Seputar Jabar

Puasa Dalam Perspektif Filsafat Jawa: Harmoni Hablum Minallah, Hablum Minannas, dan Hablum Minal Alam

Jumat, 28 Maret 2025 | 11:48 WIB

Puasa Dalam Perspektif Filsafat Jawa: Harmoni Hablum Minallah, Hablum Minannas, dan Hablum Minal Alam

Tidak sekadar ritual keagamaan, puasa dalam perspektif filsafat Jawa bertujuan mencapai keseimbangan harmoni hablum minallah, hablum minannas, dan hablum minal alam. (Foto: NU Online Jabar)

Sebagai wahana ihtiar yang berusaha mencari sebab secara mendalam berdasarkan pemikiran dan akal manusia, filsafat dapat juga dimaknai sebagai pandangan hidup seseorang atau sekelompok orang mengenai kehidupan yang dicita-citakan.


Padanya terdapat pemikiran tentang segala sesuatu secara mendalam dan menyeluruh dengan segala hubungan, termasuk dalam kegiatan puasa.


Menurut dosen Aqidah dan Filsafat Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Rosmaria Sjafariah Widjajanti, filsafat masyarakat Jawa memiliki perspektif tersendiri terhadap kegiatan puasa. 


Dalam acara Ngabuburit Filsafat dan Ramadhan “Puasa Dalam Perspektif Filsafat Jawa” Deputi Perguruan Tinggi Al Mustafa dan ASAFI Indonesia, dia menuturkan, dalam filsafat Jawa terdapat konsep "Manunggaling Kawula Gusti” yang bermakna "menyatukan diri dengan Tuhan" dan merupakan inti dari spiritualitas Jawa.


“Konsep ini mengajarkan bahwa Tuhan dan manusia adalah satu, dan bahwa manusia dapat mencapai kesatuan dengan Tuhan melalui proses spiritual,” ujarnya, Rabu (19/3/2025).


Selain itu, ada konsep "Hamemayu Hayuning Bawana", yang berarti membuat hidup ini menjadi indah dan harmonis, yang merupakan prinsip dasar dari filsafat Jawa. Konsep ini mengajarkan bahwa hidup harus dijalani dengan harmonis dan seimbang, serta bahwa manusia harus menjaga keseimbangan alam dan lingkungan.


Lalu, konsep "Tri Hita Karana" yang merupakan prinsip dasar filsafat Jawa, mengajarkan bahwa kebahagiaan dapat dicapai melalui tiga cara, yakni Parhyangan (hubungan dengan Tuhan), Pawongan (hubungan dengan manusia), serta Palemahan (hubungan dengan alam).


“Konsep itu mengajarkan manusia haruslah menjalani hidupnya sesuai dengan kebenaran dan kewajiban, serta menjaga keseimbangan dan harmonis dalam hidupnya,” ucap Rosmaria Sjafariah Widjajanti.


Kemudian dalam filsafat Jawa terdapat pula konsep “Karma”, yang mengajarkan bahwa perbuatan manusia akan menentukan nasibnya di masa depan, serta manusia harus menjalani hidupnya dengan bijak dan bertanggung jawab.


Serta adanya konsep "Moksha", berarti "pembebasan" atau "keselamatan" dan merupakan tujuan akhir dari filsafat Jawa. Mengajarkan bahwa manusia harus berusaha untuk mencapai pembebasan dari siklus kelahiran dan kematian, harus berusaha untuk mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang sejati.


“Puasa dalam perspektif filsafat Jawa memiliki makna mendalam dan terkait dengan konsep-konsep seperti kesadaran diri. Puasa dianggap sebagai sarana untuk meningkatkan kesadaran diri dan mengenal diri sendiri lebih baik,” jelasnya.


Lelaku puasa juga terkait dengan usaha pengendalian nafsu, sebagai cara untuk mengendalikan nafsu dan keinginan duniawi, sehingga dapat mencapai kesempurnaan spiritual. Puasa melatih kesabaran dan ketabahan dalam menghadapi cobaan dan kesulitan.


“Puasa juga dipandang sebagai cara untuk membersihkan jiwa dari kotoran dan dosa, sehingga dapat mencapai kesucian spiritual. Lalu, sarana meningkatkan koneksi dengan Tuhan dalam kesadaran spiritual yang lebih tinggi,” imbuhnya.


Nah, puasa pun terkait dengan “Manunggaling Kawula lan Gusti”, mencapai kesempurnaann spiritual, serta mengenal diri sendiri dan kesadaran diri.


Karenanya, dalam spritualitas Jawa, puasa bukan hanya sekadar ritual keagamaan, tetapi juga sebagai sarana pengendalian nafsu dan keinginan duniawi, meningkatkan kesadaran diri dan mengenal diri sendiri, serta mencapai kesempurnaan spiritual dan koneksi dengan Tuhan.


Lebih jauh Rosmaria Sjafariah Widjajanti menerangkan beberapa praktik puasa yang dapat dilakukan untuk mencapai Manunggaling Kawula Gusti yakni puasa sunnah untuk meningkatkan kesadaran diri dan mengenal diri sendiri. Kemudian melakukan puasa spiritual untuk fokus pada spiritualitas dan mencapai kesempurnaan spiritual.


Lalu puasa meditasi untuk meningkatkan kesadaran diri dan mengenal diri sendiri, serta puasa doa yang bertujuan meningkatkan koneksi dengan Tuhan dan mencapai Manunggaling Kawula Gusti.


“Dengan melakukan praktik puasa yang tepat, seseorang dapat mencapai Manunggaling Kawula Gusti dan meningkatkan kesadaran diri dan spiritualitas,” kata Rosmaria Sjafariah Widjajanti.