Tokoh

Kiai Sudja'i Gudang, Kiai Sudja'i Sindangsari dan Kiai Fakih, Melacak Jejak Pesantren Cinunuk Cileunyi

Kamis, 28 November 2024 | 14:00 WIB

Kiai Sudja'i Gudang, Kiai Sudja'i Sindangsari dan Kiai Fakih, Melacak Jejak Pesantren Cinunuk Cileunyi

Ilustrasi Masjid Raya Bandung oleh W. Spreat, tahun 1852, dalam buku De Zieke Reiziger. (Foto: istimewa)

Dalam Buku Sejarah Pesantren, Jejak Penyebaran, Dan Jaringannya Di Wilayah Priangan ( 1800 -1945), Ading Kusdiana menyebutkan lima katagori Pesantren:


1. Sebuah Pesantren layak disebut Pesantren bila di tempat itu terdapat Masjid dan Rumah Kiai, Pesantren ini bersifat sederhana, sebab Kiai masih mempergunakan Mesjid sebagai tempat mengajar, dan Santri hanya datang dari daerah sekitar Pesantren.


2. Sebuah lembaga pendidikan layak disebut Pesantren jika ia memiliki Mesjid, Rumah Kiai, Pondok atau Asrama sebagai tempat menginap para Santri yang datang dari jauh, Dan Santri belajar dengan sistem sorogan dan wetonan.


3. Lembaga pendidikan agama layak disebut Pesantren jika ditempat itu ada Mesjid, Rumah Kiai, pondok/asrama dengan sistem sorogan dan weton, biasanya katagori ini sudah mampu menyelenggarakan sistem pendidikan formal seperti madrasah.


4. Lembaga pendidikan agama seperti pola ke tiga dan mamlu mengembangkan pendidikan ketrampilan seperti peternakan, perkebunan sebagai upaya pembekalan santri.


5. Lembaga pendidikan agama sepeti pola ke empat dan didukung oleh keberadaan bangunan seperti peepustakaan, dapur umum, ruang makan, kantor administrasi, toko dan lain sebagainya, katagori ini  bisa disebut pesantren berkembang.


Kisah dan catatan yang menjadi sejarah begitu banyak tercecer, ada yang tertulis dan tidak tertulis, ada yang terceritakan ada juga yang hilang tanpa jejak. Catatan dan cerita masalalu adalah file yang harus kembali dibuka, dibaca, ditafakuri untuk kesadaran kehidupan. Jika tidak, hanya akan menjadi tumpukan kertas yang akan hancur atau menjadi fosil. Ceritapun akan menjadi dongeng yang tak jelas peristiwa dan maksudnya karena terputus rantai sanadnya.


Tulisan ini adalah sambungan dari tulisan pertama tentang peran Ulama Cileunyi dalam lingkaran Ulama Nusantara. https://jabar.nu.or.id/tokoh/peran-ulama-cileunyi-dalam-lingkaran-ulama-nusantara-abad-19-20-m-siapakah-mama-naqsyabandi-pengkolan-1-a8QVh


Pesantren Cinunuk, begitulah kalimat yang sering saya dengar sewaktu kecil, atau seringkali saya mendengar dialog orangtua dulu menyebut Kampung Cinunuk tempat saya tinggal. Setelah puluhan tahun berlalu saya menjadi penasaran, dimanakah letak Pesantren itu, siapa Pendirinya, dan apakah Pesantren Cinunuk itu berada di daerah Desa Cinunuk yang dikenal saat ini?


Dalam wawancara saya dengan Kiai Uus Usman Pendiri Ponpes Fathul Mu'in beliau bercerita, saya menyebutnya Abah, dulu waktu Abah nyantri di Mama Sudja'i Aljawami (Mama adalah sebutan untuk Kiai Sunda), Mama bercerita bahwa beliau dulu nyantri di Kiai Fakih Pasantren Cinunuk, kemudian melanjutkan ke Panyawungan, Sukamiskin dan Pesantren lainnya.


Diceritakan pula bahwa ayah Kiai Sudja'i Sindangsari yaitu Kiai Ghozali adalah santri Abah Pengkolan (Kiai Abdul Kholik) yang lebih dikenal Kiai Sulaeman Naqsyabandi. Abah kemudian melanjutkan riwayat silsilahnya, "Kiai Fakih Kakek abah, adalah santri Mama Pengkolan, beliau berasal dari Singaparna Tasikmalaya, kemudian menikah dengan Nyaina Onoh adik dari Mama Pengkolan (Nyaina sebutan untuk istri Kiai)."


Santri Mama Pengkolan selain dari Kiai Ghozali ayah dari Kiai Sudja'i Sindangsari dan Kiai Fakih, ada Kiai Husein Nahrowi ayah dari Kiai Kholil pendiri Pesantren Panyawungan dan tentunya masih banyak lagi. Cerita Kiai Husein nyantri di Pengkolan, saya dapatkan dari Riza M. Rojab keturunan Kiai Kholil.


Nama asli dari Kiai Fakih adalah Muhammad Ijazi bin Muhammad Ilyas, disalah satu kitab beliau menulis pernah mengaji Kitab Fathul Wahab di Kiai Muhammad Zein Pajaten Cirebon.


Dari Kisah yang diceritakan Abah, saya berasumsi, usia Pesantren Cinunuk Mama Pengkolan kemungkinan sudah berdiri pertengahan abad 19 atau 1800 akhir, asumsi itu berdasarkan dari riwayat Kiai Kholil putra Kiai Husein, mendirikan Pesantren Panyawungan di tahun 1916 yang dirintis dari tahun 1914, dan Pesantren Sindangsari Aljawami didirikan tahun 1931 oleh Kiai Sudja'i putra Kiai Ghozali.


Jaringan kekerabatan Pesantren Pengkolan dan Sindangsari adalah dengan menikahnya Kiai Dimyati Kakak Kiai Sudja'i dengan Hj. Mariah adik dari Mama Pengkolan. Banyak faktor yang mempengaruhi tersebarnya Pesantren di daerah Priangan abad Ke 19 dan abad 20, diantaranya ; Geneologi (kekerabatan) atau Keluarga, Pernikahan, Transmisi keilmuan (sanad) guru dan murid, kesamaan Tarekat dan garis Perjuangan melawan penjajah.


Kembali ke Kiai Fakih, selain dari ahli Fikih beliau adalah ahli Tarekat Naqsyabandiyah yang didapatkan beliau dari Mama Pengkolan. Setelah Kiai Fakih nyantri di Pengkolan dan menikah dengan adiknya Mama Pengkolan, atas perintah dari Mama Pengkolan, Kiai Fakih kemudian membuat Pesantren disebelah timur Pesantren Pengkolan. Maka disebutlah dua tempat bernama Cinunuk, Cinunuk Kulon tempat Pesantren Pengkolan dan Cinunuk wetan tempat Pesantren Kiai Fakih.


Dari pernikahannya dengan Nyaina Onoh Kiai Fakih dikarunia empat putra diantaranya: Kiai Sulaeman Mahfud (Apa Encep), Apa Encep sewaktu kecil pernah dibawa Kiai Fakih ke Kiai Sudja'i (Mama Gudang), Tasikmalaya. Saat itu Mama Gudang mengoleskan susur (siwak) ke bibir Apa Encep, itu adalah salah satu pertanda dan do'a, kelak Apa Encep akan menjadi ahli ilmu.


Dan pertanda itu terbukti, informasi ini saya dapatkan buka hanya dari Abah, penguatan cerita Apa Encep Alim berasal dari santri-santrinya, Yayah Sarah beliau adalah salahsatu santri Apa encep. Diceritakan suatu waktu, Apa Encep ketika sudah dewasa pernah ditantang debat oleh salahsatu petinggi Ormas Agama di Pajagalan Bandung, dalam debat terbuka itu, yang dilaksanakan di rumah Apa Encep, perwakilan dari Ormas itu kalah debat. Saat itu, kata Yayah Sarah diluar rumah masyarakat ikut menonton, sampai bersorak ketika Apa Encep Menang debat.


Sepeninggal Kiai Fakih, Pesantren Cinunuk Wetan dilanjutkan oleh Kiai Sulaeman Mahfud (Apa Encep). Dalam perkembangannya sekitar tahun 1950 dibuatlah Madrasah bernama Nailul Wildan, di jaman itu Madrasah masih terbuat dari rumah panggung yang besar tidak seperti sekarang yang sudah dibangun tembok, semua murid  ditampung diruang Madrasah yang beralas kayu. Pembelajaran dimulai sesudah Dzuhur sampai sore, setelah magrib dilanjutkan mengaji Al Qur'an, Kitab Fikih dan baca Albarjanji, informasi ini saya dapatkan dari Yayah Sarah salah satu murid pertama Apa Encep.


Untuk menampung santri yang jauh, maka dibuatlah Kobong untuk menginap yang dibuat diatas Madrasah, diantara santri pertama yang tinggal di kobong : Den harun, saripudin, amin, hafid, hadis. Apa Encep selain aktif mengajar ngaji, beliau juga aktif di Nahdlatul Ulama. Beliau sering menghadiri acara-acara NU di Bandung, termasuk di gedung Swarha yang berdiri samping Mesjid Raya Bandung.


Sekitar tahun 1952 ketika Nahdlat Ulama keluar dari Masyumi, Apa Encep ikut keluar, beliau sering mengajarkan tentang ke-NUan ke para santri. Saat itu di Cileunyi masih kuat Pengaruh Masyumi untuk kalangan Pesantren. Mungkin kiprah beliau di NU tidak tercatat, tapi dari saksi-saksi sejarah, baik santri atau keluarganya banyak menceritakan beliau aktif membentuk NU, Ansor Bamser, Fatayat dan lainnya di Cileunyi.


Sekitar tahun 1975 Kiai Sulaeman Mahfud atau Apa Encep wafat, saat itu Abah Uus masih kelas 2 Sekolah Dasar (SD). Pesantren dan Madrasah dilanjutkan oleh Keluarga dan santri-santri beliau. Dan pada 1990, Abah Uus setelah menyelasaikan mencari ilmu kembali ke Cinunuk. Abah Uus meneruskan perjuangan Apa Encep. Kemudian membangun kobong santri di samping utara, dengan nama Pesantren Fathul Mu'in.


Pesantren Cinunuk Kulon dan Wetan sekarang berada di wilayah Desa Cimekar. Menurut penuturan salah seorang saksi sejarah pemekaran Desa Cinunuk Dedi Kusnaedi, tahun 1982, Desa Cinunuk dimekarkan, wilayah yang disebut Cinunuk dulu berganti menjadi Cimekar, dikarenakan secara fasilitas belum memadai. 


Nama "Tjinoenoek" sangat berhubungan dengan Oejoengbrung dan Bandoeng.Cinunuk lama termasuk ke Onderdistrict Cibiru, Cibiru masuk ke District Ujungberung. Di Peta buatan Inggris, tahun 1817 nama Cinunuk sudah tertulis sengan nama 'Chi nunuk', kemudian di peta Belanda tahun 1840 tertulis 'Tjinoenoek'. Di kedua peta tersebut, titik lokasi belum jelas. Titik Cinunuk yang paling jelas ada di peta Belanda tahun 1857, disitu tertulis nama Tjinoenoek (Cinunuk) titik posisinya berada di sebelah timur sungai yang sekarang berada di wilayah Kampung Margamulya Desa Cimekar, tempat Pesantren Nailul Kirom (Pesantren Pengkolan) sekarang.


Peta adalah salah satu data otentik, peta-peta itu dibuat setelah dibuatnya Jalan Pos (Grote Postweg) Deandels (1809-1811) untuk kepentingan perkebunan dan jalur militer. Seiring  perubahan jaman ; bertambahnya penduduk, pengaruh ekonomi, politik dan sosial, wilayah-wilayah di Priangan berubah sesuai kebijakan-kebijakan pemerintah dimasanya.


Di tahun 1987, Peraturan Pemerintah no 16 tahun 1987 tentang Perubahan Batas Wilayah Kotamadya daerah Tk II Bandung dengan Kabupaten Daerah Tk II Bandung, dampaknya Desa-desa disebelah timur Cibiru, masuk ke dalam wilayah Kecamatan Cileunyi, Kabupaten Bandung. 


Ada beberapa versi lahirnya nama Cinunuk, ada yang mengatakan berasal dari kata cai dan nunuk cai adalah air dan nunuk adalah pohon bisa dimaknai air dari pohon nunuk. Ada versi lain yaitu, Cinunuk diambil dari nama Desa di Garut yaitu Cinunuk, alasan itu berdasarkan karena Kiai Naqsyabandi secara keturunan adalah keturunan Garut, beliau adalah keturunan Kiai Hasbi yang silsilah nasabnya bersambung ke Eyang Nuryayi Suci, Garut. Silsilah itu tercatat di buku Silsilah Bani Nuryayi.


Seperti tulisan saya diawal banyak kisah dan peristiwa yang tidak tercatatkan, seperti halnya asal muasal nama Cinunuk, tapi perbedaan itu bukan untuk diperdebatkan, itulah khasanah keilmuan, namun yang pasti, di Cileunyi telah lahir para Ulama dan Guru-guru yang telah berjasa membimbing, mengajarkan tentang kebaikan. Menjadi cahaya bagi masyarakat menuju keselamatan dunia dan akherat.


Kiai Abdul Kholik, Kiai Fakih, Kiai Sudja'i, Kiai Husein, Kiai Sulaeman Mahfud adalah sebagian dari Ulama Cileunyi yang melahirkan Ulama-ulama baru, bukan hanya disekitar Cileunyi tapi Jawabarat, dan tidak menutup kemungkinan banyak Alumni Pesantren dari Cileunyi membuka Pesantren baru dan Pengajian di luar Jawabarat.


Di akhir tulisan ini, saya menuliskan syair dari Kitab Nadom Aqoid Karangan Kiai Sulaeman Mahfud, syair yang diambil dari bagian akhir Kitab 


# فان يثيبنا بجنةالعلى فانه اكرم من تفضلا
سرغ موكي غكنجر كو سوركا، سوركا كوتى لغكغ مليا سرت لكا
# وكن اخي على الخا طا مبدلا و للبليد 
سامحا مستقبلا
دلر ٢ من اي ايا لفتنا مغكا روبه نو بود سىئر لفتنا


# Sareng mugi ngaganjar ku surga,
surga Gusti langgeng mulya serta lega.
# dulur-dulur mun ieu aya lepatna, mangga rubah, nu bodo seuer lepatna. Wallohu A'lam


Nasihin, Pengurus Lesbumi PWNU Jawa Barat