• logo nu online
Home Nasional Warta Sejarah Khutbah Taushiyah Kuluwung Ubudiyah Daerah Keislaman Syariah Obituari Risalah Doa Tokoh Tauhid Profil Hikmah Opini Wawancara PWNU Ngalogat Ekonomi Lainnya
Jumat, 26 April 2024

Ngalogat

Tantangan Menghafal Alfiyah

Tantangan Menghafal Alfiyah
Bait-bait Alfiyah Ibnu Malik (NU Online Jabar/Ilustrasi: NU Online)
Bait-bait Alfiyah Ibnu Malik (NU Online Jabar/Ilustrasi: NU Online)

Oleh: Ahmad Anwar Nasihin

Menghafal Alfiyah ibnu Malik itu tidak mudah jang

Siapapun orangnya, yang menghafal Kitab Alfiyah jangan merasa takabur atau sombong dengan hafalannya. Bisa jadi hafalannya hilang dan tidak akan selesai sampai akhir bait. Sampai ada slogan di pesantren untuk kalangan para santri: pemuda yang hebat adalah pemuda yang mampu menghafal dan memahami Alfiyah. 

Santri putri akan lebih tertarik kepada santri putra yang mampu menghafal kitab Alfiyah 1000 Bait. Bahkan sebelum trending mahar hafalan qur’an, mahar hafal Alfiyah lebih trending lebih dulu di kalangan pesantren. Tetapi jangan salah. Tantangan kedua dalam menghafal Alfiyah adalah godaan perempuan. Biasanya santri belum hafal dan belum faham tiba tiba ia ingin menikah. Akhirnya santri itu keburu sibuk dengan urusan rumah tangganya.

Perlu diketahui bahwa Ibnu Malik dengan isim karimnya Muhammad bin Abdullah bin Malik ath-Tha'i al-Jayyani atau lebih dikenal dengan isim laqobnya Ibnu Malik adalah seorang pemuda yang mampu mengarang Kitab Alfiyah dengan perpaduan sastra arab dan teori grametika bahasa Arab. Ini sangat keren sekali karena di usia muda ia mampu mencetuskan pemikiran teori Bahasa Arab melalui kitab Alfiyah, yang ia susun di negara yang bukan jazirah Arab yaitu Andalusia, Spanyol. Disebut Alfiyah, karena terdiri dari 1000 satar, adapun satar, adalah setengah bagian dari satu bait.

Nadzom Alfiyah Ibnu Malik, sebuah karya yang sangat fenomenal, yang tidak akan pernah terhapus dalam khazanah intelektual pesantren, khususnya pesantren salaf. Kitab ini berisi kaidah-kaidah gramatika bahasa Arab, seputar nahwu shorof. Di antara keunikan dari kitab ini adalah penempatan kata-kata dan contoh dalam nadzom yang tidak sembarangan, melainkan mempunyai maksud dan isyaroh tersendiri: kalam-kalam hikmah, falsafah dan nasihat hidup.

Syaikhuna Kholil Bangkalan Madura—yang diyakini sebagai yang membawa dan mula mengajarkan Alfiyah--apabila ada pertanyaan dari masyarakat, baik itu masalah seputar ilmu fiqih ataupun permasalahan hidup lainnya, beliau sering menjawabnya dengan nadzhom bait Alfiyah yang penuh dengan filsafat. Suatu ketika, ada pertanyaan yang diajukan kepada Mbah Kholil mengenai bagaimana hukumnya jika satu desa terdapat dua sholat jumat? Maka beliau menjawabnya langsung dengan nadzhom Alfiyah:  

وَفِى اخْتِيَارِ لَا يَجِيْئُ الْـمُنْفَصِلُ # إِذَا اَتَى أَنْ يَجِيْئَ الْـمُتَّصِلُ

“Dalam keadaan ikhtiar (tidak sulit berkumpul), (tidak boleh terpisah dengan melakukan jum’atan lebih dari satu), ketika berkumpul menjadi satu itu masih memungkinkan”.
    
Di tangan yang hafal dan memahaminya, Alfiyah bukan sekedar rumus-rumus gramatika bahasa arab tetapi juga menjadi bait-bait yang berisi kebijaksanaan dan bahkan strategi.

مَنْ تَبَحَّرَ فِى عِلْمٍ وَاحِدٍ تَبَحَّرَ جَمِيْعَ الْعُلُوْمِ

“Barang siapa yang tabahur (menguasai secara mendetail dan mendalam layaknya lautan) terhadap suatu ilmu (nahwu shorof), maka orang itu akan (mampu) tabahur pada semua ilmu”.

Saya ketika di pesantren pernah mendengar guru saya membacakan Syair tentang pentingnya belajar ilmu nahwu : 

من طلب العلوم بغير نحو #  كالعبور البحر بدون القارب

“Jalma nyuprih elmuna teu make nahwu # cara mentas laut teu make parahu”

Ia tidak akan sampai kepada tujuannya, karena ia tidak menggunakan sarana atau alat untuk menyeberang lautan tersebut. Begitupun orang belajar ilmu tafsir dan hadits, ia tidak akan bisa mendalaminya apabila tidak belajar Ilmu nahwu dan shorofnya.

Motivasi kepada para santri agar jangan kecil harapan dalam menuntut ilmu, ia harus tinggi dalam cita citanya dan rendah diri (Tawadlu), dalam kehidupannya, seringkali dinukil dari bait:

فَارْفَعْ بِضَمِّ وَانْصِبَنْ فَتْحَا وَجُرّ  # كَسْرًا كَذِكْرُ اللهِ عَبْدَهُ يَسُرْ

“Bercita-citalah setinggi langit, dan berteriaklah yang mulia, serta rendahkan hatimu. Insya Alloh dirimu akan mendapat kemudahan serta kebahagiaan dan mati dengan khusnul khotimah” Amin.

Tantangan seberat apapun bisa dilewati dengan baik, apabila kita ada kemauan dan kesemangatan dalam mengkaji Kitab Alfiyah, karena biasanya orang yang hafal kitab Alfiyah akan mempunyai keunikan dan daya tarik tersendiri. Walaupun dia hidup di hutan belantara orang itu akan tetap dikenal dan diketahui oleh ratusan bahkan ribuan manusia. Ibarat intan berlian tenggelam di dalam lumpur, tetap akan kelihatan walapun sudah terkubur dengan lumpur. Inilah uniknya orang yang mempunyai pemahaman dan hafalan kitab Alfiyah.

Tetapi hafal bait-bait alfiyah jangan kemudian sombong. Tentang hal ini, Ibnu Malik sudah mengingatkan dalam tambahan 2 bait di bagian mukadimah yang pada awalnya tidak masuk dalam rencana:

وهو بسبق حائز تفضيلا # مستوجب ثنائي الجميلا

Dan dia (Imam Ibnu Mu’thiy) memang lebih dahulu dan mendapatkan keunggulan. Dia juga pantas mendapatkan pujian (legitimasi) yang sangat baik dariku.

والله يقضي بهبات وافرة # لي وله في درجات الآخرة

Semoga Allah memberikan anugerah yang sempurna untukku dan juga beliau dalam derajat yang tinggi di akhirat kelak.

Dua bait di atas sengaja ditambahkan sebagai bentuk apresiasi kepada gurunya setalah pengalaman hilangnya hafalan Ibnu Malik karena merasa sudah mengungguli gurunya, sebagaimana dalam bait ke lima, bagian satar ke-sepuluh yang berbunyi:

وتَقتضِى رضًا بغير سخطٍ # فائقةً ألفيّةً ابن معطى

Dan kitab Alfiyah itu akan menarik keridhoan yang tanpa didasari kemarahan # Dan kitab Alfiyah ini lebih unggul dari kitab Alfiyahnya Ibnu Mu’thiy.

Begitulah, dalam kegelisahan karena mandeg, Ibnu Malik bermimpi bertemu gurunya yang kemudian membimbingnya melanjutkan bait-bait. Setelah terjaga, Ibnu Malik sadar lalu berziarah ke gurunya kemudian mengalirlah bait-bait Alfiyah sampai 1000 bait termasuk dua bait dalam muqodimah di atas.

Terakhir, hafalan Alfiyah itu sendiri lebih cepat hilang dibanding al-Qu’ran apabila si penghafalnya berbuat maksiat. Dan juga orang yang hafal Alfiyah itu derajatnya akan tinggi dan selalu mendapatkan kemuliaan baik dari mahluk atau dari sang pencipta. Wallahu a’lam.

Penulis adalah pengasuh Pondok Pesantren Roudlotut Tarbiyah Liung Gunung Plered/ Katib Syuriah PCNU Purwakarta
 


Editor:

Ngalogat Terbaru