Mengenal KH Muhammad Yunus Utsman dari Pesantren Daarussalaam Parung Bogor
Ahad, 4 Desember 2022 | 12:00 WIB
Bogor, NU Online Jabar
Geliat dakwah Islam di Kecamatan Parung, Bogor semakin kuat ketika sejumlah pondok pesantren berdiri sejak tahun 80-an. Salah satu pesantren ‘tua’ di kawasan Parung adalah Pondok Pesantren Daarussalaam yang berlokasi di Desa Pamegarsari, Kecamatan Parung, Kabupaten Bogor.
Pesantren ini dirintis oleh keluarga H Utsman, Seorang juragan Betawi yang punya kepedulian terhadap dakwah Islam, khususnya di Parung untuk mendukung dakwah Islam. H Utsman mewakafkan tanahnya di Desa Pamegarsari untuk dibangun musalla, pondok pesantren, dan lembaga pendidikan.
Pondok pesantren ini kemudian hari dinamakan Daarussalaam. Lembaga ini dipimpin dan diasuh oleh dua orang putera H Utsman, yaitu KH Ali Nurdin dan KH Muhammad Yunus. Kedua kiai inilah yang merintis dan mengasuh pesantren yang berdiri pada tahun 1989 tersebut.
Baca Juga
Raden Dewi Sartika dan Perempuan Sunda
KH Muhammad Yunus merupakan adik dari KH Ali Nurdin. Abi Yunus, begitu beliau biasa disapa, lahir pada 28 Agustus 1965. Tiga tahun lebih muda dibanding Kiai Ali Nurdin. Seperti kakaknya, Abi Yunus lahir di bilangan Senayan, Jakarta Pusat.
Bersama 6 orang saudaranya, Abi Yunus menjalani masa kecil di Jakarta dalam lingkungan keluarga Betawi yang dekat dengan agama. Kehidupan religius semacam ini tidak hanya menjadi tradisi keluarga, tetapi juga masyarakat Betawi pada umumnya. Religiusitas ini dikembangkan lebih lanjut dalam pendidikan anak-anak H Utsman dengan dimasukkannya anak-anak beliau ke pondok pesantren. Termasuk Muhammad Yunus muda. H. Utsman mengirimnya mengikuti pendidikan ilmu agama di sejumlah pondok pesantren.
Tercatat bahwa Abi Yunus pernah belajar di Pondok Pesantren As-Syafi’iyyah Jakarta, Ponpes Sunanul Huda, Cikaroya, Sukabumi, Pesantren Al-Masthuriyyah Tipar, Sukabumi, Pesantren Suryalaya Tasikmalaya. Dari berbagai pesantren Jawa Barat tersebut, dapat diketahui bahwa Abi Yunus berguru kepada sejumlah ulama, yaitu Mama KH. Uci Sanusi Cikaroya, Buya KH. Dadun Sanusi Cikaroya, Buya KH. Encep Sholahuddin Al-Ayyubi Sanusi Cikaroya, Mama KH. Masthuro Al-Masthuriyyah, KH. Endin Fachruddin Masthuro, KH. Ahmad Shohibul Wafa Tajul Arifin (Abah Anom) Suryalaya, dan Buya KH. Dimyathi Pandeglang Banten.
Di antara guru beliau yang pernah penulis temui adalah Prof. Dr. KH. Mukri Aji, ulama sepuh Parung yang juga ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Bogor. Menurut penuturan guru besar syariah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tersebut, Kiai Muhammad Yunus adalah muridnya dan kenal sangat dekat semasa almarhum masih hidup.
KH. Muhammad Yunus mencintai para ulama. Hal ini dibuktikan dengan penamaan sebagian anaknya dengan nama ulama terkemuka, Prof. Dr. Said Agil Husain al-Munawar. Seorang habaib yang menguasai multi disiplin keilmuan Islam dan menjadi guru besar di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Selesai menjalani pendidikan ilmu agama bersama para ulama kharismatik di Jawa Barat, KH. Muhammad Yunus kemudian mulai berdakwah di Desa Pamegarsari, Parung, Bogor pada tahun 1985. Tujuh tahun setelah itu, KH. Muhammad Yunus menikah dengan seorang perempuan bernama Mamas Muslihat. Pernikahan ini dikarunia tiga orang anak. Dua orang laki-laki, dan satu orang perempuan.
KH. Muhammad Yunus sangat memperhatikan pendidikan anak-anaknya. Baik pendidikan agama maupun ilmu pengetahuan umum. “Di dalam mendidik putra putrinya, beliau selalu mencurahkan kasih sayang dengan mengarahkan kepada pendidikan, baik umum, terlebih pendidikan agama.” Demikian penuturan narasumber kami, Said Agil Husain, yang merupakan putera Abi Yunus.
Sekalipun tidak ditemukan catatan bahwa beliau adalah pengurus organisasi Nahdlatul Ulama (NU) di Parung, tetapi beliau adalah salah satu pilar Ahlus Sunnah Wal Jamaah di kawasan ini. Hal ini bisa dilihat dari amalan yang beliau senangi dan ajarkan kepada murid-muridnya. Abi Yunus memiliki sejumlah wirid yang sangat beliau senangi, di antarnaya: Dzikir Asmaul Husna, Dzikir Bismillah, Rotib Al-Idrus, Rotib Al- Atthos, Rotib Al-Haddad, Sholawat Nariyyah dan Sholawat Syifa. Sampai sekarang, Rotib Al-Idrus, Al-Atthos dan al-Haddad menjadi amalan yang dilestarikan di kalangan santri pesantren Daarussalaam. Para santri biasanya membacanya setelah shalat Maghrib.
Setelah dua puluh tahun mendidik para santri dan berkiprah di masyarakat, KH. Muhammad Yunus dipanggil ke haribaan ilahi rabbi pada 13 Februari 2013. Meninggalkan tiga orang anak dan satu orang istri. Serta pondok pesantren yang masih membutuhkan keberadaan beliau. Sebagai orang yang humoris dan hangat, kepergian beliau menjadi kesedihan yang mendalam bagi banyak orang di sekitar beliau. Beliau adalah sosok yang rela mendedikasikan diri untuk memajukan agama dengan mendidik santri serta masyarakat melalui pondok pesantren.
Penulis: M. Khoirul Huda, Warga Parung.
Pewawancara: Lukmanul Hakim
Narasumber: Said Agil Husain.
Editor: Agung Gumelar
Terpopuler
1
Saat Kata Menjadi Senjata: Renungan Komunikasi atas Ucapan Gus Miftah
2
Susunan Kepanitiaan Kongres JATMAN 2024: Ali Masykur Musa Ditunjuk sebagai Ketua Pelaksana
3
Kerja Sama NU dan ATR/BPN Percepat Sertifikasi Tanah Wakaf di Jawa Barat
4
Sungai Cikaso Meluap Akibat Tingginya Intensitas Hujan, Ratusan Rumah Terendam hingga Sejumlah Kendaraan Terbawa Arus
5
Khutbah Jumat: Cemas Amal Ibadah Tidak Diterima
6
NU Depok Peduli Kembali Bergerak, Siapkan Bantuan untuk Korban Bencana Alam
Terkini
Lihat Semua