• logo nu online
Home Nasional Warta Sejarah Khutbah Taushiyah Kuluwung Ubudiyah Daerah Keislaman Syariah Obituari Risalah Doa Tokoh Tauhid Profil Hikmah Opini Wawancara PWNU Ngalogat Ekonomi Lainnya
Sabtu, 18 Mei 2024

Ngalogat

Setahun NU Online Jabar (4): Mimpi Apa Jadi Jurnalis

Setahun NU Online Jabar (4): Mimpi Apa Jadi Jurnalis
Logo NU Online Jabar
Logo NU Online Jabar

Oleh Yahya Ansori

Rasanya senang sekali, pada November tahun lalu, dapat telepon dari Kang Iing Rohimin yang mengabarkan bahwa minggu depan saya akan diajaknya ke Bandung ikut pelatihan jurnalistik.

“Nanti dikabari kang soal teknisnya oleh Media Center NU Jawa Barat,” kata Kang Iing. Tak lupa saya kabari anak dan istri bahwa minggu depan saya ke Bandung lagi, anak saya paling kecil langsung nyahut.

“Mau apa, Yah, ke Bandung lagi,” katanya.

“Mau latihan menulis,” jawab saya. 

“Ayah kan sering nulis kok latihan lagi,” sahutnya. 

Mendengar responnya saya hanya tertawa tak melanjutkan jawaban.

Sejak bangku kuliah saya adalah penulis yang buruk. Sudah banyak hal saya tulis, tapi jujur saya merasakan betul bahwa semua itu adalah tulisan yang buruk. Beberapa tahun setelah baca ulang lagi, saya tersenyum-senyum betapa buruknya tulisan itu. 

Sejak ada Facebook, saya sering posting tulisan. Beberapa tahun berselang, tulisan itu muncul kembali sebagai kenangan. Saya memutuskan untuk menghapus akun Facebook secara permanen, salah satunya karena tulisan-tulisan saya yang lucu dan buruk itu muncul terus dan terus. Akun yang sekarang mungkin baru 2 tahunan.

Kenapa saya senang diajak belajar jurnalistik oleh Kang Iing? Salah satunya saya berharap bisa belajar naik satu tingkat agar tulisan-tulisan saya bisa layak dibaca orang. Betul saja di Bandung saya mendapatkan itu, dilatih oleh orang-orang keren misalnya Direktur Media Center PWNU Jabar Iip D. Yahya, yang sering saya dengar kepiawaiannya dalam menulis. 

Sudah lama sekali saya ingin ikut pelatihan jurnalistik dan akhirnya kesampaian, meski baru terlaksana di usia saya yang masuk 40 tahunan tapi belum terlambat. Masih ada umur sehat mudah-mudahan bisa menyumbangkan karya setidaknya dalam bentuk gagasan, ide dalam bentuk tulisan.

Keinginan agar tulisan saya dimuat sebagai opini dan sebagainya bukan tak pernah saya coba, berkali-kali saya menulis kemudian saya kirim ke redaksi, alhamdulillah tak pernah dimuat. Saya ulang lagi tak dimuat juga, akhirnya adanya Facebook mengobati kekesalan saya. Meski tulisan saya buruk Facebook tak pernah menolak, tulisan saya selalu naik … done. Tapi meski saya merasa bahwa itu tulisan yang buruk, saya makin dikenal juga setidaknya di dunia maya. Facebook dan media digital adalah impian saya sejak saya keluar dari kampus. Saya bermimpi saat itu media dan informasi akan beralih ke digital dan mimpi saya kemudian terbukti.

Karena mimpi itu ada yang harus berubah, saya ingin sekali bisa komputer sebelum Microsoft Windows 98 operating system paling populer saat itu keluar. Saya ingin sekali punya komputer dengan hasil merakit sendiri. Dalam hati, masa keluaran teknik elektro tak bisa merakit komputer. 

Berbekal pengalaman hidup saya di Pasar Senen dan pusat buku lowak di sekitar Kwitang, saya memberanikan diri menawarkan buku-buku saya. Sebanyak 3 dus besar buku itu saya bawa ke pasar lowak Kwitang, menjualnya sebesar Rp900 ribu. 

Langsung saya menuju Harco Mangga Dua membeli mainboard bekas, casing, hardisk, keyboard dan monitor monochrom 14 inch. Dalam perjalanan tak terasa air mata saya menetes, sedih sekali kehilangan buku-buku hasil bertahun-tahun saya kumpulkan. Meski terus saya semangati bahwa kelak buku-buku itu saya dapatkan dalam bentuk e-book seperti Madilog karya Tan Malaka, tapi rasa sedih itu tak kunjung sirna.

Menjual buku itu di kemudian hari berkah, saya jadi tukang rakit PC sekaligus keliling kampung menjadi tukang servis komputer awal tahun 2000an. Jadi tukang servis keliling itu membuat saya hafal seluk beluk wilayah Indramayu sampai pelosok. Karena saya tahu wilayah akhirnya saya jadi pengurus NU.  

Tapi kemampuan saya di komputer tak lalu membuat saya bisa menulis. Saya masih berkutat pada membaca ya membaca manual. Seperti mendapat durian runtuh akhirnya perkenalan saya dengan jabar.nu.or.id memaksa saya bukan hanya membaca tapi juga menulis, menuliskan sesuatu yang layak dibaca melalui editor dan kemudian disisipi gambar agar makin menarik.

Sebenarnya saya tak pernah pede bahwa tulisan saya layak dibaca, tapi dengan adanya tim editor sengaja saya lempar-lempar saja toh nanti ada yang ngedit untuk membetulkannya. Betul sekali bahwa makin tua sulit sekali untuk belajar, dan karena itu saya tak berharap banyak bisa belajar banyak. Meski hanya dapat menaikkan sedikit-sedikit saya hanya terus saja berlatih, berlatih menuliskan apa yang saya pikirkan, berlatih menuliskan kejadian rutinitas saya sebagai pengurus NU, kejadian pelantikan pengurus, pelatihan-pelatihan pengkaderan, event-event organisasi dan lain-lain.

Meski tulisan-tulisan saya tidak bagus, ada agenda yang penting untuk dimulai di komunitas muda NU Indramayu yaitu semangat berliterasi. Dengan menuliskannya maka kita bisa belajar mengkaji, menilai kegiatan dan mempopulerkannya. Banyak kader-kader muda yang kemudian ikut terpancing memulai menulis, menuliskan kegiatan apa saja, di media apa saja yang mungkin.

Semangat mempublikasi, mempopulerkan tokoh dan saling meng-endors antarteman ini kemudian menjadi agenda bersama. Semakin sering kita publikasi kinerja pengurus makin semangat, jadi selain kaderisasi publikasi adalah salah satu kunci agar NU Indramayu makin dikenal publik. Amanah agar saya mensukseskan kerja-kerja kaderisasi makin lebih efektif berkat banyak tulisan-tulisan untuk mempublikasikan.

Terima kasih buat Media Center PWNU Jawa Barat yang sudah menyediakan panggung untuk saya penulis yang buruk. Semangat saya menulis yang hampir habis bisa tumbuh kembali. Semoga ke depan makin banyak anak muda yang bisa diwadahi tulisan-tulisannya agar bisa terpublikasi. Saya adalah salah satu contoh yang kecipratan berkah bisa menulis karena adanya jabar.nu.or.id.

Masih ingat komentar Kang Iing awal saya menulis berita.

“Kang, kien piye nulisna beritane…?” tanya saya.

“Ya tulis bae, gampang, ngko tek edit reang,” jawabnya enteng.  

Semudah itu ternyata jadi jurnalis.

Penulis adalah jurnalis NU Online dari Indramayu


Ngalogat Terbaru