Ngalogat

Mencontoh Akhlak Rasulullah dalam Menumbuhkan Integritas

Ahad, 21 Juli 2024 | 09:08 WIB

Mencontoh Akhlak Rasulullah dalam Menumbuhkan Integritas

Integritas (Ilustrasi: NU Online/Freepik)

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), integritas diartikan sebagai kualitas, sifat, atau keadaan yang menunjukkan kesatuan yang utuh, sehingga memiliki potensi dan kemampuan yang mencerminkan kewibawaan atau kejujuran.

 

Berdasarkan kamus kompetensi perilaku KPK, integritas berarti bertindak secara konsisten antara ucapan dan tindakan sesuai dengan nilai-nilai yang dianut, yang bisa berasal dari kode etik tempat kerja, nilai masyarakat, atau nilai moral pribadi. Dalam Modul Integritas Umum oleh KPK, dijelaskan bahwa sikap integritas adalah bertindak dengan cara yang sesuai dengan apa yang diucapkan. Nilai integritas mencakup kesatuan antara pola pikir, perasaan, ucapan, dan perilaku yang selaras dengan hati nurani dan norma yang berlaku.
 

QS. Al-Ahzab Ayat 21

 

لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِيْ رَسُوْلِ اللّٰهِ اُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَنْ كَانَ يَرْجُوا اللّٰهَ وَالْيَوْمَ الْاٰخِرَ وَذَكَرَ اللّٰهَ كَثِيْرًاۗ


Artinya: Sungguh, pada (diri) Rasulullah benar-benar ada suri teladan yang baik bagimu, (yaitu) bagi orang yang mengharap (Rahmat) Allah dan (kedaulatan) hari kiamat serta yang banyak mengingat Allah.
 

Dalam ayat tersebut disebutkan tiga syarat untuk menjadi orang yang mencontoh Rasul. Pertama, kita harus memiliki iman kepada Allah. Kedua, kita harus percaya pada hari kiamat. Ketiga, dalam setiap aktivitas kita di dunia ini, kita harus terus-menerus mengingat Allah. Artinya, jika kita ingin memiliki integritas seperti Rasulullah SAW (Shiddiq, Amanah, Fathonah, Tabligh), maka kita harus terlebih dahulu yakin pada Allah SWT, hari akhir, dan senantiasa mengingat Allah SWT tanpa henti.
 

Pada Tafsir Tahlili di jelaskan bahwa, Allah memperingatkan orang-orang munafik bahwa sebenarnya mereka dapat mencontoh teladan yang baik dari Nabi Muhammad saw. Nabi Muhammad saw adalah sosok yang memiliki iman yang kuat, berani, sabar, tabah menghadapi segala macam cobaan, percaya sepenuhnya pada ketentuan Allah, dan memiliki akhlak yang mulia. Jika mereka bercita-cita menjadi manusia yang baik dan ingin hidup bahagia di dunia dan akhirat, tentu mereka akan meniru dan mengikuti beliau. Namun, tindakan dan perilaku mereka menunjukkan bahwa mereka tidak mengharapkan keridaan Allah dan segala bentuk kebahagiaan sejati.
 

Rasulullah SAW dan para rasul Allah lainnya memiliki empat sifat yang wajib, empat sifat yang mustahil, dan satu sifat yang jaiz. Keempat sifat wajib tersebut adalah Shiddiq, yang berarti kejujuran; Amanah, yang berarti dapat dipercaya; Fathonah, yang berarti kecerdasan; dan Tabligh, yang berarti kewajiban untuk menyampaikan wahyu. Keempat sifat ini mencerminkan integritas yang dimiliki oleh Rasulullah SAW.


Integritas adalah keselarasan antara hati, pikiran, perkataan, dan tindakan yang baik serta benar. Rasulullah SAW menunjukkan sifat shiddiq, yaitu keselarasan antara hati, pikiran, perkataan, dan tindakan yang merupakan ciri khas beliau. Hati berhubungan dengan iman, pikiran berhubungan dengan ilmu, sementara perkataan dan perbuatan berhubungan dengan amal soleh.


Integritas dimulai dari hati (qalbu). Ketika hati dipandu oleh iman bahwa Allah SWT selalu mengawasi kita, mencatat setiap amal kita, dan akan meminta pertanggungjawaban kita di akhirat, maka dari keyakinan ini lahir pikiran yang positif, ucapan yang jujur, dan tindakan yang sesuai dengan aturan. Integritas hati, pikiran, perkataan, dan perbuatan Rasulullah SAW adalah kunci kesuksesan dakwah beliau. Keberhasilan dakwah Rasulullah SAW adalah hasil dari integritas yang beliau miliki. Integritas ini tidak hanya menunjukkan konsistensi antara apa yang beliau ucapkan dan lakukan, tetapi juga mencerminkan dedikasi dan komitmen beliau terhadap kebenaran dan keadilan, yang akhirnya menginspirasi dan mempengaruhi banyak orang.


Untuk membangun integritas, kita perlu senantiasa mengingat Allah SWT dalam setiap aktivitas. Awali setiap tindakan yang positif dengan menyebut nama Allah SWT dan mengucapkan "bismillahirrahmanirrahim" agar memperoleh ridha-Nya. Dengan mengagungkan nama Allah SWT sebelum memulai aktivitas, kita dapat menghindari tindakan-tindakan yang merugikan dan yang tidak sesuai dengan hati nurani kita.


Pengingat ini tidak hanya sekadar ritual, tetapi juga merupakan cara untuk menanamkan kesadaran spiritual dalam setiap langkah yang kita ambil. Ketika kita mengawali kegiatan dengan menyebut nama Allah, kita menguatkan niat dan motivasi kita untuk melakukan sesuatu dengan cara yang benar dan bertanggung jawab. Ini membantu kita menjaga konsistensi antara ucapan dan tindakan kita, serta memastikan bahwa segala sesuatu yang kita lakukan selaras dengan nilai-nilai keimanan dan moral yang kita anut. Dengan demikian, pengingat ini berfungsi sebagai panduan yang mengarahkan kita untuk selalu bertindak dengan integritas dan kejujuran, serta meningkatkan kualitas hidup kita baik di dunia maupun di akhirat.


Muhammad Sadam Mutaqin, Santri Ponpes Al-Ihsan Cibiru Hilir, Kabupaten Bandung