• logo nu online
Home Nasional Warta Sejarah Khutbah Taushiyah Kuluwung Ubudiyah Daerah Keislaman Syariah Obituari Risalah Doa Tokoh Tauhid Profil Hikmah Opini Wawancara PWNU Ngalogat Ekonomi Lainnya
Jumat, 26 April 2024

Sejarah

Ziarah Wali

Makam Keramat di Garut, Pangeran Papak Cinunuk Wanaraja (3-Habis)

Makam Keramat di Garut, Pangeran Papak Cinunuk Wanaraja (3-Habis)
Gerbang Makam Cinunuk, Wanaraja, Garut (Foto: RSA/NUJO)
Gerbang Makam Cinunuk, Wanaraja, Garut (Foto: RSA/NUJO)

Oleh Rudi Sirojudin Abas
Pelaksanaan ziarah ke Situs Makam Cinunuk, tidak terikat dengan waktu khusus. Namun, ada juga sebagian waktu yang dipilih karena kesakralannya. Selain hari-hari biasa, bagi masyarakat yang hendak berziarah dapat memilih waktu-waktu yang intensitasnya ramai seperti pada hari libur, akhir pekan, malam Jum’at Kliwon, dan di setiap bulan Mulud (Rabbiul Awal). 

Pada bulan Mulud,  hampir setiap hari baik masyarakat setempat maupun masyarakat luar, tidak henti-hentinya berziarah. Dan puncak ziarahnya terjadi pada tanggal 12 Mulud. 

Pada bulan Mulud juga dipertunjukan kesenian terebangan dan upacara ritual ngebakeun (memandikan) pusaka peninggalan Pangeran Papak sebagai karuhun masyarakat Cinunuk. 

Kesenian terebangan dan ritual ngebakeun pusaka bahkan telah menjadi kegiatan rutin yang tetap dilaksanakan. Tujuan pelaksanaannya adalah untuk menjaga, menghormati serta melestarikan warisan leluhur sehingga kemudian menjadi sebuah identitas budaya masyarakat Cinunuk.

Produk budaya lainnya yaitu pelaksanaan ziarah pada Jum’at Kliwon dan bulan Mulud, Pemilihan kedua waktu tersebut bukan hanya sebatas seremonial saja, tetapi mempunyai maksud dan tujuan serta pesan yang ingin disampaikan kepada masyarakat luas. Di dalamnya terdapat berbagai makna berkaitan dengan keberlangsungan hidup manusia sehingga kedua waktu itu menjadi waktu yang sakral.

Kliwon merupakan hari pasaran dalam kosmologi Jawa. Jawa mengenal jumlah hari dengan lima pasaran yaitu pahing-pon-wage-kliwon-legi/manis. Kliwon berhubungan dengan kesempurnaan. Kesempurnaan empat arah mata angin atau ruang, dengan satu pusatnya ditengah. Kosmologi ini disebut dengan papat kalima pancer. Papat merujuk pada empat arah mata angin dan ruang yakni timur-barat-utara-selatan, atau atas-bawah-kiri-kanan. Adapun pancer (tengah) merujuk pada pusat. Maka kesempurnaan itu terdapat di antara antagonisme-antagonisme arah mata angin dan ruang tersebut. Kliwon sebagai kalima pancer (pusat) dari pasaran papat (empat) pon-wage-legi/manis-pahing. 

Menurut Tandi Skober (2013) hari pasaran kliwon menurut kosmologi Jawa merupakan perlambangan “raja” sedangkan pon-wage-legi/manis-pahing masing-masing merujuk pada watak penyadap-pembantu-petani-pedagang. Sehingga apabila dikombinasikan dengan hari Jum’at yang merupakan hari utama dalam tradisi Islam, “Jum’at Kliwon” merupakan waktu utama untuk melakukan olah laku batin. Maka tidak heran apabila di tempat-tempat yang dianggap keramat seperti halnya di Situs Makam Cinunuk, pada hari atau malam Jum’at Kliwon banyak orang yang berziarah sambil melakukan tirakatan tertentu. Pemilihan waktu Jum’at Kliwon dimaksudkan sebagai lambang kesempurnaan kesatuan kosmos demi terciptanya keselarasan hidup.

Begitu pula dengan bulan Mulud, bulan yang intensitas pelaksanaan ziarahnya paling banyak. Mulud merupakan bulan ketiga dalam kalender Jawa-Islam. Dalam kalender Islam bulan Mulud disebut Rabbiul Awal sebagai bulan ketiga. Mulud diambil dari kata Maulid (bahasa Arab) yang artinya kelahiran. 

Bagi umat Islam, bulan Mulud memiliki arti yang sangat penting karena diyakini sebagai hari kelahiran Nabi Muhammad SAW. Pemilihan bulan Mulud sebagai puncak kegiatan ziarah secara umum dimaksudkan untuk mengambil berkah dari kelahiran Nabi Muhammad SAW sebagai pembawa utama risalah agama Islam. Oleh karena itu bulan Mulud dianggap sebagai bulan yang sakral, sebagai waktu yang tepat dalam memperingati jejak perjuangan Nabi Muhammad SAW. Kaitannya dengan zirah ke Makam Pangeran Papak adalah karena beliau merupakan orang yang berjasa dalam menyebarkan agama Islam di wilayah Cinunuk. 

Bulan Mulud menjadi sakral karena diulang kembali setiap tahunnya, sehingga perayaannya tidak dilaksanakan di luar bulan ini.  Hal ini sejalan dengan apa yang diungkapkan Eliade (2002), bahwa waktu sakral dapat diulang-balik, yaitu dihadirkannya kembali waktu mitos (mythical time) primordial. 

Pemilihan bulan Mulud sebagai waktu sakral dalam berziarah menandakan perpindahan durasi temporan yang direaktualisasikan oleh masyarakat dalam perayaan atau kejadian-kejadian. Sehingga bulan Mulud merupakan manifestasi dari ritual yang telah dilakukan pada waktu-waktu sebelumnya oleh para leluhur.

Begitulah kearifan lokal budaya di Wilayah Cinunuk, Kecamatan Wanaraja, Kabupaten Garut yang masih terjaga eksistensinya yang dikemas dalam bentuk ziarah kubur. Ziarah kubur telah memberikan pemahaman dalam upaya menghormati, memuliakan, serta menteladani jejak-jejak perjuangan leluhur dalam menyebarkan agama Islam. 

Ziarah kubur juga memberikan nilai pada diri kita untuk selalu berusaha menjadi orang yang bermanfaat bagi masyarakat sehingga mampu membawa perubahan bagi kehidupan manusia pada generasi berikutnya.

Penulis adalah Warga NU, peneliti makam keramat


 


Editor:

Sejarah Terbaru