Ngalogat

Merajut Makna Ramadan: Sebuah Cerita yang Harus Diciptakan

Ahad, 2 Maret 2025 | 18:07 WIB

Merajut Makna Ramadan: Sebuah Cerita yang Harus Diciptakan

Merajut Makna Ramadan: Sebuah Cerita yang Harus Diciptakan. (Foto: NU Online/freepik)

Langit malam menyimpan ketenangan yang berbeda di Pondok Pesantren Mahasiswa Universal (PPMU) Kota Bandung malam itu. Udara terasa lebih syahdu, seakan seluruh alam semesta ikut menyambut datangnya Ramadan.


Jumat, 28 Februari 2025, sekitar pukul 19.05 WIB, pemerintah baru saja mengumumkan bahwa 1 Ramadan 1446 H jatuh pada hari itu. Tak lama berselang, lantunan ayat suci menggema di dalam Majelis Baru, sebutan untuk Aula Pesantren. Para santri duduk bersila, menyimak setiap kata yang meluncur dari lisan pengasuh pesantren mereka, KH Dr. Tatang Astarudin.


Dalam ceramah singkat sebelum shalat tarawih, KH Tatang menyampaikan pesan yang menggugah. Ramadan, katanya, bukan sekadar rutinitas tahunan, melainkan momen yang harus meninggalkan jejak di hati setiap santri. Para santri diminta untuk tidak melewati Ramadan begitu saja, tetapi menciptakan sebuah cerita dan kesan yang mendalam dari pencapaian yang berarti. Bisa dalam ibadah, akademik, atau kehidupan itu sendiri. Ramadan harus menjadi titik balik, momentum perbaikan diri.


"Tak perlu menunggu kaya atau menjadi orang berilmu tinggi untuk berbagi," ujarnya. "Kebaikan selalu bisa dilakukan, sekecil apa pun." Kata-kata itu menggema, menyusup ke dalam hati, mengajak setiap santri merenung.


Setelah ceramah, shalat tarawih pertama pun dimulai. Dua puluh rakaat ditunaikan dengan witir tiga rakaat (2+1) diiringi kekhusyukan yang terasa begitu nyata. Tak ada suara selain lantunan ayat suci yang mengalir deras, memenuhi ruang aula, menembus sanubari.


Di wajah-wajah para santri, ada ketenangan. Ada kesungguhan. Mungkin di antara mereka ada yang baru menyadari betapa Ramadan kali ini bukan sekadar ibadah, tetapi juga sebuah perjalanan menuju diri yang lebih baik. Ramadan bukan hanya tentang menahan lapar dan dahaga, tetapi tentang meninggalkan jejak kebaikan yang akan terus mengalir, bahkan setelah bulan suci ini berlalu.


Bah Asmul, salah satu Asatid Pondok Pesantren Mahasiswa Universal Kota Bandung.