• logo nu online
Home Nasional Warta Sejarah Khutbah Taushiyah Kuluwung Ubudiyah Daerah Keislaman Syariah Obituari Risalah Doa Tokoh Tauhid Profil Hikmah Opini Wawancara PWNU Ngalogat Ekonomi Lainnya
Rabu, 24 April 2024

Opini

18 Februari, Hari Perlawanan Sukamanah

18 Februari, Hari Perlawanan Sukamanah
Tank-truck atau panser seperti inilah yang diperkirakan dipergunakan dalam penyerangan Sukamanah (Sumber: quartermastersection.com)
Tank-truck atau panser seperti inilah yang diperkirakan dipergunakan dalam penyerangan Sukamanah (Sumber: quartermastersection.com)

Oleh Iip D Yahya
Jumat, 18 Februari 1944 adalah hari perlawanan Sukamanah. Jihad para Ajengan, santri, dan warga Sukamanah melawan kekejaman Pemerintah Bala Tentara Jepang (PBTJ). Sebuah peristiwa tragis yang “harus” terjadi. Tragis, karena pertempuran sebenarnya terjadi antara sesama bangsa Indonesia. Yang diserang adalah warga pribumi dan yang menyerang juga pribumi. Hanya yang menyerang tak kuasa menolak perintah PBTJ. 

Pihak yang diserang sudah jelas tak terbantahkan, para kiai, santri dan warga sekitar Pesantren Sukmanah, Singaparna, Tasikmalaya. Pihak yang menyerang masih kontroversial, bahkan cenderung misterius. Siapakah mereka? Siapakah warga pribumi yang tak kuasa menolak perintah PBTJ itu? Dan itulah realitas sejarah perjuangan revolusi Indonesia, penuh misteri dan kontroversi. Memang ada pula yang berbangsa Jepang di antara para penyerang itu, tapi jumlahnya tidak signifikan.

Soal Tanggal
Soal tanggal Perlawanan Sukamanah, ada tiga versi. Pertama, laporan resmi PBTJ, yang menyebutkan peristiwa itu terjadi pada 18 Februari 1944. Kedua, buku karya Sjarief Hidajat yang terbit pada 1961, yang menjelaskan bahwa peristiwa terjadi pada 25 Februari 1944. Ketiga, laporan Kenpeitai yang menyebutkan perstiwa itu terjadi pada Maret 1944.

Sejumlah sejarawan memilih sumber pertama, seperti Harry J Benda (1955) dan George Sanford Kanahele (1967). Sejarawan lain memilih sumber kedua seperti Ben Anderson (1961) dan Aiko Kurasawa (1983). Sumber kedua juga dipakai oleh hampir semua sejarawan Indonesia. 

Penulis sendiri cenderung memilih sumber yang pertama, karena disampaikan pada 8 Maret 1944, tak lama setelah peristiwa terjadi. Penulis tidak melihat kepentingan pihak PBTJ saat itu untuk mengubah tanggal. Sementara, sumber kedua baru disampaikan 17 tahun kemudian. Lalu sumber yang ketiga sangat tidak akurat, karena pada awal Maret sudah ada laporan resmi atas peristiwa tersebut. Dengan demikian, informasi tanggal peristiwa yang pertama, itu lebih mendekati sumber utama dan peristiwanya. 

Yang Muttafaq Alaih
Mari kita tinggalkan dulu hal-hal yang misteri dan kontroversi, dan fokus pada hal-hal yang muttafaq alaih di antara para sejarawan. Di antaranya adalah: Pertama, penyerangan dilakukan atas perintah Kenpeitai Tasikmalaya. Jumlah Kenpeitai di sebuah kota, paling banyak satu regu, 12 orang, bahkan bisa jadi kurang dari itu. Kenpeitai ini semacam polisi militer yang tidak memiliki alat tempur. 

Kedua, penyerangan dilakukan oleh satu kompi pasukan, berarti kurang-lebih 120 orang. Ketiga, penyerangan dilengkapi dengan 10 panser jenis tertentu yang disebut juga tank-truck. Keempat, sempat terjadi keraguan di antara pasukan Sukamanah pada awal pertempuran, karena yang dihadapi ternyata bangsa sendiri bukan bangsa Jepang langsung. Kelima, di antara pasukan Sukamanah terdapat sejumlah kiai selain Ajengan Sukamanah, sebagian adalah mereka yang sudah mukim dan memiliki pesantren. Artinya perlawanan ini sudah menggerakkan sejumlah kiai dari berbagai pesantren.

Yang Dipertanyakan
Sekalipun di awal penulis mengajak pembaca untuk meninggalkan hal-hal kontroversi dan misteri, tetapi “kepoisme” sungguh tak mudah ditanggalkan. Milik siapakah 10 panser yang digunakan untuk menyerang Sukamanah? Karena polisi, termasuk Kenpeitai, bukan pemiliknya, lalu siapakah yang empunya kendaraan tempur tersebut? Siapakah yang punya persenjataan lengkap pada saat itu? 

Harus diakui, masih banyak aspek dari masa pendudukan PBTJ yang “hanya” sekitar tiga setengah tahun itu, yang belum terjelaskan dengan baik dan komprehensif. Diperlukan kejernihan untuk mengurai alurnya dan tentu saja dibutuhkan keberanian serta kejujuran untuk mengungkapnya. Memang ada benarnya juga ketika Gus Dur kerap menyebutkan, “Nanti sejarah yang akan membuktikan.” Namun, izinkan penulis bertanya, Gus, untuk sejarah penyerangan ke Sukamanah ini, apakah sejarah akan membutikan juga fakta-fakta yang sebenarnya?

Wallahu a’lam.

Penulis adalah penganggit buku Ajengan Sukamanah Biografi KH Zainal Musthafa Asy-Syahid.
 


Editor:

Opini Terbaru