• logo nu online
Home Nasional Warta Sejarah Khutbah Taushiyah Kuluwung Ubudiyah Daerah Keislaman Syariah Obituari Risalah Doa Tokoh Tauhid Profil Hikmah Opini Wawancara PWNU Ngalogat Ekonomi Lainnya
Sabtu, 20 April 2024

Opini

Toxic People

Toxic People
Toxic People. (Ilustrasi: NUO)
Toxic People. (Ilustrasi: NUO)

Dulu saya mengira orang beracun itu hanya ada dalam buku silat. Tetapi para ahli kesehatan jiwa mengatakan orang beracun itu sungguh-sungguh ada dalam kehidupan nyata. 


Saya dulu pecandu berat buku silat. Berbagai macam buku silat sudah saya baca. Dari bacaan itu saya mengenal istilah manusia beracun. Ada beberapa buku silat yg berjudul manusia beracun; seperti Si Racun dari Barat (Chin Yung), Pukulan Hitam (SD Liong), Telapak Emas Beracun, Tangan Berbisa (Khu Lung), dan mungkin ada beberapa lagi. Kesemua itu bercerita tentang orang yang tubuhnya mengandung racun. Sangat berbahaya berurusan dengan mereka.


Jika dia menyentuh tubuh seseorang atau orang menyentuh bagian tertentu dari tubuhnya, risikonya sangat besar; karena itu berarti racun yang ada pada dirinya akan berpindah ketubuh orang yang bersentuhan dengannya, dan berakibat fatal (melumpuhkan atau bahkan merenggut jiwa org tsb). Hanya org yg tak mengenalnya atau yg betul2 memahaminya, atau yg meyakini bhw dia mampu mengatasi dirinya, yang berani dekat atau berurusan dengannya.


Pada umumnya org, terutama yg jahat, menghindar darinya. Dalam buku silat yg saya sebutkan diatas, mereka (orang beracun itu) adalah pahlawan, para pendekar. Tetapi dalam buku silat yang lain, kebanyakan adalah penjahat yang sadis, tanpa belas kasihan, yang pada umumnya hidupnya berakhir tragis (dilumpuhkan oleh racunya yang ada tubuhnya sendiri). Itu kisah dlm buku-buku silat. Saya tidak begitu percaya manusia beracun itu ada dalam kehidupan nyata.


Tetapi para ahli kesehatan jiwa belakangan ini mengenalkan istilah toxic people untuk sebuah karakter yang khas. Tidak persis sama dengan versi buku silat. Sama-sama beracun, tetapi karakternya berbeda; terutama dlm buku2 silat yg saya sebutkan diatas.


Istilah toxic people sekarang dialamatkan kepada seseorang yang sifatnya atau pribadinya kebanyakan menyusahkan dan merugikan orang lain, baik itu secara fisik maupun emosional. Orang beracun dalam dunia nyata adalah yang menebarkan sesuatu yang negatif ke lingkungan sekitarnya. 


Konon toxic people adalah orang-orang yang sulit merasakan kebahagiaan. Hidupnya terus menerus di-bayang-bayangi rasa tidak puas, dan sering mengeluh. Hidupnya penuh dengan rasa curiga dan dendam. Memandang yang orang lain itu sebagai obyeknya semata (untuk diekploitas). Mungkin mereka itu juga yang dalam bahasa agama, disebut orang-orang tak pandai bersyukur, karena dalam dirinya ada penyakit (yang terus menerus bertambah). 


Para ahli menyebut toxic people sebagai gangguan kepribadian (personality disorder); yakni cara berpikir, merasa, berperilaku yang berpusat pada diri sendiri. Toxic people kesulitan memahami situasi orang lain. Karakter ini konon terbentuk karena pengalaman dan lingkungan; ada juga yang mengatakan itu bawaan. Gangguan kepribadian memang persoalan mental, tetapi bukan gangguan mental (mental disorder). Para ahli membedakannya dengan gangguan mental (depresi; gangguan kecemasan; bipolar, perubahan suasana hati yang berlangsung tiba-tiba; skizofrenia, dimana penderita sulit membedakan kenyataan dan khayalan sehingga tidak realistis, suka berhalusinasi). Tetapi kebanyakan ahli tetap menganggapnya sebagai bagian dari gangguan mental. 


Ada beberapa ciri toxic, seperti selalu menonjolkan diri bahwa dia adalah yang terbaik; orang terpercaya; egois; ngotot dan meyakini bahwa dirinyalah yang benar, cenderung memanipulasi; ahli berbohong; tidak mempunyai empati; sulit meminta maaf; memandang remeh orang lain, dan sebagainya.


Tetapi yang banyak disebutkan (dianggap salah satu yang paling berbahaya) adalah kecenderungan memanipulasi, menguasai dan mengeksploitasi orang. Biasanya toxic people itu (berusaha) mengkaitkan diri dengan orang yang berpengaruh; dalam keluarga, di wilayah kerja atau dalam masyarakat. Mereka sangat ulet mengupayakannya (dengan berbagai cara) untuk merebut kepercayaan yang bersangkutan; tentu dengan memanfaatkan ketulusan dan prasangka baik yang bersangkutan. Jika sudah mendapat kepercayaan maka dia akan lengket; dan berusaha dengan berbagai cara untuk mempertahankannya. Pada tingkat tertentu, dia seperti lintah; lengket, mencengkram dan mengisap. Sulit dilepaskan. 


Kedekatannya dengan orang yang berpengaruh, pada gilirannya kemudian digunakan untuk menekan dan mengekploitasi yang lain. Jadi dia tidak hanya mengisap tempatnya bergantung, tetapi juga memeras yang punya hubungan dengan tempat bergantungnya itu atau yang ada disekitarnya. Untuk itu dia tidak ragu untuk berbohong. Jika kebohongannya terkuak dia akan berupaya dengan berbagai cara licik untuk membersihkan diri (misalnya dengan melemparkan kesalahannya itu kepada orang lain disekitar tempat itu). Dia juga tidak ragu melakukan intimidasi, bahkan kekerasan. Bisa mengkombinasikan berbagai cara (yang mengorbankan orang lain) untuk menutup kesalahannya. 


Dia menghasut, menceritakan keburukan-keburukan (sebenarnya kejahatan yg dia lakukan sendiri yg ditempelkan kepada) orang-orang yang dianggapnya menghalangi. Dengan cara itu dia membuat orang-orang disekitar tempatnya itu saling curiga. Kata para ahli (menghasut) ini juga adalah salah satu ciri yang paling berbahagia dari toxic people. Karena dengan ulahnya itu orang yang mempunyai hubungan dekat atau bahkan yang bersaudara bisa saling bermusuhan. Kondisi tak stabil itu memang tampaknya menjadi sasaran antaranya; krn situasi seperti itu membuatnya leluasa melakukan aksinya. 


Perilaku toxic people hampir sama dengan psikopat, kata para ahli. Jika dia telah berhasil membuat orang lain melakukan apa yg ia inginkan, selanjutnya ia akan melakukan hal-hal yang lebih parah lagi; yang mungkin (bagi korban) memakan waktu lama untuk menyadarinya. 


Ciri lain toxic people adalah membawa dirinya ke dlm situasi yang dramatis. Itu terutama terlihat setelah dia gagal. Ketika gagal atau hubungannya terputus, dia  memulai konflik, melancar serangan balik yang rada2 brutal kpd orang yang dianggap telah menggagalkan usahanya (misalnya, menyebar fitnah keji). Dia akan mendatangi pihak lain, mengadu, dengan menempatkan diri sebagai korban yang di dzolimi, yg diperlakukan tidak adil, yang dilupakan segala kebaikan yang telah diperbuatnya sekian lama. Padahal dialah sebenarnya yang telah melakukan kerusakan. Tetapi itu kemudian ditempelkan kepada pihak yang dianggapnya telah menyebabkan dia kehilangan pegangan. 


Dia akan berupaya agar orang-orang di sekitarnya atau orang yang dihubungi paling tidak mendukung ceritanya. Tentu dia berbohong, memutar balik fakta atau melebih-lebihkan untuk menggiring opini, supaya lingkungannya dan oreng lain mendukungnya melawan orang yang dianggapnya telah membuyarkan mimpinya. Dia juga bisa memberikan hadiah untuk mengikat kesetiaan orang kepadanya dan ceritanya. Dia biasa melakukan apa disebut emotional abuse (perilaku atau sikap nonfisik yg dirancang untuk mengendalikan, menaklukkan).


Sebenarnya Ini adalah salah satu bentuk kekerasan; kekerasan yg  paling halus di antara jenis kekerasan lainnya. Karena kekerasan jenis ini tdk dirasakan dan sangat manipulatif. Salah satu perilaku yg biasanya digolongkan  emotional abuse adalah memberikan hadiah secara berlebihan kepada orang lain dengan maksud agar si penerima hadiah merasa bergantung dan terikat. 


Ada banyak ciri toxic people yang dikenali para ahli. Misalnya tidak memiliki empati. Tidak bisa merasakan atau tidak bisa memahami persoalan orang lain. Jika ada yg orang atau keluarga (yang sebelumnya berhubungan dekat dengannya) tertimpa kemalangan, apalagi orang yang dianggap telah menyalahinya, dia tidak akan datang. Jangankan datang, menyatakan belasungkawa pun tidak. Dia juga sulit sekali meminta maaf meskipun sudah  jelas-jelas bersalah. Dia tak pernah merasa bersalah. Dia menganggap kesalahannya itu disebabkan oleh kesalahan orang lain.


Pokoknya bagi toxic people dirinyalah paling benar dan paling hebat. Ini yang oleh para ahli disebut Thanos Syndrome (perasaan paling hebat dan paling benar). Merasa dirinya sudah melakukan yang terbaik. Seringkali dia mengira semua hal akan berantakan dan berjalan tidak mulus jika dirinya tidak ada.


Kata para ahli sangat repot berhubungan dan berurusan dengan toxic people. Sangat menguras energy (karena emosinya sulit ditebak, tidak mau mendengar, meyakini dirinya adalah korban, selalu merasa benar, dan tidak bertanggung jawab) serta  juga menguras sumberdaya (krn kecenderungannya melakukan eksploitasi). Kata para ahli toxic people adalah pembohong dan pengkhianat yg sangat berbakat. 


Itu sementara catatan saya tentang toxic people; yang saya ambil dari berbagai sumber.  Entah benar atau tidak, ada itu yang namanya toxic people dalam dunia nyata. Itu tidak akan merusak keyakinan saya bahwa pada dasarnya orang itu baik. Semua orang lahir dalam keadaan fitrah. Bahwa kemudian ada yang tidak baik, ada yang  melakukan kejahatan, ada yang berprilaku seperti yg digambar diatas, itu hal lain. Itu hal yg datang atau yg muncul kemudian. Itu mungkin terjadi karena lingkungan, karena tekanan kehidupan, atau karena jebakan iblis.  


Nenek moyang kita dahulu kala telah menunjukkan bahwa kita, manusia, pada dasarnya baik. Kecenderungan menjadi rusak setelah sebagian memutuskan menetap, dan semakin parah setelah adanya proyek modernisasi; persoalan semacam personality disorder pun bermunculan. Dalam dunia (dengan jebakan hedonisme dan pragmatisme) seperti sekarang, itu bisa menimpa siapa saja. Tetapi itu, menurut saya, bisa diperbaiki. Karena pada dasarnya manusia baik.


Caranya? Kita bisa bertanya kepada ahlinya. Mungkin dengan empati dan kasih sayang; dengan komunikasi terbuka dan batasan yang tegas; dengan kesabaran; tidak terjebak dalam permainannya (yang penuh drama); dengan pertolongan profesional saya kira. Mungkin begitu. Entahlah. Wallahu a'lam bisshawab.


KH Helmi Ali, Ketua Badan Pengawas Yayasan Rahima


Opini Terbaru