• logo nu online
Home Nasional Warta Sejarah Khutbah Taushiyah Kuluwung Ubudiyah Daerah Keislaman Syariah Obituari Risalah Doa Tokoh Tauhid Profil Hikmah Opini Wawancara PWNU Ngalogat Ekonomi Lainnya
Senin, 29 April 2024

Sejarah

Dua Buyut KH Said Aqil Siradj dalam Catatan Manuskrip C Snouck Hurgronje Bertahun 1889: KH Muhammad Said Gedongan dan Kiai Hasan Sukunsari

Dua Buyut KH Said Aqil Siradj dalam Catatan Manuskrip C Snouck Hurgronje Bertahun 1889: KH Muhammad Said Gedongan dan Kiai Hasan Sukunsari
Dua Buyut KH Said Aqil Siradj dalam Catatan Manuskrip C Snouck Hurgronje Bertahun 1889: KH Muhammad Said Gedongan dan Kiai Hasan Sukunsari
Dua Buyut KH Said Aqil Siradj dalam Catatan Manuskrip C Snouck Hurgronje Bertahun 1889: KH Muhammad Said Gedongan dan Kiai Hasan Sukunsari

Saat membuka manuskrip catatan perjalanan C. Snouck Hurgronje ke beberapa pesantren di Jawa Barat pada tahun 1889, mata saya tertuju pada salah satu lembaran yang merekam jejak jaringan keilmuan ulama wilayah Cirebon (Jawa Barat) di kurun masa tersebut.


C. Snouck Hurgronje (w. 1936) yang pada saat itu menjabat sebagai adviseur voor Inlandshe zaken (penasehat kantor urusan pribumi), sepanjang tahun 1889 hingga 1891 melakukan rihlah keilmuan mengelilingi pesantren-pesantren tua yang ada di wilayah Sunda (Jawa Barat dan Banten) serta Jawa Tengah dan Jawa Timur.


Dalam rihlah intelektual tersebut, Snouck ditemani oleh Haji Hasan Mustapa (w. 1930), sahabat karibnya yang pernah berjumpa saat keduanya berada di kota suci Mekkah, pada tahun 1885.


Dalam catatan harian tersebut, Snouck mencatat ratusan nama ulama di Sunda-Jawa-Madura, serta jaringan keilmuan dan genalogi intelektual yang saling menghubungkan antar mereka dengan ulama-ulama Melayu-Nusantara lainnya, serta dengan ulama-ulama di Mekkah.


Di antara ulama Cirebon yang dijumpai oleh Snouck pada kurun masa tahun 1889 dan direkam dalam catatan diary perjalanannya adalah KH Imam Prabu (mufti Kasepuhan), KH Thalhah Kalisapu (mursyid Tarekat Qadiriah Naqsyabandiah), KH Muhammad Said Gedongan, KH Abdul Jamil Buntet, KH Soleh Jawahir Bendakerep, KH Anwar Tegalgubug, KH Hasan Sukunsari dan lain-lain.


Dari sejumlah nama ulama tersebut, terdapat dua nama yang merupakan buyut dari KH Said Aqil Siradj, mantan Ketua Umum PBNU (2010-2021). Keduanya adalah KH Muhammad Said Gedongan dan KH Hasan Sukunsari. Keduanya pula adalah ulama yang hidup sezaman.


KH Muhammad Said Gedongan adalah buyut dari KH Said Aqil Siradj Said dari jalur ayahnya: KH Said adalah putra dari KH Aqil (Kempek), putra dari KH Siradj (Gedongan), putra dari KH Muhammad Said (Gedongan).


Sementara itu, KH Hasan Sukunsari adalah buyut dari KH. Said Aqil Siradj dari jalur ibunya: KH Said, putra dari Nyai Afifah Harun (istri KH Aqil Kempek), putri dari Nyai Ummi Laila (istri KH Harun Kempek), putri dari KH Hasan Sukunsari.


Dalam catatan manuskrip peninggalan Snouck tersebut, disebutkan jika KH Muhammad Said Gedongan adalah seorang kiai yang mengasuh sebuah pesantren di kawasan Gedongan, Cirebon.


Jaringan keilmuan KH Muhammad Said Gedongan terhubung dengan KH Anwar Kriyani Buntet, juga dengan Kiai Pinang di Pekalongan. KH Muhammad Said juga tercatat mengajarkan beberapa kitab fikih madzhab Syafi’i seperti Fath al-Qarîb, Tahrîr, dan Fath al-Mu’în.


Dalam catatan manuskrip tersebut, disebutkan juga jika KH Hasan Sukunsari adalah pengasuh pesantren di Setu Jero (Setoe Djero), Desa Setoe, distrik Ploemboen. Saat ini, secara administrasi kawasan Setu Jero termasuk ke dalam wilayah desa Setu Wetan, Kecamatan Weru, Cirebon.


Disebutkan dalam manuskrip tersebut, jika jaringan keilmuan KH Hasan Sukunsari terhubung dengan beberapa ulama Cirebon, Surabaya, dan Garut. KH Hasan Sukunsari tercatat pernah belajar kepada KH Anwar Kriyani Buntet, juga pernah belajar di Surabaya (Jawa Timur), lalu kepada KH Sholeh Jawahir Bendakerep, dan juga belajar kepada Rd H Hasan Moestapa (Penghulu Besar Bandung).


Di pesantrennya di Sukunsari, KH Hasan juga mengajar beberapa kitab fikih dan nahwu. Di antaranya adalah beliau mengajar Fath al-Qarîb, Fath al-Mu’în, Tahrîr, dan Fath al-Wahhâb.


KH Hasan Sukunsari merupakan guru sekaligus mertua dari KH Harun b. Abdul Jalil, pendiri Pesantren Kempek Cirebon. Putri dari KH Hasan, yaitu Ummi Laila, menikah dengan KH Harun b. Abdul Jalil.


Tahun 1889, Snouck menjumpai KH Muhammad Said Gedongan dan KH Hasan Sukunsari, dua sosok ulama besar asal Cirebon. Record catatan mengenai dua ulama tersebut tertulis di dalam satu halaman, dalam diary catatan Snouck yang kini tersimpan di De Universiteits Bibliotheek Leiden (UBL), atau Perpustakaan Universitas Leiden, Belanda. 64 tahun kemudian, yaitu tahun 1953, KH Said Aqil Siradj Said lahir di Kempek, sebagai anak dari pernikahan para keturunan dua ulama di atas: KH Muhammad Said Gedongan dan KH Hasan Sukunsari. Wallahu A'lam.


Ahmad Ginanjar Sya’ban salah seorang Peneliti NU


Sejarah Terbaru