• logo nu online
Home Nasional Warta Sejarah Khutbah Taushiyah Kuluwung Ubudiyah Daerah Keislaman Syariah Obituari Risalah Doa Tokoh Tauhid Profil Hikmah Opini Wawancara PWNU Ngalogat Ekonomi Lainnya
Senin, 29 April 2024

Ngalogat

Muludan di Sirojul Huda

Muludan di Sirojul Huda
KH Rosyidin dan KH Lukman Hakim. (Foto: NU Online Jabar/Chandra Gupta)
KH Rosyidin dan KH Lukman Hakim. (Foto: NU Online Jabar/Chandra Gupta)

Oleh Chandra Gupta
Belum terlalu malam saat saya menghadiri acara muludan di Pondok Pesantren Sirojul Huda, Parungserab, Soreang, Kabupaten Bandung, Minggu (29/11). Maklum sedang musim penghujan, langitnya gelap tanpa bintang.  Tapi kerlip lampu temaram di kiri kanan jalan menjadi petunjuk para jamaah dari berbagai pelosok untuk hadir di majelis muludan tersebut. 
Seperti tahun-tahun sebelumnya, Pesantren Sirojul Huda rutin mengadakan muludan sebagai bentuk penghormatan terhadap Nabi Muhammad SAW. Menurut informasi yang didapat dari salah satu jamaah yang hadir, pelaksanaan muludan ini sudah sejak lama dilakukan, dan menjadi agenda rutin tahunan yang dihadiri oleh penceramah kondang. Untuk muludan tahun ini, hadir KH. Lukman Hakim seorang ulama muda asal Cirebon yang mencetuskan metode ILHAMQU dan KH. Rosyidin dari  Tasikmalaya.

Namun ada yang berbeda dalam acara muludan tahun ini. Sebelum masuk ke komplek pesantren, hadirin diwajibkan mengikuti protokol kesehatan. Aturan ini diberlakukan oleh panitia dengan memakai masker, cuci tangan, dan dicek suhu tubuh dengan thermo gun. Menurut seorang santri yang ditugaskan di pintu masuk, kegiatan itu sebagai bentuk pencegahan penularan Covid-19. 

Ketika saya memasuki komplek pesantren, sudah ada tenda besar yang berdiri menaungi jamaah. Mereka begitu khidmat duduk rapi di atas kursi yang berjarak sesuai ketentuan. Biasanya di waktu sebelum adan Covid-19, mereka bebas bisa duduk di mana saja dan berkerumun.

Dalam ceramahnya, Kiai Lukman menyampaikan pentingnya Al-Quran dalam kehidupan kita. 

“Al-Quran itu kalam agung, kalau kita ingin menjadi manusia agung, maka bersahabatlah dengannya. Al-Quran itu kalam mulia, kalau kita ingin mulia, maka bersahabatlah dengan Al-Quran,” ucapnya.

Kalau kita ingin ditolong oleh Al-Quran, di hari akhir nanti, lanjut Kiai Lukman, maka sapalah dia, ajak ngobrol dan bercengkrama. Selain menjadikannya sebagai sahabat, menurutnya, Al-Quran juga dapat dijadikan sebagai tetangga.

“Al-Quran itu seperti tetangga kita. Apabila kita sering bertegur sapa dengan tetangga, akrab dengan tetangga, maka jika kita dalam kesulitan, tetangga itu akan peduli dengan kita. Tetangga itu akan membantu kita,” terang Kiai Lukman Hakim.

Kiai Lukman mengakhiri tausiyahnya dengan ijazah masal surat Al-Waqiah kepada semua yang hadir di majelis malam itu. 

Kemudian dilanjut dengan penceramah kedua, KH. Rosyidin. Ajengan Rosyidin menerangkan bagaimana ilmu Rasulullah itu langsung diturunkan oleh Allah melalui malaikat Jibril. Rasulullah tidak mempunyai guru lain selain Allah itu sendiri. 

“Ilmu Rasulullah yang sampai kepada kita itu orisinil dari Allah melalui malaikat Jibril. Tidak ada campur tangan dari manusia,” papar Ajengan Rosyidin. “Kalau ada yang berpendapat bahwa Rasulullah dididik oleh ayahnya, ia sudah meninggal saat Rasul dalam kandungan ibunya. Kalau ada yang berpendapat Rasul dididik oleh ibunya, ia wafat saat Rasul berusia lima tahun. Sejak bayi, Muhammad disusui oleh Halimah Sa'diyyah,” sambungnya. 

Ajengan Rosyidin masih melanjutkan, kalau ada yang berpendapat Rasulullah dididik oleh Abu Thalib, ini hal yang mustahil. Pamannya itu mengucapkan dua kalimat syahadat saja tidak, bagaimana mungkin Rasulullah dididik olehnya?

Selepas dua penceramah menyampaikan tausiyahnya, sebelum membubarkan diri, sesuai kebiasaan di Pesantren Sirojul Huda, para jamaah mencicipi hidangan yang sudah disediakan. Parasmanan ini sebagai tanda terima kasih dan berkah dari tradisi muludan yang rutin dilakasanakan setiap tahun.

Penulis adalah Wakil Ketua PC GP Ansor Kabupaten Bandung


Editor:

Ngalogat Terbaru