• logo nu online
Home Nasional Warta Sejarah Khutbah Taushiyah Kuluwung Ubudiyah Daerah Keislaman Syariah Obituari Risalah Doa Tokoh Tauhid Profil Hikmah Opini Wawancara PWNU Ngalogat Ekonomi Lainnya
Jumat, 26 April 2024

Sejarah

Muktamar VII di Bandung Sudah Mengatur Bidang Kerja PBNU

Muktamar VII di Bandung Sudah Mengatur Bidang Kerja PBNU
Muktamar ke-VII NU dan Upaya Pembagian Bidang Kerja
Muktamar ke-VII NU dan Upaya Pembagian Bidang Kerja

Muktamar ke-VII Nahdlatul Ulama di Bandung pada 1932 merupakan salah satu melinstone yang perlu dicatat dalam perkembangan tata kelola organisasi. Pada muktamar inilah, upaya pembagian bidang kerja di NU mulai diterapkan secara lebih terinci.


Jika kita perhatikan susunan kepengurusan pertama NU hanya dikenal jabatan Rais, Wakil Rais, Katib, Mustasyar dan A’wan di kalangan para ulama. Serta presiden (ketua umum), vice presiden (wakil ketua), sekretaris, kasir (bendahara) dan komisaris di kalangan tanfidziyah (pelaksana). Tidak ada pembidangan berdasarkan isu tertentu. Begitu pula struktur kedua NU yang dihasilkan dari Muktamar ke-III di Surabaya (1928). Pola strukturnya masih sama.


Pola ini, dugaan saya masih sama, hingga hasil muktamar ke-VI di Pekalongan pada 1931. Secara teoritis, muktamar keenam ini, merupakan giliran pemilihan struktur kepengurusan yang baru. Di mana, pengurus (khususnya Rais dan Ketua) dipilih setiap tiga tahun sekali, walaupun muktamar tetap diselenggarakan setahun sekali. Sayangnya, saya masih belum bisa memastikan karena belum mendapatkan sumber data hasil muktamar ke-VI ini.


Nah, pada muktamar ketujuh baru dibentuk satu susunan kepengurusan berdasarkan bidang kerja. Sebagaimana tertera di Swara Nahdlatoel Oelama yang memuat hasil-hasil muktamar (Saya tak bisa menyebutkan edisi SNO-nya dikarenakan saya mendapatkan majalah resmi NU pertama itu dalam kondisi yang tidak lengkap), menjelaskan hal tersebut. Berikut ini saya kutipkan:

.................................................

Pewarta Hofdbestuur


Surabaya, 13 September 1932.


Sebagai sekalian tuan-tuan telah menyaksikan bahwa dalam kongres Nahdlatul Ulama yang ke (7) di Bandung telah dimuwafaqati atas adanya susunan pengurus dan punggawa (dewan-dewan) raad-raad dari Hoofdbestuur Nahdlatoel Oelama:


(1) Urusan Bagian Pengajaran
(2) Urusan Bagian Harta
(3) Urusan Bagian Pekerjaan
(4) Urusan Bagian Perusahaan dan Perniagaan


Maka dengan ini Hoofdbestuur telah memaklumkan bahwa Hoofdbestuur pada tanggal 11 Jumadil Awal 1531 (13 September 1932) telah menetapkan susunan lid-lid dari dewan-dewan itu. Sebagai di bawah ini:

...................................................


Dari kutipan di atas bisa dipahami bahwa pada kongres atau muktamar NU di Bandung itu, diputuskan bahwa Hoofdbestuur atau Pengurus Besar Nahdlatul Ulama memperjelas bagian kerja yang lebih terinci. Tidak lagi sekadar jabatan komisaris sebagaimana sebelumnya dikenal.


Ada empat hal yang menjadi bagian kerja yang difokuskan oleh NU. Satu urusan tentang pendidikan dan tiga di antaranya adalah soal urusan yang tak bisa dipungkiri bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan organisasi dan anggotanya.


Upaya untuk mewujudkan kesejahteraan ini, menarik untuk dicatat tersendiri dalam penentuan jenis urusan yang digarap oleh HBNO tersebut. Lebih-lebih jika kita membaca undangan yang disebar HBNO bagi para calon peserta Muktamar ke-VII di Bandung tersebut.


Dalam undangan yang ditandatangani langsung oleh Rais Hasyim Asy’ari, Katib Abdul Wahab Chasbullah dan Presiden Haji Hasan Gipo secara eksplisit menyinggung soal kesejahteraan tersebut. Berikut saya kutipkan:


“Kita mempunyai keyakinan bahwa kesejahteraan (lurus dan tulusnya) dan bisanya mendapatkan hasil bahwa keyakinan dan kemajuan bagi umumu-l-muslimin [umat Islam secara umum] dari kita punya syura [majelis musyawarah/ muktamar] itu, tidak ada lain hanya dari setia usahanya ketua-ketua kita ialah ulama yang tua-tua....”


Dari kutipan di atas dijelaskan bahwa keberadaan NU dan Muktamar tersebut akan dapat menghasilkan kesejahteraan bagi semua kalangan umat Islam. Keyakinan ini dilandaskan dengan ketulusan dan kerja keras para ulama.


Dari sini tidak heran jika kemudian muktamar tersebut menghasilkan suatu urusan yang berkaitan erat dengan upaya mewujudkan kesejahteraan. Mulai dari urusan harta, pekerjaan, perusahaan hingga perniagaan.


Lantas, siapakah para pengurus dari urusan-urusan tersebut? Berikut adalah nama-namanya.

...........

Bagian Urusan Pengajaran:


Rais: KH. Hasyim Asy’ari, Tebuireng, Jombang
A’dla [anggota]: KH. Abdul Wahab Chasbullah, Tambakberas Jombang
A’dla: KH. Bisri Denanyar Jombang
Katib: KH. Abdullah bin Ali [Abdullah Ubaid], Kawatan Gang 5, Surabaya
Mudir: KH. Dimyathi Abdul Karim, Sala

..........


Bagian Urusan Harta:


Presiden: Haji Sholeh Syamil, Ngampel, Surabaya
Vice-Presiden: Haji Abdul Manan bin Abdul Qahar, Kawatan, Surabaya​​​​​​​
Sekretaris I: Haji Tuan Hadiwais, Batuputih, Surabaya​​​​​​​
Sekretaris II: Haji Tuan Harusa, Kalungan, Surabaya​​​​​​​
Kasir I: Haji Ahsan, Ngampel, Surabaya​​​​​​​
Kasir II: Haji Abdul Fatah, Bubutan, Surabaya
​​​​​​​Lid: Haji Burhan, Kawatan, Surabaya; Haji Nawawi Amin, Jagalan, Surabaya; Haji Hasan Gipo, Ngampel, Surabaya; Tuan Muhammad Shiddiq, Kawatan, Surabaya

...........


Bagain Urusan Pekerjaan:


Presiden: Haji Ahzab, Peneleh, Surabaya
Sekretaris: Haji Syarif, Peneleh, Surabaya
​​​​​​​Penang Master [?]: Haji Dahlan, Lawang Seketeng, Surabaya
​​​​​​​Lid: Tuan Selamet, Peneleh; Haji Ghazali, Nyamplungan; Haji Dahlan, Bubutan; Haji Kemas Abdul Qadir, Wonokromo.

....…….


Bagian Urusan Perusahaan dan Perniagaan:


Presiden: Haji Noor, Wonokromo, Surabaya
Sekretaris: Haji Nachrawi, Maspati, Surabaya
​​​​​​​Lid: Hajii Saroji, Gemblengan; Haji Yasin, Kawatan; Haji Ridwan, Bubutan; Haji Tuan Muhammad Shiddiq, Kawatan.

........


Menariknya, struktur baru ini tidak hanya berlaku di HBNO. Tapi, diinstruksikan untuk segera diadaptasi di tingkat Cabang. Para pengurus Cabang NU diminta segera mengirimkan nama-nama pengurus dewan-dewan tersebut agar segera dapat berhubungan dengan para pengurus di pusat. Dari sini, semakin memperkuat bahwa Muktamar ke-VII NU di Bandung ini memberikan pondasional penting untuk pembangunan struktur kerja Nahdlatul Ulama, bukan?


Ayung Notonegoro, salah seorang Peneliti NU


Sejarah Terbaru