• logo nu online
Home Nasional Warta Sejarah Khutbah Taushiyah Kuluwung Ubudiyah Daerah Keislaman Syariah Obituari Risalah Doa Tokoh Tauhid Profil Hikmah Opini Wawancara PWNU Ngalogat Ekonomi Lainnya
Sabtu, 4 Mei 2024

Opini

KOLOM KANG IQBAL

"Nepo Baby" dan Pemuda

"Nepo Baby" dan Pemuda
Nepo Baby dan Pemuda
Nepo Baby dan Pemuda

Dalam beberapa minggu terakhir ini, kita disuguhi dengan ramainya kembali isu nepotisme seiring dengan disepakatinya Gibran Rakabuming, anak sulung Presiden Joko Widodo (Jokowi), oleh Koalisi Indonesia Maju menjadi calon wakil presiden mendampingi Prabowo Subianto dalam Pemilihan Presiden 2024. Gibran dianggap sebagai sosok yang mewakili anak muda untuk terjun ke pentas politik nasional. Hal ini menjadi lebih menarik ketika kita pada akhir Oktober ini memperingati Hari Sumpah Pemuda pada tiap 28 Oktober. Jadi, kiranya menarik sekali di sini kalau saya bahas soal pemuda dan nepotisme secara umum. 


Munculnya Gibran ini mengingatkan saya pada suatu istilah yang tahun lalu sempat meramaikan perbincangan di media, termasuk media sosial, baik di dunia dan nasional, yaitu nepo baby. Istilah ini merupakan kependekan dari nepotism baby yang bisa diindonesiakan menjadi “bayi nepotisme”. 


Pada mulanya, nepo baby (bayi nepo) merujuk kepada fenomena di dunia hiburan, khususnya Hollywood di Amerika Serikat, di mana banyak anak-anak bintang yang mapan dan terkenal memasuki industri ini. Fenomena ini dipopulerkan dengan istilah "nepo baby." Anak-anak muda ini diberi akses lebih awal ke berbagai peluang, casting, dan sumber daya yang banyak dibanding dengan anak-anak muda  berbakat lainnya yang harus berjuang untuk mencapai akses ke dunia hiburan. 


Beberapa nama bisa disebut di sini. Misalnya, Dakota Johnson, putri aktor Melanie Griffith dan Don Johnson, yang menjadi terkenal karena perannya dalam film "Fifty Shades of Grey"; Lily Collins, putri dari musisi Phil Collins, yang dikenal karena karyanya dalam film-film seperti "The Mortal Instruments: City of Bones" dan serial televisi "Emily in Paris"; Scott Eastwood, putra dari aktor legendaris dan pembuat film Clint Eastwood, yang tampil  dalam film-film seperti "The Longest Ride" dan "Suicide Squad"; Bryce Dallas Howard, adalah putri dari sutradara Ron Howard. Bryce Dallas Howard telah berperan dalam film-film seperti "Jurassic World" dan "The Help"; dan Jaden Smith dan Willow Smith, anak-anak Will Smith dan Jada Pinkett Smith, yang sudah terlibat dalam berbagai usaha hiburan dari usia muda.


Memang mesti diakui bahwa beberapa nepo baby memiliki bakat sejati, kemampuan hebat dan kemandirian tanpa orang tua mereka. Namun, faktanya, mereka sering mendapatkan keuntungan yang tidak adil berdasarkan koneksi keluarga mereka. Bila ditarik dalam konteks yang lebih luas di luar industri Hollywood, fenomena nepo baby ini telah menjadi kekhawatiran umum karena problematik dalam berbagai aspek. 


Dampak terhadap Pemuda
Nepotisme berasal dari kata Latin “nepos” yang berarti nephew dalam bahasa Inggris; keponakan dalam bahasa Indonesia. Pada kenyataaanya, fenomena nepo baby menimbulkan dampak yang tidak bisa diabaikan pada pemuda. 


Pertama, fenomena ini sering menyebabkan adanya peluang terbatas bagi pemuda berkualitas, tapi tidak punya koneksi dengan orang-orang berpengaruh. Dalam berbagai industri, seperti hiburan, politik, dan bisnis, orang-orang dengan hubungan keluarga berkuasa atau berpengaruh memiliki keuntungan yang tidak adil dalam mendapatkan akses ke posisi atau proyek yang diinginkan. Ini menciptakan bias sistemik terhadap anak muda berbakat yang tidak memiliki koneksi ini.


Kedua, fenomena nepo baby dapat menyebabkan erosi meritokrasi. Praktik nepotisme pada dasarnya bertentangan dengan konsep meritokrasi, di mana posisi dan peluang harus diberikan berdasarkan keterampilan, kualifikasi, kemampuan dan prestasi seseorang. Ketika pemuda terus-menerus tunduk pada sistem yang menghargai koneksi di atas kompetensi, mereka mungkin kehilangan kepercayaan pada gagasan bahwa kerja keras dan bakat akan dihargai.


Ketiga, nepo baby menyebabkan demoralisasi dan frustrasi. Anak muda yang menyaksikan atau mengalami nepotisme dalam keseharian mereka dapat mengalami demoralisasi dan frustrasi. Mereka memadang bahwa kompetisi tidak seimbang sehingga dapat menyebabkan rasa putus asa dan kekecewaan. Ini berpotensi menyebabkan mereka menyerah untuk meraih impian mereka atau mengerjakan pilihan yang ada dengan kurang bersemangat.


Terakhir, fenomena nepo baby dapat menyebabkan lemahnya apresiasi dan semangat kreativitas dan inovasi karena lebih condong untuk memperkuat status quo dengan mempertahankan kekuasaan keluarga atau kelompok yang mapan. Akibatnya, anak muda menjadi ragu-ragu untuk menantang norma-norma kemapanan atau mengusulkan ide-ide baru karena mereka memandang sistem tidak berpihak kepada mereka.


Apa Yang Bisa Dilakukan?
Apa yang mesti dilakukan untuk mengurangi –kalau tidak bisa menghilangkan– praktik nepo baby? Banyak hal bisa dilakukan sebenarnya. Semuanya terletak pada tekad masyarakat dan kemauan politik dari mereka yang memiliki pengaruh atau kekuasaan untuk menciptakan akses kepada anak muda siapapun dengan kapabilitas untuk muncul dan menempati posisi dan melakukan pekerjaan yang sesuai dengan kompetensi mereka. Beberapa hal bisa dilakukan untuk mencapai ini.


Pertama, transparansi. Transparansi dalam proses perekrutan dan seleksi sangat penting untuk memerangi nepotisme. Pemerintah, organisasi, dan lembaga harus mengadopsi kriteria yang jelas dan objektif untuk mengevaluasi kandidat. Pemuda harus mempromosikan praktik dan kebijakan transparansi dan membuat institusi pemerintah dan swasta bertanggung jawab menciptakan budaya ini.


Kedua,  jaringan profesional. Untuk memerangi nepotisme, anak-anak muda perlu membuat jaringan untuk pertumbuhan karir mereka. Anak-anak muda harus didorong untuk membangun jaringan profesional dan terlibat dalam hubungan mentoring yang sehat dan profesional, yang dapat membantu meningkatkan kompetensi dan skill mereka di lapangan kerja dan profesionalisme mereka.


Ketiga, pendidikan dan kesadaran. Pemuda dapat memainkan peran penting dalam meningkatkan kesadaran tentang konsekuensi negatif nepotisme. Dengan mendidik diri mereka sendiri dan rekan-rekan mereka tentang pentingnya meritokrasi dan keadilan, mereka dapat mendorong perubahan dengan tidak melakukan perilaku nepotis.


Terakhir, mengejar keunggulan diri sendiri. Dengan menyadari problem yang ditimbulkan oleh nepotisme, anak muda harus terus mengejar keunggulan di bidang yang mereka pilih tanpa mengikatkan diri atau menggantungkan pada koneksi dan bantuan orang tua atau kerabat mereka yang berkuasa. Diligensi, kerja keras, dan dedikasi mesti diyakini dapat membawa mereka pada kesuksesan, bahkan di saat dan pada kondisi praktek nepotistik merajalela.


Penutup
Fenomena nepo baby dan praktik nepotisme secara umum merupakan masalah yang mempengaruhi masyarakat secara luas dan dampaknya pada pemuda sangat mengkhawatirkan. Praktik ini tidak hanya membatasi peluang bagi anak muda, tetapi juga merusak prinsip-prinsip meritokrasi dan kesetaraan. Untuk tidak menjadi nepo baby dan memerangi nepotisme, sangat penting bagi pemuda dan masyarakat secara keseluruhan untuk melaksanakan transparansi, mendorong jaringan profesional, meningkatkan kesadaran, dan bertahan dalam pencarian keunggulan diri mereka. Hanya melalui upaya kolektif ini kita dapat berharap untuk menciptakan masyarakat yang adil di mana merit benar-benar diakui dan dihargai.


Dalam konteks ini, penting di sini diperhatikan kembali ucapan yang sering dinisbahkan kepada Ali bin Abi Thalib, "Laysa al-fata man yaqul kana abi, walakin al-fata man yaqul ha anaadza." Bukanlah pemuda yang mengatakan, “Inilah bapakku”; pemuda sebenarnya adalah mereka yang dengan percaya menunjukkan, “Inilah aku”. 


Asep Muhamad Iqbal, Direktur Centre for Asian Social Science Research (CASSR), FISIP, UIN Bandung.


Opini Terbaru