• logo nu online
Home Nasional Warta Sejarah Khutbah Taushiyah Kuluwung Ubudiyah Daerah Keislaman Syariah Obituari Risalah Doa Tokoh Tauhid Profil Hikmah Opini Wawancara PWNU Ngalogat Ekonomi Lainnya
Sabtu, 27 April 2024

Sejarah

Masjidil Aqsha, Jejak dan Sejarah Perkembangannya (1)

Masjidil Aqsha, Jejak dan Sejarah Perkembangannya (1)
Masjidil Aqsha, Jejak dan Sejarah Perkembangannya (1)
Masjidil Aqsha, Jejak dan Sejarah Perkembangannya (1)

Umat Islam mengenal tiga tempat (kota) suci di dunia yakni Masjidil Haram di Makah, Masjid Nabawi di Madinah, dan Masjid Al-Aqsha di Yerusalem Palestina. Dua tempat yang disebut diawal merupakan tempat yang paling lama didiami Nabi mengingat di dua tempat itulah Nabi hidup, bergaul, dan menyebarkan agama Islam hingga beliau wafat di Madinah. 


Sementara satu tempat yang disebut terakhir, Nabi hanya pernah singgah satu kali saja disaat hendak dimirajkan oleh Allah SWT naik ke langit menembus Sidratul Muntaha setelah sebelumnya mengimami shalat bersama arwah para Nabi terdahulu. 


Jika diperhatikan, baik dalam Al-Qur'an maupun Hadis tidak disinggung terkait dengan keberadaan Masjidil Aqsha sendiri, apakah berbentuk sebuah bangunan atau yang sejenisnya sebagaimana tempat untuk melaksanakan ibadah? 


Al-Qur'an dan Hadis hanya menerangkan bahwa Masjidil Aqsha merupakan tempat yang suci (Q.S al-Maidah [5]: 21,26) dan diberkahi (Q.S al-Anbiya [21]: 81), tempatnya Nabi SAW melakukan miraj (Q.S al-Isra [17]: 1), tempat yang pernah menjadi kiblat shalat umat Islam (Q.S al-Baqarah [2]: 143), dan menjadi satu dari tiga masjid yang diutamakan untuk dikunjungi selain Masjidil Haram dan Masjid Nabawi (H.R Bukhari).  


Terkait dengan keberadaan, sejarah dan jejak perkembangan Masjidil Aqsha hingga bisa dikenal hingga sampai sekarang menjadi tempat sebagaimana lazimnya tempat untuk beribadah, ada baiknya kita mencermati apa yang ditulis oleh Nurcholis Madjid (1939-2005) dalam "Pintu-Pintu Menuju Tuhan" (1995: 74-79). 


Nurcholis Madjid mengungkap Masjidil Aqsha yang juga lazim disebut "Temple Mount" (Bukit Kuil), "Solomon Temple" atau "Haykal Sulayman" atau Bukit Moria tidak lain adalah Masjidil Aqsha itu sendiri yang pertama didirikan oleh Nabi Sulaiman, putera Nabi Daud AS. 


Pada awalnya, tempat suci bangunan Nabi Sulaiman itu pernah dihancurkan oleh Nebukadnezar dari Babilonia setelah berdiri dua abad lamanya. Pada masa inilah bangsa Yahudi kemudian menjadi budak di Babilonia yang menurut Bertrand Russel menjadi titik awal mula berkembangnya keyakinan bahwa mereka (Yahudi) adalah "Bangsa Pilihan".


Setelah kaum Yahudi dapat kembali ke Yerusalem atas bantuan Persia yang mengalahkan Babilonia, mereka dapat membangun "Haykal Sulayman" namun dengan ala kadarnya sampai datangnya masa Herod, sekitar masa Nabi Isa AS muncul. 


Herod ("Yang Agung") adalah raja Yahudi keturunan Arab, yang taat kepada Roma. Dengan kedudukannya itu dia membangun kembali Haykal Sulayman, lalu dikenal sebagai "The Second Temple" ("Kuil Kedua"). Bangunan itu megah sekali, namun tanpa makna mendalam. Karena itu dikutuk oleh Nabi Isa. Kutukan itu terwujud ketika pada tahun 70 Masehi Titus dari Roma menghancurkannya dan meratakannya dengan tanah. Yang tersisa hanyalah sebuah tembok, tempat paling suci kaum Yahudi saat ini. Mereka beribadat dengan meratap di tembok itu, maka dikenal dengan "Tembok Ratap" (Wailing Wall) yang artinya untuk mengenang nasib mereka.


Kaisar Titus tidak hanya meluluhlantahkan Yerusalem dan Solomon Temple-nya saja. dia juga menindas orang-orang Yahudi, kemudian menghalangi mereka tinggal di Kana'an (Palestina Selatan) umumnya dan Yerusalem khususnya. Inilah permulaan masa Diaspora, yaitu masa kaum Yahudi mengembara terlunta-lunta ke seluruh penjuru bumi tanpa tanah air. 


Kitab Suci mengisyaratkan kejadian itu dalam firman Allah SWT yang artinya: "Kehinaan di timpakan atas mereka di mana pun mereka berada, kecuali dengan tali dari Allah dan tali dari manusia, dan mereka pulang dengan murka dari Allah. Kenistaan ditimpakan atas mereka, demikian itu karena mereka dahulu ingkar akan ajaran-ajaran Allah dan membunuh para Nabi tanpa alasan yang benar. Itulah akibat mereka durhaka dan telah melampaui batas." (Q.S ali-Imran [3]: 112).


Sedikit demi sedikit kaum Yahudi mengumpulkan kekuatan mereka. Bahkan pada tahun 132 mereka masih sempat menentang Roma lagi, yang kemudian dengan sangat kejam ditindas oleh Kaisar Hadrian, melalui Jendral Severus, sehingga "darah orang-orang Yahudi sampai mengalir seperti sungai dan harga budak di pasaran merosot karena banjir lelaki dan perempuan Yahudi yang diperbudak dan diperjual belikan."


Karena ingin melenyapkan Bangsa Yahudi umuk selama- lamanya, termasuk tanah suci mereka, maka Yerusalem dibersihkan, kemudian dibangun sebuah kota kecil, dan dinamai Aelia Capitolina, yang artinya kurang lebih kota suci untuk Dewi Aelia, berhala Roma. Di atas Bukit Moria sendiri, yang semula tempat berdiri Haykal Sulayman, berdiri patung Kaisar menghadap patung dewa pelindungnya, Jupiter Capitolinus.


Kemudian di Golgota kaisar Hadrian mendirikan kuil untuk berhala Venus, sebagai penghalang terhadap agama Kristen yang mulai tumbuh di tempat itu, yang bagi Hadrian tidak lebih dari pada sebuah sekte kecil baru agama Yahudi.


Begitulah keadaan Yerusalem selama sekitar tiga abad setelah kehancurannya. Pada abad keempat Raja Konstantin (pendiri Konstantinopel, setelah dikuasai orang-orang Turki Muslim menjadi Istanbul) masuk Kristen, dan menjadikan agama itu agama kekaisaran Romawi. Maka Yerusalem pun dikuasai kaum Kristen, dan berbagai tempat yang diduga ada kaitannya dengan 'Isa al-Masih diagungkan dengan didirikan bangunan-bangunan. Yang termegah, sampai sekarang, ialah gereja Holy Sepulcher. Bersambung.  


Referensi: 


Nurcholis Madjid, 1995 "Pintu-Pintu Menuju Tuhan." Penerbit Paramadina: Jakarta


Rudi Sirojudin Abas, salah seorang peneliti kelahiran Garut


Sejarah Terbaru