• logo nu online
Home Nasional Warta Sejarah Khutbah Taushiyah Kuluwung Ubudiyah Daerah Keislaman Syariah Obituari Risalah Doa Tokoh Tauhid Profil Hikmah Opini Wawancara PWNU Ngalogat Ekonomi Lainnya
Minggu, 28 April 2024

Sejarah

Kiai Dachlan, Ketum PBNU Peduli Literasi

Kiai Dachlan, Ketum PBNU Peduli Literasi
Kiai Dachlan, Ketum PBNU Peduli Literasi
Kiai Dachlan, Ketum PBNU Peduli Literasi

Bisa jadi, selain Gus Dur dan Kiai Machfudz Shiddiq, Ketua Umum PBNU yang punya perhatian pada literasi adalah KH Ahmad Dachlan. Kiai asal Pasuruan yang memimpin NU di dua masa (1943-1947 & 1954-1956) ini, memiliki jejak-jejak yang cukup penting dalam penguatan literasi.


Atas inisiasi Kiai Dachlan, sejumlah literatur ke-NU-an dan ke-Islam-an diterbitkan. Di antaranya karya lama KH. Machfudz Shiddiq yang berjudul “Pedoman Tablig”. Adapula “Pedoman Pemimpin Pergerakan” karya Moh. Thoha Ma’ruf. Selain itu, ada juga “Biografi KH. Hasjim Asj’ari” dan “Risalah Politik NU” sebanyak 4 jilid.


Selain buku-buku tersebut ada satu yang cukup menarik. Apalagi diangkat kembali dalam suasana Maulid Nabi Muhammad SAW seperti saat ini. Sebagai Ketua Umum PBNU, ia memerintahkan A Chamid Widjaja untuk menerjemahkan sebuah karya dari Thomas Carlyle yang berjudul “Heroes and Heroines Worship”.


Buku yang pernah diterjemahkan dalam bahasa Arab dengan judul “Muhammadun Rasulul Huda wa Syariatul Khalidah” itu terbit pertama kali pada 1841. Ada enam seri kepahlawanan yang ditulis oleh filsuf asal Skotlandia itu. Nabi Muhammad sendiri ditulis secara simpatik pada bagian kedua.


“Mengingat pentingnja isi buku itu, maka sengadja diminta kepada sdr. A Chamid Widjaja mentjoba menjalinnja ke dalam bahasa Indonesia dengan maksud agar lebih banjak lagi orang jang membatjanja, terutama bangsa kita jang kini dalam perdjuangan mengisi kemerdekaan.”


Demikian tulis Kiai Dachlan dalam pengantarnya yang bertarikh 10 Desember 1954.


Mengenai Sang Nabi sendiri, Thomas Carlyle menulis dengan sangat simpatik. Jauh dibandingkan penulis barat abad 19 lainnya. Di ujung makalahnya itu ia mengibaratkan Rasulullah laksana bintang api yang telah ditunggu-tunggu oleh umat manusia.


“Ja…. sudah lama pula saja katakan, bahwa orang besar ini laksana bintang berapi jang djatuh dari atas langit. Dan dalam menunggu-nunggu djatuhnja bintang berapi itu, umat manusia ini adalah ibarat kaju api jang kering. Dan bintang berapi itu djatuh tepat mengenai kaju itu, timbullah kebakaran hebat jang berkobar-kobar apinja dan mendjilat-djilat ke kanan dan ke kiri.”


اللهم صل علي سيدنا و مولانا محمد


Ayung Notonegoro, salah seorang Peneliti NU


Sejarah Terbaru