Refleksi Harlah ke-102 NU: Membangun Sinergitas Harokah dalam Ber-NU
Rabu, 15 Januari 2025 | 09:35 WIB
Eko Setiobudi
Kolomnis
Tepat tanggal 16 Rajab 1446 H, atau yang bertepatan dengan tanggal 16 Januari 2025, Nahdlatul Ulama (NU) memperingati Hari Lahir (Harlah) yang ke-102. Sebuah perjalanan panjang dari Ormas Islam dalam mengawal aqidah ahlusunnah wal jamaah an-nahdliyah bukan hanya di Indonesia, tetapi juga di dunia.
Eksistensi NU sudah tidak perlu diragukan lagi. NU yang sejak awal pembentukannya yakni 16 Rajab 1344 H sampai dengan saat ini terus berkomitmen menjaga dan mengawal NKRI adalah pengejawantahan dari prinsip dasar dan nilai NU, yakni cinta tanah air bagian dari iman (hubbul wathon minal iman).
Baca Juga
Dunia Islam Hari Ini
Dinamika perjalanan dan perjuangan NU baik dalam adil merebut kemerdekaan sampai dengan mengisi era kemerdekaan dalam silih berganti orde kekuasaan di Indonesia tentunya sangat diwarnai dengan beragam polemik, pro-kontra bahkan termasuk pergesekan dengan kelompok-kelompok lain. Sebut saja gesekan antara NU vs PKI pada periode tahun 1940-an sampai dengan 1960-an.
Pengurus Besar NU selaku induk organisasi juga telah merilis tema dan logo Harlah Ke-102. Dengan mengusung tema "Bekerja Bersama Umat untuk Indonesia Maslahat", dengan logo yang menggabungkan lambang sorban kiai berwarna hijau dan tali tambang. Tema dan logo ini menegaskan dan memperkuat komitmen prinsip utama NU, yakni Tawassuth (moderat), Tawazzun (seimbang), I'tidal (adil) dan Tasamuh (toleran) di tengah-tengah gelombang globalisasi, modernisasi, liberalisasi yang telah mereduksi dan mengerus akar, tradisi dan budaya masyarakat.
Peringatan Harlah ke-102 sekaligus menyegarkan kembali khidmah yang telah menjadi visi bersama para pendiri NU, yang selalu dijaga, dirawat, dilestarikan dan diteruskan dari generasi ke generasi berikutnya hingga saat ini. NU tetap eksis dalam khasanah kehidupan bermasyarakat, beragama, berbangsa dan bernegara bagaimanapun karena khidmah dan bakti NU diberikan kepada umat dan bangsa Indonesia.
Harus diakui, besarnya gerakan NU adalah kumpulan dari serpihan dan gerakan-gerakan kecil yang bersifat lokalistik dari harokah yang dilakukan oleh para muharik (pengerak) NU, khususnya di level yang paling bawah, yakni Ranting dan Anak Ranting NU. Semuanya ber-harokah dalam irama dan nada orchestra yang sama dengan komando atau dirijen PBNU, selaku induk organisasi.
Artinya visi besar dan peran besar NU terhadap umat adalah sumbangsih dari para muharik NU dari semua lapisan. Sumbangan dan harokah-harokah kecil yang terkumpul dari banyak orang akan bernilai dan menghasilkan manfaat besar bagi landasan perjuangan NU mengawal umat dan bangsa Indonesia, tentunya agar lebih maslahat sebagaimana tema Harlah ke-102.
Baca Juga
Logo Harlah ke-102 NU, Download di Sini
Terlepas dari itu, peran dan kiprah NU di berbagai daerah memang beragam. Kondisi daerah dan masyarakat, dengan beragam perbedaan topografi, antropologi dan sosiologi masyarakat yang berbeda di setiap daerah memberikan nuansa yang juga berbeda dalam ber-harokah mengurus dan membesarkan NU.
Provinsi Jawa Timur, Jawa Tengah, Banten dengan mayoritas warga NU dengan pondok-pondok pesantren besar tentu akan mempermudah harokah membesarkan dan mengurus NU. Didaerah dengan populasi NU yang dominan serta persebaran pondok pesatren dan santri yang cukup massif seperti di Jawa Timur dan Jawa Tengah, harokah NU tentunya tidak begitu menjadi persoalan dan minim gesekan. Bagaimanapun, NU, pondok pesantren dan santri memiliki irisan yang sagat erat. Bahkan NU didirikan sebagai wadah untuk mempersatukan para santri, dan pesantren-pesantren menjadi pusat pendidikan agama dan sosial.
Kondisi demikian tentunya berbeda dengan provinsi lain, sebut saja Jawa Barat, DKI Jakarta, Papua dan Papua Barat, NTT, dan provinsi di Pulau Kalimantan, dengan populasi masyarakat, dimana penganut NU bukan dominan, dan persebaran pondok pesantren dan santri yang belum begitu massif. Sehingga dibutuhkan pendekatan dan metodologi harokah yang berbeda dan penuh dengan inovatif dalam mengurus dan membesarkan NU. Karena bagaimanapun, di daerah-daerah yang demikian, gesekan dalam ber-harokah dengan kelompok atau masyarakat lain tidak bisa dihindari. Padahal semuanya memiliki haluan aqidah yang sama, yakni ahlusunnah wal jamaah. Yang berbeda hanyalah pola harokah-nya.
Sebagai sebuah refleksi bersama adalah harokah penulis yang juga berkhidmah di NU pada level Pengurus Ranting NU di salah satu desa di Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Dimana populasi warga NU tidak sebanyak desa-desa yang ada di Provinsi Jawa Timur maupun Jawa Tengah. Gerakan syiar dan dakwah di desa dengan populasi warga NU yang masih minim lebih dominan mengunakan majelis taklim, ketimbang mengunakan wadah jami’yah NU. Apakah salah, tentunya tidak. Hanya saya kesinambungan harokah tidak bisa terbangun karena antara majelis ta’lim yang satu dengan majelis ta’lim yang lain terputus secara harokah, karena tidak adanya ikatan jam’iyyah yang sama dan seirama. Berbeda dengan NU yang menginduk pada satu azas yang sama, yakni AD/ART dan keputusan-keputusan jam’iyyah yang dikeluarkan oleh induk organisasi yakni PBNU.
Dalam topografi sosial ekonomi, sosial politik dan sosial budaya masyarakat desa dengan minimnya warga NU, membesarkan dan mengurus NU paling tidak bisa disandarkan pada 3 pendekatan utama, yakni:
Pertama, kaderisasi secara massif, baik dengan sasaran santri maupun non santri. Pada level struktur organisasi yang di bawah atau akar rumput, seperti Ranting NU dan Anak Ranting NU, peran kaderisasi jauh lebih kompleks dan dinamis. Pasalnya kaderisasi dalam tubuh Ranting NU dan Anak Ranting NU bukan semata-mata berorientasi keberlanjutan kepemimpinan dan eksistensi organisasi, tetapi juga berorientasi untuk men-jami’yah-kan warga dan masyarakat yang selama ini adalah jamaah NU, yang semuanya bermuara pada peran besar NU yang mampu memberikan azas kemanfaatan dalam kehidupan bermasyarakat di lingkungannya masing-masing. Oleh sebab itu, kaderisasi harus fokus pada penguatan leadership, bergerak dan berpikir out of the box, ikhlas, totalitas secara lahir-batin, kemampuan berfikir efektif dalam mengambil keputusan, berinovasi dan berimprovisasi.
Kedua, membuat program yang berdampak luas dan dirasakan secara langsung oleh warga masyarakat sekitar. Hal ini penting untuk meningkatkan partisipasi dan peran Ranting dan Anak Ranting NU dalam kehidupan di masyarakat dengan mengedepankan azas kemanfaatan, sinergitas dan keberlanjutan. Dalam konteks inilah Kerjasama dalam rangka mengali dan mengunakan semua potensi pengurus dan jami’yah NU menjadi penting agar semua dapat berpartisipasi secaraefektif dan efisien sesuai dengan kapasitas masing-masing. Beberapa langkah terobosan yang bisa dilakukan diantaranya adalah berbagai beras gratis secara rutin, potong rambut gratis, bekam dan pengobatan gratis, pemulasaran jenazah gratis, ruqyah massa gratis dan lain sebagainya yang dilakukan dengan sukarela, seperti bersinergi dalam acara-acara haul anggota keluarga, tahlil bagi warga meninggal, khataman qur’an, yang semuanya dilakukan secara gratis disertai dengan support jamaah secara maksimal.
Ketiga, beramaliah aswaja secara istiqamah dari rumah ke rumah atau dari masjid/musholla ke masjid/musholla. Baik itu dengan melaksanakan rutinan istighotsah, pembacaan yasin, tahlil, al barjanji, ratib al hadad atapun amaliah-amaliah aswaja yang lainnya.
Apabila ketiga hal tersebut di atas, bisa dijalankan secara simultan, bukan tidak mungkin harokah dalam membesarkan dan mengurus NU di desa atau daerah yang minim warga dan jamaah NU akan dengan mudah di terima oleh masyarakat, yang dalam jangka Panjang tentunya panji-panji NU akan berkibar tinggi di desa atau daerah tersebut.
Hal inilah yang menjadi ruh sinergitas harokah ber-NU dalam mengejawantahkan tema Harlan ke-102 (bekerja bersama Umat untuk Indonesia Maslahat), yakni strategi dan tahapan sederhana dalam mendorong kreatifitas dalam ber-harokah, menciptakan dan mengembangkan suasana atau iklim organisasi yang mampu menumbuh kembangkan dan meransang kreativitas sesuai dengan kebutuhan jamaah dan warga masyarakat sekitar, menciptakan dan mengembangkan kerjasama yang dapat menumbuhkan perasaan ikut bertanggung jawab dalam mewujudkan usaha mengembangkan dan memajukan NU secara bersama-sama, terakhir adanya rumusan tujuan jangka pendek dari sebuah harokah yang menyentuh kepentingan bersama, diiringi dengan usaha men-jam’iyah-kan jamaah dan masyarakat untuk berperan aktif membesarkan dan mengurus NU.
Dr Eko Setiobudi, SE, ME, Ketua Tanfidziyah Ranting NU Desa Limusnunggal, Kecamatan Cileungsi, Kabupaten Bogor
Terpopuler
1
Pelunasan Haji Khusus 2025 Memasuki Hari Keempat, Kuota Terisi Hampir 50%, Masih Dibuka hingga 7 Februari
2
LAZISNU Depok Resmi Jadi Percontohan dalam Program Koin Digital NU
3
3 Peristiwa Penting di Bulan Syaban, Bulan Pengampunan dan Rekapitulasi Amal
4
IPNU-IPPNU Kabupaten Tasikmalaya Gelar Diklat Aswaja, Perkuat Pemahaman Keaswajaan Pelajar NU
5
Hasil Bahtsul Masail Kubro Putri se-Jabar di Pesantren Sunanulhuda 2025 terkait Hukum Sungkem dan Mushofahah kepada Guru, Download di Sini
6
Menjaga Warisan Gus Dur: Alisa Wahid dan Tantangan Toleransi di Indonesia
Terkini
Lihat Semua