Ngalogat

Kajian Subuh Pondok Pesantren Mahasiswa Universal: Menyelami Kepemimpinan Islami

Ahad, 2 Maret 2025 | 21:18 WIB

Kajian Subuh Pondok Pesantren Mahasiswa Universal: Menyelami Kepemimpinan Islami

Pesantren Universal Cipadung, Kota Bandung. (Foto: istimewa)

Langit masih gelap ketika para santri Pondok Pesantren Mahasiswa Universal (PPMU) bergegas menuju Majelis Baru, aula pesantren. Hawa dingin Subuh 1 Maret 2025 menyelusup di sela-sela kain sarung para santri. Namun, bukan hanya ibadah yang menguatkan langkah mereka, melainkan sebuah kajian yang menyulut api kesadaran: kepemimpinan dalam perspektif Islam.


Pengasuh Pondok Pesantren Mahasiswa Universal  KH. Tatang Astarudin, duduk tenang di hadapan para santri, memulai dengan sebuah pertanyaan yang lebih tajam dari pedang: “Apa yang membuat seseorang layak disebut pemimpin?”


Sejenak sunyi. Lalu, dalam hening yang sarat renungan, ia menjelaskan bahwa kepemimpinan bukan hanya gelar atau kuasa. Pemimpin sejati adalah mereka yang mampu mengendalikan dirinya sebelum mengendalikan orang lain. Seperti puasa yang bukan cuma menahan lapar dan dahaga, kepemimpinan juga menuntut ketahanan kesabaran, keteguhan, dan kesadaran diri.


Dewan Santri: Sekolah Kepemimpinan

Di Pondok Pesantren Mahasiswa Universal, kepemimpinan bukan teori yang sekadar dihafal, melainkan tata nilai yang dijalani. Dewan Santri di Pondok Pesantren Mahasiswa Universal dibentuk sebagai ruang belajar nyata bagi mereka yang kelak akan mengemban tanggung jawab lebih besar. “Dewan ini bukan semata organisasi, tetapi tempat menempa diri,” tutur KH Tatang.


Menjadi bagian dari Dewan Santri bukan tentang menikmati kuasa, melainkan tentang memahami bahwa kepemimpinan adalah panggilan etis universal. Seorang pemimpin tidak bekerja demi keuntungan pribadi, tetapi untuk menciptakan makna bagi orang-orang di sekitarnya. Ia tidak terjebak dalam transaksi politik sempit, melainkan meniti jalan transendental: menghubungkan kepemimpinan dengan nilai-nilai spiritual yang lebih tinggi.


“Puasa Ramadan adalah pelatihan kepemimpinan terbaik,” lanjutnya. “Ia mengajarkan endurance, daya tahan menghadapi godaan, serta komitmen pada janji yang diucapkan.” Pemimpin yang baik harus tahan banting, tidak mudah tersinggung atau mundur hanya karena kritik. Sebaliknya, ia harus tetap teguh pada visi dan misinya.


Integritas dan Kepekaan: Dua Sayap Kepemimpinan

Dalam Islam, kepemimpinan bukanlah soal ambisi, tetapi amanah. Ambisi boleh ada, selama ia dilandasi niat baik dan dijalankan dengan komitmen. Integritas keimanan menjadi kunci utama. Seorang pemimpin harus senantiasa jujur, adil, dan bertanggung jawab atas setiap kebijakan yang diambilnya.


Tetapi integritas saja tidak cukup. Kepemimpinan yang sejati lahir dari kepekaan dan kepedulian. KH Tatang menekankan, “Kebaikan sejati selalu berorientasi pada kepekaan sosial. Seorang pemimpin harus merasakan penderitaan orang-orang yang dipimpinnya, seperti puasa mengajarkan kita merasakan lapar yang dialami mereka yang kurang beruntung.”ungkapnya.


Kajian Subuh di Pondok Pesantren Mahasiswa Universal ini menjadi cermin yang memantulkan wajah para santri: Apakah mereka sudah siap mengemban tugas yang lebih besar? Dalam diam, masing-masing dari santri menggenggam tekad: menjadi pemimpin bukan karena ingin dihormati, tetapi karena ingin memberi makna.


Dan saat mentari mulai menyingsing, para santri pun melangkah keluar, membawa semangat kepemimpinan yang tak hanya mengubah diri mereka sendiri, tetapi juga dunia yang mereka tinggali.


Bah Asmul, salah satu Asatid Pondok Pesantren Mahasiswa Universal Kota Bandung.