• logo nu online
Home Nasional Warta Sejarah Khutbah Taushiyah Kuluwung Ubudiyah Daerah Keislaman Syariah Obituari Risalah Doa Tokoh Tauhid Profil Hikmah Opini Wawancara PWNU Ngalogat Ekonomi Lainnya
Kamis, 25 April 2024

Tokoh

Peran Ulama Cileunyi dalam Lingkaran Ulama Nusantara Abad 19-20 M, Siapakah Mama Naqsyabandi Pengkolan? (1)

Peran Ulama Cileunyi dalam Lingkaran Ulama Nusantara Abad 19-20 M, Siapakah Mama Naqsyabandi Pengkolan? (1)
Kiai Sulaiman Naqsyabandi (Mama Pengkolan) Pesantren Nailul Kirom. (Foto: NUJO/Nasihin)
Kiai Sulaiman Naqsyabandi (Mama Pengkolan) Pesantren Nailul Kirom. (Foto: NUJO/Nasihin)

Oleh Nasihin
Tulisan ini berawal dari program Ziarah Rutin bersama Ranting Ansor Cimekar dan minimnya informasi dan tulisan peran dan jejak tokoh-tokoh Ulama Cileunyi. Di bagian awal tokoh yang akan dibahas diantaranya: Kiai Sulaiman Naqsyabandi (Mama Pengkolan) Pesantren Nailul Kirom, KH Sudja'i Pesantren Al-jawami dan KH Atthoillah Pesantren Nahdjusalam Panyawungan.

 

Ziarah pertama ke makam Mama Pengkolan atau Kiai Naqsyabandi, menurut informasi keluarga beliau, nama asli Mama Pengkolan adalah Kiai Abdul Malik. Beliau mengijajahzahkan wirid Tarekat Naqsyabandiyah, termasuk Nenek penulis dari ibu adalah pengamalnya. Pengajian tarekat kemis pagi beliau banyak dihadiri masyarakat sekitar Cileunyi termasuk dari daerah Manglayang Tanjungsari. Kiai Naqsyabandi adalah ulama kharismatik namun belum diketahui tempat belajar dan siapa guru-guru beliau.

 

Pesantren Kiai Abdul Malik terletak di daerah Kampung Margamulya Desa Cimekar, Cileunyi, dulu kampung ini terkenal dengan sebutan Pengkolan Desa Cinunuk Kecamatan Ujungberung. Pesantren beliau sekarang bernama Nailul Kirom berdiri sekitar tahun 1930, menurut informasi beliau masih keturunan Mbah Hasan Nuryayi Garut, murid dari Syaikh Abdul Muhyi Pamijahan. 

 

Versi yang beredar di keluarga Cileunyi beliau putra KH Hasbi, KH Hasbi putra Kiai Sulaeman (?), namun di salah satu tulisan Seuweu Siwi Embah Nuryayi (Ahmad Jubaedi) menyebutkan KH Hasbi adalah putra KH Abdulah Manshur, KH Abdulah adalah putra KH Muhammad (Cibunut), KH Muhammad putra KH Hasan Basori, KH Hasan Basori putra KH Salim, KH Salim putra Mbah Hasan Nuryayi. 

 

Dalam tulisan (A. Ginanjar Syaban), catatan Snouck Hurgonje

Sepanjang tahun 1889-1891, Snouck melakukan rihlah perjalanan keilmuan mengelilingi pesantren-pesantren tua yang ada di wilayah Sunda (Jawa Barat dan Banten) serta Jawa Tengah dan Jawa Timur dan Madura, Snouck menuliskan nama-nama tokoh Ulama diantaranya;

 

Kiai Muhammad Garut, awal pendidikan beliau adalah belajar atau berguru pada ayahnya Kiai Hasan Basori (Kiarakoneng), Kakeknya Kiai Abdulah Salim, Kiai Bunter Tanjungsari kemudian ke Timur, Pesantren Sidoresmo (Surabaya) dan ke Bangkalan Madura dan seterusnya beliau belajar dan mengajar di Makkah.

 

Di Makkah beliau berguru pada Kiai Zahid Solo, Syaikh Muhammad Al-Zawawi, Syaikh Muhammad Hasbullah Al-Makki dan beliau termasuk murid Syaikh Khatib Sambas (w. 1876), beliau juga seorang Mursyid Tarekat Qodiriyah Wa Naqsyabandiyah. Kiai Muhammad Garut termasuk guru dari KH Hasan Mustafa (1852-1930) seorang ulama sufi, penghulu dan pujangga Sunda sahabat dari Snouck Hurgronje (1857-1936) penasehat urusan pribumi pemerintah kolonial Hindia Belanda. 

 

KH Hasan Mustafa adalah salahsatu tokoh yang pernah mengajar di Makkah di antara guru-guru beliau selain KH Muhammad Garut, diantaranya: Kiai Kholil Bangkalan, Sayyid Ahmad Zaini Dahlan (w. 1885), Syaikh Abu Bakar Muhammad Syatha (w. 1890), Syaikh Sa’id Ba-Bashil (w. 1912), Syaikh ‘Abdullah al-Zawawi (w. 1924), Syaikh Sulaiman Hasbullah al-Makki (w. 1917), Syaikh Nawawi Banten (w. 1897) dan lain-lain. 

 

Jejak KH Mustafa di Makkah terekam dalam catatan "Mekka" (1888) karya Snouck Hurgronje dan juga terekam dalam manuskrip berbahasa Arab berjudul "Tarajim Ulama Jawah" karya Rd. Aboe Bakar Djajadiningrat (w. 1914). KH Hasan Mustafa dimakamkan di pemakaman bupati-bupati Bandung di Astana anyar Bandung.

 

Kembali ke Kiai Naqsyabandi, Pesantren beliau kini diasuh oleh KH Moh Kholilullah menantu Kiai Agus Badrudin putra Kiai Naqsyabandi, Kiai Naqsyabandi mempunyai adik bernama Nyai Onoh (Ma Onoh) yang diperistri oleh Kiai Fakih (Tasikmalaya), Kiai Fakih mempunyai putra diantaranya Kiai Sulaiman Mahfud ( Apa Encep) salah satu tokoh NU Cileunyi sekitar tahun 50-an, beliau adalah ayah dari KH Uus Usman Rais Syuriyah dan Ketua MUI Cileunyi saat ini sekaligus pengasuh Ponpes Fathul Mu'in Cileunyi.

 

Kiai Naqsyabandi dimakamkan dipemakaman keluarga sebelah utara Pesantren Nailul Kirom, di area pemakaman beliau terdapat putra-putri beliau termasuk makam Kiai Fakih (Tasikmalaya), Komplek makam ini biasa disebut "Pajaratan" oleh masyarakat setempat, di komplek ini terdapat pula makam Habib Muhammad Bin Ali Alayidrus dari Surabaya sahabat dari KH Uus Usman.

 

Kiai Fakih Tasikmalaya, ayah dari Kiai Sulaiman Mahfud adalah salahsatu guru KH Sudja'i (1901- 1984)  pendiri Ponpes Sindangsari Al-jawami yang didirikan tahun 1931, KH Sudja'i putra KH Ghozali, kemudian Kiai Sudja'i berguru ke KH Dimyathi (w. 1946) Sukamiskin, Kiai Zarkasyi ( w. 1947) Cibaduyut, KH Syatibhi (w. 1946) Gentur Cianjur, KH Abdurahim Sukabumi (Ayah Kiai Ahmad Sanusi), KH Muhammad Kholil Banjar dan guru-guru lainnya. Makam beliau terletak di pemakaman keluarga di sebelah atas Pesantren Al-jawami, beliau mempunyai beberapa karya tulis diantaranya: Kitab Irsyad Al-awam, Risalah Al-Dua dan lainnya.

 

Salahsatu guru KH Sudja'i yaitu KH Ahmad Dimyathi bin Alqo (Mama Gedong) Sukamiskin adalah salahsatu pendiri NU di Jawa barat, dalam tulisan (Abdulah Alawi), beliau tercatat di Muktamar NU ke-4 di Semarang tahun 1929 bersama Kiai Jawa barat lainnya diantaranya: KH Abdurahman Menes, KH Abdul Azis Cilegon, KH Abdul Latif Pandeglang, KH Abdulah Kuningan, KH Abdulah Indramayu, Penghulu Junaedi, Guru Mansur Batavia, Kiai Dasuki Majalengka, KH Abul Khair Cirebon, Syaikh Ali Tayyib Tasikmalaya. KH Dimyati juga tercatat sebagai peletak dasar ngalogat Sunda.

 

Dalam buku Sejarah Pesantren: Jejak, Penyebaran dan Jaringannya di Wilayah Priangan (1800–1945)” karya Dr. Ading Kusdiana (2014: 192), disebutkan juga jika KH Muhammad bin Alqo ayah KH Ahmad Dimyati pernah belajar kepada Syaikh Muhammad Kholil dari Bangkalan, Madura (w. 1925) dan Syaikh Abdul Karim Banten saudara Syaikh Nawawi Al-Bantani Al-Jawi (1813-1897) Guru para Ulama Nusantara.

 

KH Sudja'i adalah salahsatu penggagas MUI Jawa Barat dan menjadi Ketua MUI pertama Jawa Barat, beliau dibantu oleh menantunya KH Totoh abdul Fatah dan dibantu tokoh Ulama Jawa Barat lainnya diantaranya: KH Badruzzaman (Garut), KH Burhan, Sayyid Usman dan lainnya. 

 

KH Sudja'i berkawan dengan Kiai Syatibi (1901-1987) Sumedang pendiri NU Sumedang, sekarang Pesantren Al-jawami diteruskan oleh putra beliau KH Imang Abdul Hamid, setiap Kamis pagi diadakan pengajian rutinan untuk umum, pengajian dihadiri oleh warga di dalam dan luar warga Cileunyi yang kemudian berkembang sepanjang jalan Al-jawami menjadi pasar dadakan bagi jamaah dan warga.

 

Dari sekian banyak informasi, sangatlah minim tentang Kiai Naqsyabandi, dimana beliau belajar, siapa Guru-guru beliau, dari siapakah beliau mendapatkan Tarekat Naqsyabandiyah, semoga dengan adanya tulisan ini akan bermunculan data dan cerita baru yang bisa diungkap untuk khazanah pengetahuan seputar ulama dan jejaring ulama lainnya, dan mohon maaf jika ada kesalahan informasi dan penulisan, itu semata-mata adalah kesalahan penulis. Tulisan diolah dari berbagai sumber. Insyaalloh riwayat lainnya akan dilanjutkan dibagian ke-2.

 

Penulis adalah anggota Lesbumi Kabupaten Bandung


Tokoh Terbaru