• logo nu online
Home Nasional Warta Sejarah Khutbah Taushiyah Kuluwung Ubudiyah Daerah Keislaman Syariah Obituari Risalah Doa Tokoh Tauhid Profil Hikmah Opini Wawancara PWNU Ngalogat Ekonomi Lainnya
Senin, 6 Mei 2024

Opini

KOLOM PROF DINDIN

Respons Publik dan Debat Capres 2024

Respons Publik dan Debat Capres 2024
tiga calon presiden 2024 (Foto: AM)
tiga calon presiden 2024 (Foto: AM)

Sudah dua kali, KPU menyelenggarakan debat antara para Paslon Pilpres 2024. Debat pertama dilaksanakan pada tanggal 12 Desember 2023 khusus untuk para Capres dan kedua tanggal 22 Desember 2023 untuk Cawapres. Sesuai dengan rencana, perhelatan debat Paslon Pilpres akan dilaksanakan 5 kali dengan komposisi 3 kali untuk Capres dan 2 kali untuk Cawapres. 


Tentu saja debat ini menjadi penting untuk melihat tidak saja penampilan, kesiapan dan kecakapan secara fisik para calon pemimpin Indonesia 5 tahun ke depan, akan tetapi untuk menggali sekaligus menguji gagasan masing-masing pasangan berikut argumentasinya. 


Namun demikian, respon publik paling menonjol terhadap 2 sesi debat yang telah berlangsung justru sikap menang-menangan dari masing-masing pendukung dengan argumentasi yang tidak jelas. Debat lebih diibaratkan sebagai pertandingan tinju atau sepakbola dimana para supertor fanatik secara membabi buta membela pasangan favoritnya. Terlebih lagi, ada kesan yang kuat terdapat kecenderungan antara para paslon dalam 2 sesi debat itu untuk saling menikung lawannya dengan hal-hal yang “absurd”. Hal ini tentu saja memunculkan pertanyaan tentang apa itu esensi debat? 


Apa itu Debat?
Istilah debat diambil dari bahasa Inggris yaitu debate. Ada banyak pengertian tentang istilah ini, salah satunya adalah a discussion, esp. one in which several people with different opinions about something discuss them seriously, or the process of discussing something (suatu diskusi yang salah satu contohnya dimana beberapa orang dengan gagasan yang berbeda tentang sesuatu membahas berbagai gagasan tersebut secara serius, atau suatu proses membahas sesuatu). 


Definisi lain menyatakan bahwa debat merupakan sebuah kompetisi resmi terkait adu argumentasi yang berlawanan antara dua individu atau tim dengan tujuan untuk menemukan pihak yang paling benar argumentasinya. 


Melihat dua pengertian di atas ada beberapa kata kunci yang bisa digarisbawahi. Pertama, debat adalah salah satu bentuk diskusi. Tentu saja sebagaimana telah banyak kita ketahui bahwa diskusi sudah menjadi praktek kita sehari-hari baik di level keluarga, komunitas maupun negara. 


Banyak hal yang bisa diuraikan sekaligus dicari solusinya dengan diskusi. Namun berbeda dengan diskusi biasa yang lebih mengarah pada pencarian kesamaan dan kesepakatan, debat lebih menampilkan sisi kompetitifnya, sehingga menekankan sisi pro dan kontranya. 


Kedua, debat harus melibatkan banyak orang atau pihak dengan jumlah minimalnya tentunya dua orang/pihak dengan posisi yang berbeda sejak awal. Dalam istilah debat sering dikenal dengan istilah pihak afirmasi yang pro dan oposisi yang kontra. Mengapa? Karena debat pada dasarnya membahas secara bersama sesuatu yang dipandang penting bagi para pihak ataupun bahkan banyak pihak lainnya yang berkepentingan dengan pandangan dan argumentasi para pihak yang terlibat dalam debat. Seperti halnya debat capres dan cawapres saat ini dimana publik ingin mengetahui sekaligus menilai pihak mana yang dipandang paling benar dan sesuai dengan aspirasi para pemilih.


Ketiga, debat secara esensial berbicara tentang gagasan plus argumentasinya yang berbeda. Jika gagasan itu mirip atau bahkan sama, tentu saja tidak ada perdebatan karena debat itu untuk menghadirkan gagasan yang berbeda atau bahkan bertentangan. 


Di sini debat berbeda dengan tanya jawab apalagi cerdas cermat. Debat itu tentang bagaimana gagasan para pihak tentang sesuatu diperdebatkan secara intensif dan komprehensif. Menang dan atau kalah dalam debat bukan saja berdasarkan pada kemampuan menjawab pertanyaan misalnya satu istilah tertentu, akan tetapi bagaimana para pihak membangun argumentasi atas pandangannya. 


Secara lebih jelasnya debat akan dinilai bagus atau menang dengan merujuk pada beberapa Indikator antara lain “kekuatan bukti, argumen, gaya, konten, bahkan strategi dalam menyampaikan argumen”.


Terakhir, debat harus berdasarkan pada topik tertentu yang merupakan masalah yang perdebatkan. Para pihak yang terlibat dalam debat tidak boleh keluar dari topik yang telah ditentukan. Hal itu karena tujuan utama dari debat untuk menentukan pihak mana yang “menang” argumentasinya tentang topik tersebut. 


Tidak heran jika sebelum dilakukan debat telah ditentukan ttopik apa yang akan diperdebatkan. Di sinilah peran penting moderator untuk memandu agar perdebatan tetap on the track. Di sini pula penguasaan moderator akan permasalahan yang diperdebatkan merupakan sebuah keniscayaan.       


Bagaimana Debat saat ini 
Melihat 2 sesi debat yang telah berlangsung nampaknya publik harus lebih bersabar lagi karena dari keemapt aspek yang seharusnya ada dalam debat itu belum sepenuhnya hadir kecuali aspek kedua dimana ada 3 paslon yang berkompetisi. Tapi apakah masing-masing paslon memiliki gagasan yang berbeda-beda bahkan bertolak belakang, kita belum melihat itu secara jelas karena ketiga paslon tersebut bisa dikatakan gagal menyajikan argumentasi yang riil dan jelas. 


Pada debat sesi Capres misalnya terlihat bahwa para capres masih bersikap canggung, kurang siap dan kurang cakap berargumentasi. Akibatnya debat lebih didominasi oleh gimmick dan luapan emosional daripada luapan gagasan berikut isi dan argumentasinya. Dengan kata lain debat capres edisi pertama masih sangat jauh dari espektasi publik karena ketika debat selesai tidak ada poin yang jelas yang bisa dinilai oleh publik kecuali kesan-kesan emotif selama debat.  



Debat kedua ternyata semakin tidak jelas. Para cawapres lebih fokus pada pencitraan di hadapan publik dibandingkan memperdebatkan permasalahan yang disodorkan. Publik seperti disuguhkan lomba pidato antar 3 kontestan dengan style masing-masing. Ketika sampai pada sesi saling bertanya yang muncul justru pertanyaan-pertanyaan kekanak-kanakan (childish) karena berisi tebak-tebakan yang tidak bermutu. 


Ada banyak faktor mengapa sesi debat yang telah berlangsung ini belum memenuhi harapan. Jangankan memenuhi ekspektasi akan lahir ide-ide cemerlang dari masing-masing paslon, memenuhi unsur-unsur utama debat saja gagal. 


Selain beberapa telah disebutkan sebelumnya, faktor lainnya adalah karena terlalu umumnya permasalahan yang harus diperdebatkan. Bayangkan pada satu sesi debat, ada banyak topik sangat umum bahkan abstrak yang harus diulas dengan waktu yang sangat sempit bagi masing-masing paslon untuk menunjukkan bukti, argumen, gaya, kontak dan strategi penyampaian argumen. 


Hal lainnya adalah peran moderator yang lebih tepat sebagai pemandu acara daripada moderator seharusnya dalam debat dan juga keberadaan supporter yang pada tingkat tertentu justru lebih sebagai penggangu jalannya debat daripada pendukung suksesnya debat. Wallahu a’lam. 


Didin Nurul Rosidin, Direktur Pesantren Terpadu Al-Mutawally, Wakil Ketua Syuriah PCNU Kuningan, Guru Besar IAIN Syekh Nurjati Cirebon
 


Opini Terbaru