• logo nu online
Home Nasional Warta Sejarah Khutbah Taushiyah Kuluwung Ubudiyah Daerah Keislaman Syariah Obituari Risalah Doa Tokoh Tauhid Profil Hikmah Opini Wawancara PWNU Ngalogat Ekonomi Lainnya
Rabu, 24 April 2024

Ngalogat

Telaga Manusia di 40 Hari Kepergian Bapak

Telaga Manusia di 40 Hari Kepergian Bapak
Telaga Manusia di 40 Hari Kepergian Bapak. (Foto: Istimewa)
Telaga Manusia di 40 Hari Kepergian Bapak. (Foto: Istimewa)

Oleh WS Nurmugni

Cipasung Tasikmalaya, Rabu 28 desember 2022 adalah ke 40 hari kepulangan ulama besar dari tanah Sunda, pimpinan Pondok Pesantren Cipasung Singaparna Tasikmalaya, KH A. Bunyamin Ruhiat. Putra Pendiri Pondok Pesantren Cipasung KH Ruhiat, beliau juga merupakan adik tercinta Ajengan santun, Rais ‘Aam NU 1994-1999 KH Mochammad Ilyas Ruhiat.

 

Peringatan 40 hari wafatnya KH. A. Bunyamin dipenuhi lautan jamaah dari berbagai daerah untuk turut berziarah dan mendo’akan beliau mulai dari : Tokoh Masyarakat, Pejabat daerah, Para Kiai, Santri dan alumni. Momen yang indah sekaligus haru, telaga manusia. Doa-doa melesat mengetuk pintu Arsy, bertaburanlah puing-puing berkah dan sejenak langit pun turut meneteskan air matanya. 

 

Jamaah yang hadir di Pesantren Cipasung luar dari biasanya, sangatlah banyak, di dalam tiga lantai masjid, dua lantai madrasah, depan-belakang mesjid dan sekelilingnya, di halaman depan rumah Bapak, halaman depan, samping asrama selamet dan sampai jalan menuju asrama-asrama lain. Dua kali lipat lebih padat. 

 

Atmosfir langka seperti ini melahirkan impresi yang menyentuh batin saya, sekaligus menegaskan bahwa beliau bukan hanya Kiai, Ulama, tapi sang pecinta kasih sayang. Cinta beliau berikan kepada umat terkhusus para santri dengan ilmu, amaliah dan keindahan akhlaknya, sehingga penduduk bumi dan langit mencintainya. Allah mencintainya. Maka Kiai Abun yang lebih akrab kami panggil “Bapak” adalah manusia pilihan, kekasih Allah. 

 

Beliau pecinta ilmu, jiwa Bapak dengan ilmu telah menyatu. Dibuktikan dengan totalitas disiplin muthala’ah sebelum melangkahkan kedua kakinya untuk mengajar ngaji. Bahkan saat Bapak pulang dari suatu acara di luar kota, di perjalanan menuju Pesantren, Bapak menyempatkan waktu muthala’ah di dalam mobil. Tidak mungkin hal itu dilakukan jika bukan karena Istiqomah.

 

Bapak konsisten mengajar, dari mulai kitab Jurumiyyah, beliau sendiri pengarang dikdat sunda khas pesantren cipasung. Kitab mutamimmah, alluma’, lathaiful isyarah, ta’lim muta’allim, sampai kitab alfiyyah dan jam’ul jawami. Jadwal ngaji beliau sangatlah padat diantaranya : Pengajian mingguan, yang diselenggarakan setiap hari kamis pagi yaitu kitab ihya ulumuddin, jam’ul jawami dan tafsir ahkam. Juga pada pengajian bulanan yang diselenggarakan setiap hari rabu minggu awal yaitu kitab Hikam karya Imam Ibnu Aththaillah. Pada ngaji mingguan dan bulanan ini mayoritas pengkaji dan mustami’ dihadiri santri dan kiai, juga masyarakat dari luar.

 

Rutinitas aktual cinta mengajar ngaji ini dimulai dari Bapak usia 19 tahun, meneruskan jejak langkah sang Ayah KH Ruhiat. Memperjuangkan agama, lii’lai kalimatillah dan merupakan bagian implementasi dari “toriqah Cipasung mah ngaji”

 

Ajengan Abun putra ke-9 Abah Ruhiat dan Ibu Siti Aisyah yang lahir pada 28 September 1949, Bapak bagi kami adalah Kiai yang cerdas, tegas sekaligus lembut. Bapak juga Kiai yang humoris, ramah, dan someah ( murah senyum ). Cerita humor dan jokes yang Bapak lontarkan saat bercengkrama dengan santri, mengingatkan kami dengan Gus Dur dan Kultur khas Kiai NU lainnya. 

 

Bapak menyukai kebersihan dan kerapihan. Bapak waro, apik dan teliti dalam apapun. Mengingat hadist Kanjeng Nabi, “Annadzofatu minal iman”, amal keseharian beliaulah yang berbicara. Manifestasi dari nilai-nilai keimanan. Saya menangkap ilmu, “Kita harus mandi, meskipun akan berkeringat dan kotor lagi”. Begitu pun sikap Bapak dalam sehari-hari. “Kedah beberes, kedah bersih” ( Harus beres, harus bersih ) Pesan beliau. 

 

Diantara hal lain yang menjadi kecurigaan saya pada kewalian Kiai Abun, selain kebersihan, kesucian dan cinta ilmu, selanjutnya Bapak pemulia tamu dan pencinta Shalawat. Memuliakan tamu, mutlak, selalu, siapapun dan kapanpun, Bapak selalu "nyuguhan semah, ngabageakeun semah dan ngabungahkeun semah." 

 

Pengalaman saya menjelang Hari Santri 22 Oktober 2022 kemarin, saya bersama santri lain latihan vokal bersama tim shalawat di rumah kediaman Bapak, setiap kami di sana, selalu dihidangkan dengan aneka ragam makanan, kami diperlakukan dengan sangat baik oleh Bapak. Apa yang disampaikan Allah dalam memuliakan tamu, “Falyukrim Dhaifahu” telah jauh beliau amalkan, kepada siapapun tanpa pandang bulu.

 

Bapak cinta ilmu, cinta kebersihan, wara’ dan cinta shalawat, belum cukupkah menjadi ciri kekasih-Nya? Mengingat telaga tangis manusia di hari kepergian Bapak, Sayyidina Ali bin Abi Thalib berkata, 

ولدتك أمك يابن أدم باكيا # والناس حولك يضحكون سرورا 

فاعمل ليومك أن تكون إذا بكوا # في يوم موتك ضاحكا مسرورا 

 

“Kamu menangis saat dilahirkan, dan orang-orang di sekitar mu tertawa bahagia. Berupayalah dalam hidupmu agar orang-orang menangis di hari kematianmu sedangkan kamu tertawa bahagia ”.

 

Orang-orang dari berbagai penjuru daerah, tak menghiraukan jarak dan waktu, berdatangan memenuhi bumi Cipasung. Mereka berziarah, doa-doa dipanjatkan, melesat menggetarkan langit bumi dan seisinya. Pipi-pipi tak ada yang kering. Bumi membasah dihujani tangis ribuan manusia. Manusia-manusia menangis, sedang bapak tersenyum karena telah usai menuntaskan perjuangan tugasnya di dunia. Sebagai Pejuang agama. Pejuang pesantren. 

 

Kami benar-benar merasakan kehilangan mutiara besar. Kami kehilangan laut untuk bermuara. Kami kehilangan pohon jiwa untuk berteduh. Bapak bukan hanya Ulama Kharismatik ia adalah manusia Indah. Bapak bukan Kiai biasa, kepergiannya dapat menciptakan bumi dibasahi ribuan tangis. Dan kepergiannya menciptakan telaga manusia.

 

Pak, bolehkah kami berteduh di bawah pohon jiwamu? Untuk menemukan dan menikmati semilir hakikat di bawah rindangnya dzikir dan shalawat, menikmati buah hikmahmu yang segar, ranum dan memabukkan.

Pak, bolehkah kami menetap di balik pejaman matamu? Menikmati segarnya mata airmu Yang tak pernah berhenti jatuh. Akan ku bawa pulang dan kusimpan di kemaraunya mataku.

 

Ilahadroti syaikhuna almarhum almagfurlah KH A Bunyamin Ruhiat Alfatihah.

 

Cipasung 3 Januari 2023

 

Penulis merupakan Santri Pondok Pesantren Cipasung, Tasikmalaya


Ngalogat Terbaru