• logo nu online
Home Nasional Warta Sejarah Khutbah Taushiyah Kuluwung Ubudiyah Daerah Keislaman Syariah Obituari Risalah Doa Tokoh Tauhid Profil Hikmah Opini Wawancara PWNU Ngalogat Ekonomi Lainnya
Senin, 29 April 2024

Ngalogat

Landasan Besikap dan Bertindak Warga NU

Landasan Besikap dan Bertindak Warga NU
Warga NU Jawa Barat pada Konferwil NU di Garut pada 2016 (Foto: NU Online Jabar/Abdullah Alawi)
Warga NU Jawa Barat pada Konferwil NU di Garut pada 2016 (Foto: NU Online Jabar/Abdullah Alawi)

Oleh KH Cep Herry Syarifuddin

NU sebagai ormas Islam terbesar di Indonesia dan dunia memiliki keistimewaan yang membuat organisasi ini dapat diterima semua kalangan masyarakat di Indonesia dan dunia. Hal itu dikarenakan NU memiliki landasan bersikap dan bertindak yang elegan sebagai cerminan ajaran Islam rahmatan lil ‘alamin. 

Adapun landasan bersikap dan bertindak warga NU dapat disimpulkan ke dalam 4 (empat) sikap berikut ini:

1. Tawassuth dan I’tidal (moderat dan teguh)
Bersikap tawassuth (pertengahan) sama artinya dengan bersikap non blok. Tidak memihak yang pro maupun yang kontra, tidak ekstrim baik kanan maupun kiri, melainkan berada di poros tengah sebagai “wasit” yang akan menentukan keputusan yang paling tepat dan adil.

Sikap tawassuth ini bukan berarti tidak punya pendirian atau prinsip, melainkan sebuah kearifan dalam bersikap dan bertindak. Sehingga segala sikap dan tindakan warga NU diupayakan senantiasa lurus dan benar dalam konteks membangun dan menghindari segala bentuk pendekatan yang bersifat tatharruf (ekstrem) disertai keteguhan hati (i’tidal) dalam memegang prinsip. Dengan sikap tawasuth dan i’tidal ini, NU akan selalu menjadi institusi  panutan banyak pihak yang bisa “ngemong”, mengayomi dan luwes kepada semua golongan.

2. Tasamuh (toleran)
Allah menciptakan manusia itu berbeda-beda baik agama, etnis, bahasa, ras, budaya, pemikiran dan kehendak satu sama lain yang tidak mungkin sama. Maka NU menganggap perbedaan adalah keniscayaan. Tidak ada yang salah dengan semua perbedaan tersebut.

Keanekaragaman agama dan budaya yang ada dalam kehidupan sosial adalah fitrah dan ketentuan Allah agar terjadi kedinamisan kehidupan menuju keharmonisan hubungan antara satu individu dengan lainnya. Kesalahan dalam menyikapi perbedaan inilah yang menjadi masalah besar di tengah masyarakat.

Karena itulah NU menjadikan sikap tasamuh (toleransi) sebagai landasan dalam menyikapi perbedaan pendapat tadi. Toleransi dimaksud diterapkan dalam menyikapi perbedaan keyakinan, perbedaan pendapat dalam masalah keagamaan khususnya hal-hal yang bersifat furu’ (cabang persoalan) yang sering terjadi khilafiyah (perbedaan pendapat di kalangan ulama), serta dalam masalah kemasyarakatan dan kebudayaan.

Sikap toleran menuntut adanya upaya mencari titik temu, bukan memperlebar jurang perbedaan. Berangkat dari titik temu pada persamaan tersebut kemudian dikembangkan persaudaraan (ukhuwah) baik ukhuwah islamiyyah (persaudaraan sesama Muslim), ukhuwah wathaniyyah (persaudaraan sebangsa dan setanah air) dan ukhuwah basyariah (persaudaraan sesama manusia).

3. Tawazun (seimbang)
Penganut ajaran Aswaja harus menerapkan sikap seimbang dalam segala bidang. Dalam memahami teks keagamaan mesti seimbang dalam penggunaan wahyu dan akal. Dalam berkhidmah (mengabdi) juga harus memperhatikan keseimbangan antara berkhidmah kepada Allah SWT, kepada sesama manusia, serta lingkungan hidupnya. Menyelaraskan kepentingan masa lalu, masa kini dan masa mendatang. Juga menjaga keseimbangan pemenuhan hak dan kewajiban sebagai individu, masyarakat warga negara dan pergaulan dunia. Maka dengan sikap tawazun ini, setiap penganut paham Aswaja harus menghindari sikap berlebihan dalam satu sisi dan mengabaikan pertimbangan lainnya. 

4. Amar Ma’ruf Nahi Munkar
Landasan sikap ini berarti warga NU harus selalu memiliki kepekaan untuk mendorong perbuatan baik, bermanfaat bagi kehidupan bersama, serta menolak dan mencegah semua hal yang dapat menjerumuskan dan merendahkan nilai-nilai kehidupan.

Kedua sendi amar ma’ruf nahi munkar ini mutlak diperlukan untuk menopang kemaslahatan dan kebahagiaan lahiriyah dan batiniyah. Tindakan amar ma’ruf nahi munkar ini dimulai dari diri sendiri, dari lingkungan terdekat yaitu keluarga, dari hal yang terkecil dan dilakukan sekarang juga.

Adapun prinsip nahi munkar menurut NU mesti dilakukan dengan cara makruf, tidak keras atau merusak serta dalam kerangka tetap menjaga harkat dan martabat kemanusiaan. Maka tidak diperkenankan kita membenci pelaku maksiat. Yang semestinya dibenci adalah perbuatannya saja.

Penulis adalah alumnus Pondok Pesantren Cipasung, pimpinan Pondok Pesantren Sabilurrahim Cileungsi Kabupaten Bogor
 


Ngalogat Terbaru