• logo nu online
Home Nasional Warta Sejarah Khutbah Taushiyah Kuluwung Ubudiyah Daerah Keislaman Syariah Obituari Risalah Doa Tokoh Tauhid Profil Hikmah Opini Wawancara PWNU Ngalogat Ekonomi Lainnya
Selasa, 19 Maret 2024

Opini

KOLOM PROF ALI

Politisi Berumur

Politisi Berumur
Mantan Presiden Nixon ketika bertemu Presiden Bill Clinton di Gedung Putih (Foto: Wikimedia Commons)
Mantan Presiden Nixon ketika bertemu Presiden Bill Clinton di Gedung Putih (Foto: Wikimedia Commons)

Macam-macam sebutannya. Bagi yang sudah berumur. Ada yang bilang tua, senior, gaek, kolot dan lain-lain. Sebutan itu, mempunyai makna dan konotasi masing-masing. Tidak apa-apa. Terserah yang menyebut saja. Apapun istilahnya. Permainan kata-kata. Atau mungkin language-games, kata Ludwig Wittgenstein.

 

Menurut Wittgenstein, Filosof kelahiran Vienna itu. Konsep Sprachspiel, menolak ide bahwa bahasa terpisah dari realitas. Sebuah konsep bahasa tidak memerlukan klarifikasi atas makna. Itu catatan Wittgenstein, tahun 1953 dalam bukunya Philosophical Investigations.

 

Kembali ke soal umur. Ada ungkapan lama. Sebelumnya bukan tentang politisi. Tapi tentang tantara. Ungkapan cukup melankolis. Old soldiers never dies, they simply fade away. Tentara tua tak pernah mati, mereka hanya menghilang. Tepatnya mungkin terlupakan. Ketika tugas berperang selesai. Seiring berjalannya waktu.

 

Siapa yang mulai mengungkapkan kata-kata itu? Ada perdebatan. Ada yang menyebutnya J. Foley. Penulis lyric dari Inggris itu. Yang konon mempatenkannya tahun 1920. Tapi dipertanyakan karena dua alasan. Pertama, Foley lahir tahun 1906. Apa iya 14 tahun sudah mempatenkan itu. Kedua, kata-kata itu pernah disebutkan dalam Siegfried Sassoon's Counter-attack, yang dipublikasikan tahun 1918.

 

Ada yang menyebutnya pertama kali diungkapkan tentara Inggris, Frank Richards. Yang mempublikasikannya dalam memoirnya Great Wars tahun 1933. Dan yang lebih dikenal, ungkapan itu lahir dari Douglas MacArthur. Tentara Amerika yang mengatakannya ketika pidato perpisahan di Konggres Amerika. Di Washington DC, tahun 1951. Tepatnya 19 April 1951. Ketika Arthur mengakhiri karirnya di militer. Setelah 52 tahun mengabdi di negara Paman Sam itu.
Kata-kata  MacArthur itu kemudian diplesetkan. Oleh Richard Nixon. Dikenal politisi hebat. Mantan presiden Amerika ke 37. Mantan wakil presiden ke 36. Senator dari California. Dengan mengatakan Old politicians die, but they never fade away. Dikatakannya tahun 1993, setaun sebelum meninggal. Untuk menunjukkan keyakinannya bahwa di usianya yang ke 80, ia masih perhatian dan berpengaruh. Bagi politik Amerika kontemporer.
 


Nixon nampaknya benar. Ia politisi gaek. Yang masih diperhitungkan di usianya yang 80. Oleh politisi-politisi lain di Amerika. Anda perlu bukti? Tengoklah sejarah, dua hari sebelum Nixon memplesetkan kata-kata Arthur itu. Ia dipanggil ke Gedung Putih oleh Bill Clinton. Yang baru saja menjabat dua bulan jadi presiden Amerika. Untuk memberikan saran, tentang seni berpolitik.


Padahal Nixon dan Clinton adalah dua tokoh yang berbeda partai politik. Yang bersebrangan secara ideologis. Nixon sangat Republican. Clinton berhaluan Demokrat.  Bahkan ketika Nixon menjadi presiden, Bill dan Hillary Clinton muda adalah di antara yang getol memprotes kebijakan-kebijakan Nixon. Kelihaian Nixon berpolitik sangat teruji. Konon, partai Republik kehilangan akal. Selalu kalah di distrik California, terutama oleh Jerry Voorhis. Seorang Demokrat yang terus memonopoli. Hanya Nixon yang bisa mengalahkan dominasi Voorhis. Mahirnya Nixon berpolitik, meskipun di usia tua. Ia dipercaya menjadi penasehat senior kebijakan politik luar negeri Clinton. Wajarlah orang menyebut, jika periode pertama Clinton jadi presiden, sebagai periode ketiga Nixon. Begitu gurauan para pengamat.
 

 

Nixon adalah a political animal, kata Wang Chien-Chuang. Dia paham kekuasaan, dia sangat mencintai kekuasaan. Kekuasaan bagaikan udara atau air. Nixon tidak bisa hidup tanpa itu, ujar Chuang melanjutkan. Tidak seperti presiden-presiden lainnya yang menjauhi politik setelah turun jabatan. Nixon sebaliknya. Meskipun setelah dua puluh tahun meninggalkan Gedung Putih. Ia tetap melanjutkan diplomasi politik. Selain menulis buku dan menjadi pembicara politik, tentunya.


Di Amerika ada Nixon. Bahkan Joe Bidden, sang presiden berusia 78 tahun. Begitupun Donald Trump, 74 tahun.  Di Malaysia ada Mahathir, yang menjadi Perdana Menteri di usia 94 tahun. Usia tak jadi halangan, bagi politisi. 

 

Saya tidak tahu, apakah politisi-politisi berumur di Indonesia juga begitu? Akan ikut meramaikan lagi Pemilu presiden mendatang. Mengikuti Amerika. Mengikuti Malaysia. Boleh-boleh saja, itu dijamin konstitusi. Pasti akan tambah ramai. Di antara munculnya calon-calon muda. Wajar jika akan lebih seru dalam pembahasan parliamentary dan presidential threshold. Semuanya mulai berhitung, demi tahun politik 2024. Di sinilah signifikansinya, plesetan Nixon, old politicians, never fade away, politisi berumur, tak pernah menghilang.
 

Ahmad Ali Nurdin, Guru Besar Ilmu Politik Islam, Dekan FISIP UIN Sunan Gunung Djati Bandung.
 


Editor:

Opini Terbaru