• logo nu online
Home Nasional Warta Sejarah Khutbah Taushiyah Kuluwung Ubudiyah Daerah Keislaman Syariah Obituari Risalah Doa Tokoh Tauhid Profil Hikmah Opini Wawancara PWNU Ngalogat Ekonomi Lainnya
Sabtu, 20 April 2024

Opini

Vaksinasi Aswaja: Tiga Paket Jadi NU secara Kaffah

Vaksinasi Aswaja: Tiga Paket Jadi NU secara Kaffah
Ilustrasi: NU Online
Ilustrasi: NU Online

Oleh KH Ahmad Zuhri Adnan

Sebagai organisasi jam’iyah diniyah ijtima’iyah (organisasi sosial keagamaan) Nahdlatul Ulama (NU) tidak hanya bertujuan menjaga ajaran agama yang baik dan benar, tetapi juga konsisten meneguhkan keutuhan bangsa dalam keberagaman serta menguatkan negara. Perannya sebagai civil society berhasil memperkuat negara untuk mewujudkan masyarakat madani berdasarkan Pancasila dan konstitusi yang dibangun para pendiri bangsa (founding fathers). Konsep-konsep relasi dakwah Islam ala Wali Songo yang ramah dan arif terhadap tradisi lokal diimplementasikan NU dengan halus, fleksibel, dan apik, sehingga ajarannya mudah diterima oleh rakyat nusantara bahkan dari sisi pluralisme dan humanisme konsep dan praktiknya diterima oleh kalangan non-Muslim. 

Berdasarkan itu pula secara kuantitas NU adalah satu-satunya organisasi dengan warga terbanyak di Indonesia bahkan internasional. Berdasarkan hasil riset yang dikeluarkan oleh lembaga survei Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA pada 18-25 Februari 2019, jumlah warga NU 49,5% atau sekitar 108 juta orang. 

Namun demikian, tantangan yang dihadapi NU makin kompleks, tak hanya skala nasional, tetapi juga global dari berbagai ideologi transnasional. Ideologi itu seolah berlindung di balik demokrasi, tetapi faktanya berupaya merongrong dasar negara. Yang jelas-jelas meresahkan sekaligus membahayakan adalah ajaran kelompok pengusung khilafah, seperti Ikhwanul Muslimin (IM), Hizbut Tahrir, Jihadi, Salafi Wahabi, Jamaah Tabligh, Syiah dll. Gerakan mereka dengan berbagai triknya menggerogoti basis-basis gerakan Islam lokal.

Tidak hanya NU, basis Muhammadiyah di perkotaan umpamanya, sekarang ini sedang digerogoti oleh jamaah IM dan HT. Jamaah Tabligh menggerogoti beberapa konstituen penting NU di perkotaan. Sedangkan gerakan Wahabi Salafi, berusaha mengambil jamaah NU puritan dengan pendekatan pesantren. Madrasah, dan halaqah-halaqah dan kajian. Jamaah Tabligh  sedang mengincar komunitas-komunitas sufi  di Indonesia. Sementara di jalur politik digawangi oleh PKS yang sesungguhnya memiliki ruh IM. Ajaran-ajaran mereka melahirkan intoleranisme, radikalisme, dan terorisme.

Makanya tak sedikit warga NU yang terkooptasi, kepincut dan masuk dalam jebakan gerakan mereka. Indikatornya adalah kritis terhadap amaliyah NU, menjauhi kyai dan puncaknya adalah mencaci maki bahkan memusuhi NU. Teknik dakwah yang menyentuh langsung masyarakat dan konstituen dengan jargon “kembali ke Al-Qur'an dan Hadits” mampu meraup elemen beragam, dari desa dan kota, dari orang  biasa, artis, dan pengusaha.

Dalam kegiatan Diklat Penceramah Agama di Bandung (26-27 Desember 2020) yang penulis ikuti, diperoleh data yang mencengangkan. Hasil survei LSI & Wahid Foundation tertulis 7.7 % = 20 juta Siap bertindak Radikal dan survei LIPI menunjukkan 4 % = 10 juta, mendukung teroris ISIS. Sementara Alvara Centre & Mata Air Foundation memperoleh angka: 23,4 % Mahasiswa setuju jihad untuk Khilafah, 23,3 % Pelajar SMA setuju jihad untuk khilafah, 18,1 % pegawai swasta tidak setuju Pancasila, 9,1 % pegawai BUMN tidak setuju Pancasila, dan 19,4 % PNS tidak setuju Pancasila.

Maka jalan mendesak untuk menanggulangi itu semua adalah dengan “vaksinasi Aswaja ” warga NU dengan pemahaman ke-NU-an yang komprehensif, terstruktur, masif, dan berkseinambungan melalui pengajian, kajian, diskusi, halaqah, lailatul ijtima, diklat pengkaderan (MKNU, PPWK, PKPNU, dan kaderisasi fungsional dan profesional berdasarkan kaderisasi di tingkat lembaga dan badan otonom), dakwah inovatif, dakwah digital (medsos) dan pemberdayaan organisasi juga pemberdayaan ekonomi.

Vaksinasi yang utama adalah upaya pemahaman dan penguatan doktrin “ber-NU harus satu paket” sebagai fondasi NU yaitu amaliyah, fikrah, dan harakah NU. Kenyataannya memang demikian. Jika amaliyah NU, fikrah NU tapi harakah bukan NU maka gerakannya intoleran dan gemar mencaci maki ulil amri (pemerintah) seperti FPI dan NU garis bengkok. Jika amaliyah NU, harakah NU, tapi fikrah-nya bukan NU melahirkan gerakan yang anti keberagaman seperti Jamaah Tabligh (khuruj).

Jika amaliyah NU tapi tidak paham fikrah, dan harakah maka akan menjadi NU yang labil dan mudah terkooptasi. Yang keempat –dan ini yang parah- jika tidak tiga-tiganya maka jelas-jelas akan menjadi “manusia” radikal, ekstremis, dan teroris yang mudah mengkafirkan dan menghalalkan darah sesama muslim seperti IM, HTI, Salafi Wahabi, dan ISIS.

Adapun paket pertama adalah amaliyah. Aamaliyah NU mengusung ideologi Ahlussunnah wal Jama’ah. Yakni ideologi yang menjaga kemurnian Islam dengan berpegang pada sunnah nabi dan para sahabat nabi. Amaliyah bidang aqidah bersandar pada manhaj Imam  Abu Hasan Al-Asy’ari dan Imam Abu Manshur Al-Maturidi yang moderat dalam menyikapi akal dan nash.

Hal itu berbeda dengan paham aqidah Mu'tazilah yang dikenal dengan al-Ushulul Khomsah. Salah satunya adalah manzilah bainal manzilatain (tempat diantara dua tempat-bukan surga bukan neraka). Berbeda pula dengan aqidah Syiah diantaranya yaitu, Ali menjadi khalifah adalah wasiat dari Nabi, para imam bagi orang-orang Syi’ah adalah ma’shum, dan 3 orang khalifah selain Imam ali tidak sah karena dianggap merampas.

Selain itu ada ajaran Khawarij yaitu orang yang berbeda dengan mereka disebut kafir kepemimpinan Utsman tidak sah karena menerima tahkim. Neo Khawarij yang sekarang adalah kelompok Wahabi yaitu kelompok yang bersandar pada pemikiran Muhammad bin Abdul Wahab yang sesat. Dengan berdalih memurnikan terhadap ajaran Islam, sehingga menganggap ziarah kubur dan tawassul sebagai bentuk kemusyrikan. Sebab itu, tidak mengherankan bila pandangan Ibnu Abdul Wahab ini dikritik banyak orang dan bertentangan dengan paham Ahlussunnah wal Jama’ah.

Masih paket amaliyah, bidang Fiqih (syari’ah amaliyah)  mengikuti salah satu mazhab empat yaitu, Imam Abu Hanifah an-Nu’man (Hanafiyah), Imam Malik Bin Anas (Malikiyah), Imam Muhammad Bin Idris as-Syafii (Syafi'iyah), dan Imam Ahmad Bin Hambal (Hanabilah).

Berbeda dengan kelompok Wahabi, sejak berganti nama dari Wahabi menjadi salaf, kelompok ini mengaku melepaskan diri dari mazhab fikih dan merujuk langsung pada Al-Qur’an dan hadis sehingga produk pemikirannya literat alias tekstual yang mudah menyalahkan orang lain bahkan mengkafirkan kelompok lain yang berbeda pemahaman.

Dalam bidang tasawuf (spiritual) berpegang teguh dengan garis-garis As-sunnah dengan tokoh panutannya Abul Qasim Al-Junaid wafat di Baghdad (297 H) dan Imam Al-Ghazali. Kaum Sunni dari kalangan empat mazhab, banyak mengakui bahwa tasawuf, termasuk tarekat, adalah bagian integral dari bangunan peradaban Islam.

Berbeda dengan kaum Salafi-Wahabi, menganggap tasawuf tidak ada zaman Nabi, maka wajib dimusuhi. Salah satu wakil Salafi-Wahabi yang mengeluarkan pandangan yang memusuhi dan memerangi tasawuf, di Indonesia di antaranya adalah Abdul Hakim bin Amir Abdat. Dia memasukkan tasawuf sebagai kelompok tersesat, dalam buku Keshahihan Hadits Iftiroqil Ummah (Jakarta: Pustaka Imam Muslim, 2005).

Paket kedua adalah fikrah. Cara pandang atau berpikir, NU senantiasa mengusung nilai-nilai yang berhaluan pada konsep tasammuh (toleran, Menghargai pendapat, pemikiran, keyakinan dan tatacara ibadah orang lain walaupun berbeda), tawassuth (moderat, berpijak kepada keadilan serta berusaha menghindari segala bentuk thathorruf (ekstrim), tawazun (seimbang, yaitu memelihara keseimbangan dalam menghadapi hidup dan kehidupan baik individu maupun sosial, lahir maupun batin lebih-lebih dunia maupun akhirat), dan mu’addalah (bertindak adil dan lurus pendirian). NU senantiasa teduh, tidak condong pada pemikiran liberal, tidak pula pada radikal.

Bersama konsep tersebut, orang NU sejatinya tidak akan mudah kagetan, dan tidak akan terjebak pada jurang pemikiran yang kaku, maka dengan demikian, bisa dikatakan bahwa bukan NU apabila ada orang yang berfikir liberal, apalagi radikal. Kelompok yang anti pemerintah, sering berdemo adalah yang fikrah NU-nya terkontaminasi. Orang yang melakukan aksi terorisme, menyimpan bom untuk melakukan kerusakan, mudah menyembelih orang (bahkan divideo), akibat pemikiran sadisnya, maka itu bukanlah cara berpikir orang NU.

Paket ketiga yaitu harakah (gerakan). Gerakan NU yang baik adalah gerakan yang selaras dan satu koordinasi dengan keorganisasian NU. Maka tidak dibenarkan, ada orang mengaku NU, namun malah masuk dalam gerakan atau organisasi yang justru bertentangan dengan gerakan NU. Terlebih masuk kepada gerakan yang ingin menghancurkan NU, maka hal demikian adalah celaka besar.

Sebagai kesimpulan, ber-NU harus kaffah, harus satu paket: amaliyah, fikrah, dan harakah. Jika ketiganya dipegang sebagai urwatul wutsqa maka akan menjadi warga NU yang paripurna. Tidak ada NU rasa FPI, NU rasa Wahabi apalagi mengaku lurus kenyataannya NU bengkok. Wallahu a’alam.

Penulis adalah Ketua LDNU Kabupaten Cirebon, Pengasuh Pondok Pesantren Ketitang Cirebon


 


Opini Terbaru