• logo nu online
Home Nasional Warta Sejarah Khutbah Taushiyah Kuluwung Ubudiyah Daerah Keislaman Syariah Obituari Risalah Doa Tokoh Tauhid Profil Hikmah Opini Wawancara PWNU Ngalogat Ekonomi Lainnya
Sabtu, 27 April 2024

Hikmah

KH ABUN BUNYAMIN CIPASUNG

Guntingan Rambut Kiai yang menjadi “Jimatku”

Guntingan Rambut Kiai yang menjadi “Jimatku”
KH Abun Bunyamin Cipasung/NU Online Jabar.
KH Abun Bunyamin Cipasung/NU Online Jabar.

Oleh HM. Zaenal Muhyidin 

Ini pengalaman nyata alfaqir ketika mesantren di Cipasung, Tasikmalaya sekira tahun 1989 sd. 1997. Tepatnya ketika alfaqir masuk kuliah di IAIC semester V atau VI. Di mana pada semester ini semua mahasiswa wajib mengikuti mengikuti Kuliah Kerja Nyata (KKN). Termasuk alfaqir. Pada angkatan alfaqir kalau tidak salah KKN dilaksanakan di daerah Salawu, Cigalontang, Cibalanarik, dan Singaparna. Seharusnya alfaqir ikut KKN di salahsatu daerah tersebut. Tapi karena suatu hal alfaqir dan sahabat Miftahudin tidak diikutsertakan. KKNnya di tahun berikutnya.

 

Ceritanya, pada waktu itu alfaqir sedang happy happy-nya menjadi aktivis organisasi ekstra kampus (PMII). Kebetulan pada semester V dan VI alfaqir menjadi Pengurus Cabang PMII Kabupaten Tasikmalaya. Sehingga waktu, tenaga, dan pikiran tidak fokus ke kuliah di IAIC saja tapi juga “kuliah” di PMII. Saking asyiknya, alfaqir kadang lupa dan meninggalkan kegiatan-kegiatan baik kegiatan pengajian di pesantren dan kegiatan kuliah di kampus. Bahkan base camp atau sekretarist PC PMII Kabupaten Tasikmalaya di Jl. Dr. Sukatrdjo Kota Tasikmalaya menjadi tempat tidur kedua. Sementara asrama pusaka kamar 9 atas menjadi tempat tidur pertama.  

 

Pernah bahkan sering teman-teman di pesantren karena alfaqir sering keluar karena aktif di PMII menyebutnya dengan sebutan “Menteri Luar Negeri”. Tentu sebutan tersebut adalah gurau atau heureuy.  Alfaqir pun meresponya dengan senyuman. Bahkan, di suatu pengajian bersama almukarom KH. Abun Bunyamin, di Madrasah lantai satu,  almkarom pun menyebutnya begitu. Sambil senyum ke arah alfaqir, “mana Menteri Luar Negeri hadir..? sepontan semua yang hadir menjawab, “hadir…pak !”. Pernah suatu ketika alfaqir terlambat masuk madrasah sementara almuakrom dan sebagian santri sudah ada di dalam madrasah, maka almukarom spontan menyambut alfaqir dengan “awas awas ada Menteri Luar Negeri Datang’, jelasnya. 

 

Selain aktif di PC PMII Tasikmalaya pada waktu itu, alfaqir bersama sahabat Miftahudin, santri atau mahasiswa dari Bogor dipercaya menjadi pengurus Senat Mahasiswa Institut (SMI). SMI merupakan organisasi intra kampus tingkat institute yang membawahi organisasi intra kampu tingkat fakultas dan himpunan jurusan (HMJ).  Alfaqir sebagai Sekretaris Umum sedangkan Miftahudin sebagai Ketua Umum. 

 

Ketika akan dilaksanakan pembekalan bagi mahasiswa peserta Kuliyah Kerja Nyata (KKN) di aula IAIC, ketika itu  alfaqir berangkat dari Base Camp PMII di Gedung PCNU Kota Tasikmalaya (pada waktu itu hanya ada PC NU Kota Tasikmalaya), Jl. Dr. Sukardjo No. 47.

 

Berangkat sendirian menaiki angkota 08 menuju terminal Cilembang. Waktu itu terminal bis dan mobil-mobil kecil masih di Cilembang. Sedangkan saat ini sudah pindah ke Indihiang. Sampai di terminal Cilembang kemudian naik lagi mobil colt mini atau elf menuju Singaparna dan berhenti di perapatan Cipasung. Dari perapatan Cipasung jalan kaki sekira 700 meter menuju kampus IAIC. Sampai di kampus alfaqir tidak langsung masuk aula. Selain karena ingin ke air untuk buang air kecil juga ingin wudlu. Dari arah samping masjid kelihatan di emper depan aula ada almukarom KH. A bun Bunyamin (Dekan Fakultas Tarbiyah) didampingi KH. Acep Adang Ruhiat (Pembantu Dekan III), dan Drs. H. Abdul Manaf M Yajid (Pembantu Dekan III Fakultas Syariah). Sementara di dalam AULA terdengar suara mahasiswa  yang akan mengikuti pembekalan. 

 

Tidak dinyana, ketika alfaqir selesai wudlu dan masuk masjid, dari arah AULA almukarom dan lainya melihat alfaqir. Bahkan bukan hanya melihat tapi juga mungkin memperhatikan dan bertanya-tanya, “ini siapa, ini mahasiswa dari mana. Kok, orang ini asing bagi Cipasung. Berambut panjang, berkacamata hitam, pake celana levis bersobek dan menjinjing tas di tangan kirinya yang dikaitkan pundak”, kira-kira begitu dugaan alfaqir.

 

Selesai dari masjid dan hendak melangkah ke Aula, tiba-tiba Pak H. Abdul Manaf  M Yazid menghampiri dan berkata, “mas, dipanggil Bapak !”. “oh. Iya..” jawab alfaqir. Bagi almukarom KH. Abun Bunyamin dan KH. Acep Adang Ruhiat pada waktu itu tidak mengenal alfaqir dengan pakean seperti itu. Bahkan asing. Tapi bagi Pak H. Abdul Manaf M Yazid yang waktu itu sebagai Ketua Umum PC GP Anshor Kab. Tasikmlaya dan base campnya sama di Gedung PCNU Kota Tasikmalaya, jadi sering bertemu dan kumpul. Sehingga beliau ini tahu bahwa orang atau mahasiswa yang ada di masjid itu Mas Zaenal. 

 

Dugaan alfaqir, ketika alfaqir masuk masjid, almukarom yang sedang berada di emper depan aula tersebut, mungkin bertanya kepada Bapak H. Manaf M Yazid, “Pak Manaf, itu siapa di masjid. Mahasiswa mana?”, tanyanya. “oh, itu mas Zaenal pak..!”, jawab pak Manaf. Dari informasi itulah, akhirnya, mungkin almukarom meminta pak H. Abdul Manaf M Yazid supaya memanggilnya. 

 

Sesampainya di hadapan almukarom di emper AULA IAIC, alfaqir langsung ucapkan salam dan mencium tangan beliau. “ini Atep…?”, tanya almukarom. “muhun pak…!”,  jawab alfaqir. “Kunaon Atep jadi kieu?”. “Ini mah bukan ptrestasi tapi prustasi”, sebut almukarom. “Bapak mah teu ridlo Atep kikiean (Bapak mah tidak ridlo Atep jadi begini)”. 

 

Almukarom sangat kaget melihat penampilan alfaqir. Santri yang waktu SMA sering khidmah di rumah almukarom, pendiam, berpakaian pantas. Tiba-tiba jadi berbalik. Pakean celana levis robek, sandal japit, jenggot panjang, kaca mata hitam dan rambut panjang.  Mungkin itu perasaan almukarom memandang alfaqir ketika itu. 

 

“Pak manaf, cari gunting…!”, minta almukarom kepada Pak H. Manaf M Yazid yang ada disampingnya. Sementara KH. Aacep Adang Ruhiat berada disamping kanan almukarom. Alfaqir hanya bisa menunduk sambil terus dinasihatin almukarom.

 

Pak Abdul Manaf, akhirnya dapat Gunting. Pinjam dari warung seberang jalan masjid pancasila yang biasa dipake tukang mie Ayam untuk gunting plastic minyak, bumbu dan sayur. Gunting tersebut diberikanya langsung  kepada almukarom.

 

Almukarom lantas memegang rambut alfaqir terus mengguntingnya. Dari atas terus ke bawah. Dari kanan ke kiri. Begitu juga sebaliknya.  Akhirnya rambut alfaqir yang tadinya panjang sampai pundak menjadi pendek sekira 3-4 cm. Di sela-sela almukarom ngagundulan (memotong rambut) alfaqir, pak KH. Acep Adang Ruhiat memberi semangat kepada alfaqir. “Mas, jangan dimasukan ke hati”, pintanya. “Tidak, pak…!”, jawab alfaqir. Perasaan alfaqir biasa biasa saja. Tenang dan sudah siap segalanya. Dalam arti tidak marah, apalagi benci. Malah justru bahagia. Bahagia karena dipotong rambut oleh guru sendiri, kyai sendiri, dan orang tua sendiri. Inilah pengalaman sekaligus kenangan yang sangat berharga.

 

Selesai dipotong, rambut-rambut yang ada di lantai kemudian alfaqir kumpulkan dan masukan ke dalam plastic kemudian dimasukan ke dalam tas yang alfaqir bawa. Sambil memungut potongan-potongan rambut tersebut alfaqir berdoa, “Ya Allah, jadikanlah rambut ini keberkahan dan “jimat” bagi alfaqir. Tidak semua santri atau mahasiswa Cipasung bahkan mungkin tidak ada yang rambutnya dipotong langsung oleh almukarom. Oleh karena itu, dengan wasilah beliau sebagai guru mulia, kyai dan orang tua alfaqir, jadikanlah rambut ini sebagai keberkahan buat alfaqir”. Aamiin

 

Selesai dipotong rambut oleh almukarom, kemudian alfaqir masuk ke dalam aula dan mengikuti kegiatan pembekalan KKN. Jadi, jimat yang dimaksud alfaqir adalah keberkahan Allah swt yang dititipkan kepada seorang guru, kyai, dan orangtua untuk diberikan kepada santrinya, muridnya, dan muhibbinya yang dikehendakinya baik langsung maupun tidak langsung. Rambutku Jimatku. Untuk almukarom KH. Abun Bunyamin bin KH. Ruhiat bin H. Abdul Ghofur, lahum alfaatihah !  

 

Penulis adalah Santri Cipasung Tahun 1989 sd 1997. Pernah menjadi Pengurus PW LTN  NU Provinsi Jawa Barat Masa Khidmah 1997 – 2005. Saat ini selain sebagai Direktur NU Care-Lazisnu Kab. Majalengka juga sebagai Ketua MPC KAC Kab. Majalengka dan Khadimul Ma’had Al-Mizan, Jatiwangi.
 


Hikmah Terbaru