempatan meraih keutamaan Lailatul Qodar, termasuk mereka yang sedang haid, nifas, sedang sakit, sedang di perjalanan, maupun sedang jaga malam.
Kesimpulan di atas diperkuat oleh Imam Ibnu Rajab Al-Hanbali dengan mengutip jawaban Imam Ad-Dohhak ihwal terbukanya kesempatan Lailatul Qodar bagi wanita haid dan nifas
Walhasil, meski wanita haid tidak dapat beri'tikaf di mesjid, ia masih bisa beramal sholih di luar mesjid, guna mendapati keutamaan Lailatul Qadar. Wallahu a'lam
A Deni Muharamdani, Ketua Lembaga Bahtsul Masail MWCNU Karangpawitan Garut
Terpopuler
1
Nekat Berhaji Tanpa Visa Resmi, WNI Terancam Dideportasi dan Dilarang Masuk Arab Saudi 10 Tahun
2
KH Aceng Aam Sebut Anak Terbaik Adalah yang Melebihi Orang Tuanya dalam Kebaikan
3
Shalawat Haji Karangan KH M Nuh Addawami Mustasyar PBNU Asal Garut
4
Peringati Harlah ke-91, GP Ansor Kertasemaya Gelar Tasyakuran dan Halal Bihalal
5
PCNU Cianjur Bersama Kemenag dan BPN Gelar Sosialisasi Sertifikasi Tanah Wakaf
6
Penerima Beasiswa Pascasarjana Pergunu Depok Jalani Ujian Tesis di Universitas KH Abdul Chalim Mojokerto
Terkini
Lihat Semua